Sidebar ADS

KISAH ABU YAZIDH AL-BUSTHOMI

💐🌹 𝐊𝙧𝙖𝙢𝙖𝙩 𝐆𝙖𝙣𝙙𝙪𝙡 🌹💐
    ﷻبسم الله الرحمن الرحيمﷻ


Abu Yazid  lahir di Bustham yg terletak
di bagian timur Laut Persia (Iran). Beliau adalah salah seorang Sulton Aulia dari kalangan Hanafiyah.Karena ia menganut mazhab Hanafi, maka ia termasuk dalam golongan Ashaburra'yi, yakni suatu aliran yg memberikan peranan besar kepada akal atau pemikiran untuk memahami hukum Islam.

"Sebagai orang yg faqih hukum-hukum yang dikaji melalui ilmu fikih bermazhab Hanafi, kepatuhannya pada syariat Islam sangatlah kuat". Hal ini dapat dibuktikan dari sejumlah pernyataan yg pernah diucapkannya. beliau pernah berkata demikian :
 "Kalau engkau melihat seseorang sanggup melakukan pekerjaan keramat, seperti duduk bersila di udara, maka janganlah engkau terperdaya olehnya. Perhatikanlah apakah ia melaksanakan perintah Tuhan, mejauhi larangan (Tuhan), dan menjaga dirinya dalam batas-batas syariat."

Sebuah riwayat (cerita turun-temurun) memberitahukan bahwa suatu ketika beliau bermalam di padang pasir dan menutup kepalanya dengan pakaian lalu tertidur. Tak disangka, beliau mengalamai hadats besar (suatu kondisi yang dapat menghalangi seseorang melakukan shalat, sebab mimpi keluarnya mani), sehingga diwajibkan "mandi jinabat /mandi wajib".

Akan tetapi malam itu terlalu dingin dan ketika terbangun, dirinya merasa enggan untuk mandi dengan air yang juga terlalu dingin. Abu Yazid berniat untuk mandi saat matahari sudah tinggi, tetapi setelah menyadari betapa ia tidak mempedulikan kewajiban agama, akhirnya dia bangkit dan melumerkan salju pada jubahnya. Setelah itu Abu Yazid mandi dengan menggunakan jubah yang basah dan dingin tersebut lalu dia dipakainya kembali. Tubuhnya kedinginan, lalu ia jatuh pingsan.

Selain itu, Abu Yazid juga pernah mengajak keponakannya, Isa bin Adam, untuk memperhatikan seseorang yang dikenal oleh masyarakat sebagai zahid (orang yang menolak dunia, berpikir tentang kematian, yang memandang bahwa apa yang dimilikinya tidaklah punya nilai dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh Allah swt). 

Waktu itu orang tersebut sedang berada di dalam masjid dan terlihat batuk lalu meludah ke depan, ke arah kiblat di dalam masjid. Karena menyaksikan kejadian tersebut, yang mana hal ini tidak sesuai dengan adab (akhlak) yang diajarkan oleh Rasulullah, Abu Yazid pergi dan berkomentar, "Orang itu tidak menjaga satu adab dari adab-adab yang diajarkan oleh Rasulullah. Bila ia begitu, ia tidak dapat dipercaya atas apa-apa yang didakwakannya (omongannya tidak dapat dipercaya)."

Sebagai seorang mursyid ia memiliki banyak santri, diantara jamaahnya, ada seorang santri yang  juga menjadi kyai bagi jamaahnya sendiri.

Karena telah memiliki murid, "santri ini selalu memakai pakaian yang menunjukkan kesalihannya, seperti baju putih, serban, dan wewangian tertentu".

Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Abu Yazid, “Ya Syeikh, saya sudah beribadat  30 tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum wushul (mengalami pengalaman ruhani) yg Tuan Guru ceritakan. Saya tak pernah saksikan apapun yang Tuangambarkan.”

Abu Yazid menjawab : “Sekiranya kau beribadat selama 300 tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu.”
Murid itu heran, "Mengapa, ya Syeikh?”
“Karena kau tertutup oleh dirimu,” jawab Abu Yazid.
“Bisakah kau obati aku agar hijab itu tersingkap?” pinta sang murid.
“Bisa,” ucap Abu Yazid, “tapi kau takkan melakukannya.”
“Tentu saja akan aku lakukan,” sanggah murid itu.
“Baiklah kalau begitu,” kata Abu Yazid, “sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya, pakailah baju yg lusuh, sobek, dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana. Katakan pada mereka, “Hai anak-anak barang siapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang.”

Lalu datangilah tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu. Katakan juga pada mereka, “Siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantung kacang!”.

“Subhanallah,” kata murid itu terkejut.

Abu Yazid dengan tegas berkata :
“Jika kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia berubah menjadi mukmin. Tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir.”

Murid itu keheranan, “Mengapa bisa begitu syech ?”.

Abu Yazid menjawab : “Karena kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kau sedang memuji dirimu. Ketika kau katakan: "Tuhan mahasuci" seakan-akan kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu.”

“Kalau begitu,” murid itu kembali meminta, “berilah saya nasihat lain.”

Abu Yazid menjawab, “Bukankah aku sudah bilang, kau takkan mampu melakukannya!”

Kisah ini mengandung pelajaran berharga hati-hati bertasbih yang mana malah bisa menjadikan kita ujub.

Contoh : "Misalkan anda mendapat fitnah mencuri" .
Yaa fulan apakah engkau mencuri ?.
Subhanallah aku tdk seperti yang dituduhkan..,, 

Nah sesungguhnya Allah tidak butuh disucikan (karena sudah suci), dan kalimat tasbih yg terucap justru anda sedang mensucikan diri anda dari tuduhan mencuri dgn mencatut kesucian Allah.

Lantas apa yg mesti diucapkan? "Ucapkanlah aku tdk mencuri", atau kalimat semisal, bukan dengan bertasbih yang malah bisa menjatuhkan kita dalam ujub.

Imam Ahmad dalam musnad-nya meriwayatkan,  Suatu hari, di depan Rasulullah saw Abu Bakar menceritakan seorang sahabat yg amat rajin ibadatnya. Ketekunannya menakjubkan semua orang,  Tapi Rasulullah tak memberikan komentar apa-apa. Para sahabat keheranan. Mereka bertanya-tanya, mengapa Nabi tak menyuruh sahabat yang lain agar mengikuti sahabat ahli ibadat itu. Tiba-tiba orang yg dibicarakan itu lewat di hadapan majlis Nabi. Ia kemudian duduk di tempat itu tanpa mengucapkan salam. Abu Bakar berkata kepada Nabi, "Itulah orang yg tadi kita bicarakan, ya Rasulallah." Nabi hanya berkata, "Aku lihat ada bekas sentuhan setan di wajahnya."

Nabi lalu mendekati orang itu dan bertanya, "Bukankah kalau kamu datang di satu majlis kamu merasa bahwa kamulah orang yg paling soleh di majlis itu?"
 Sahabat yg ditanya menjawab, "Allahumma, na'am. Ya Allah, memang begitulah aku."
 Orang itu lalu pergi meninggalkan majlis Nabi.

Setelah itu Rasulullah bertanya kepada para sahabat, "Siapa di antara kalian yg mau membunuh orang itu?" "Aku," jawab Abu Bakar,  Abu Bakar lalu pergi tapi tak berapa lama ia kembali lagi, "Ya Rasulallah, bagaimana mungkin aku membunuhnya? Ia sedang ruku'."
 Nabi tetap bertanya, "Siapa yg mau membunuh orang itu?" Umar bin Khaththab menjawab, "Aku." Tapi seperti juga Abu Bakar, ia kembali tanpa membunuh orang itu, "Bagaimana mungkin aku bunuh orang yg sedang bersujud dan meratakan dahinya di atas tanah?"
 Nabi masih bertanya, "Siapa yg akan membunuh orang itu?" Ali bangkit, "Aku."
 Ia lalu keluar dengan membawa pedang dan kembali dengan pedang yg masih bersih, tidak berlumuran darah, "Ia telah pergi, ya Rasulullah."
 Nabi kemudian bersabda, "Sekiranya engkau bunuh dia. Umatku takkan pecah sepeninggalku...."

Selama di tengah- tengah kita masih terdapat orang yg merasa dirinya paling soleh, paling berilmu, dan paling benar dalam pendapatnya, pastilah terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin. Nabi memberikan pelajaran bagi umatnya bahawa perasaan ujub akan amal soleh yg dimiliki adalah penyebab perpecahan di tengah orang Islam. Ujub menjadi penghalang naiknya manusia ke tingkat yg lebih tinggi.

"Penawarnya hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita. Seperti yg dinasihatkan oleh AbuYazid Al-Busthami kepada santrinya".

Menurut imam Yazid al Bustami Insan Kamil adalah orang yg meyakini penyatuannya dengan Allah yg menciptakannya dalam rupa-Nya. Namun, hal ini tidak mudah kecuali bagi para Nabiyullah dan pawa Waliyullah.

Dengan begitu, Bayazid masih meyakini bahwa para Nabi dan Rasul yg dikasih dan dicintai oleh Allah adalah teladan dan contoh paling sempurna tentang realitas konsep Insan Kamil. Manusia yg paling sempurna tiada lain adalah para Nabi dan para Rasul, kemudian para Waliyullah yg mewarisi ajaran² Nabi dan Rasul. "Dengan kata lain, Bayazid mengagumi para Nabi dan Rasul sebagai representasi kehadiran sifat-sifat Tuhan di muka bumi".

Tasawuf Bayazid tidak keluar batas syara’. Dia memberikan ucapan berisi tasawuf dengan perkataan yg jelas, bahkan juga melalui perkataan aneh akan tetapi bermakna sangat dalam. Ucapannya berisi kepecayaan hamba dan Tuhan sewaktu-waktu dapat bersatu, hal tersebut disebut madzhab Hulul (perpaduan).

Sebelum dirinya, belum pernah terdengar sufi mengucapkan syathahat (ucapan seorang sufi yg susah di cerna orang awam). Diantara syathahat Bayazid adalah “Hiasilah aku dengan keesaanMu”, dialog tersebut mengilustrasikan begitu dekatnya dengan Allah, bahkan godaan pengalihan pehartian makhluk ditolak. Bayazid hanya meminta bersatu dengan Tuhan. Permohonannya diijabah Allah, sehingga terjadi persatuan yg disebutkan dalam ungkapan “Abu Yazid, semuanya kecuali engkau adalah makhlukKu.” Akupun berkata, aku adalah Engkau, Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau”. 

Jika sekilas diperhatikan, syathahatnya berkesan syirik. Oleh karena itu, disebutkan dalam sejarah terdapat sufi ditangkap dan dipenjara atas ucapannya yg membingungkan bagi orang awam.

Sebenarnya syathahat bukan berarti bahwa dirinya sebagai Tuhan layaknya Fir’aun, tetapi suara Tuhan yg menyalur lewat lidah Bayazid dalam keadaan fana’an nafs. Syathahat seorang sufi keluar dari lisan ketika dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan gejolak perasaan yg kuat.

Ajaran sufinya tidak ditemukan dalam bentuk buku, tetapi mewariskan syathahat. Hal ini disampaikan oleh muridnya. Tercatat dalam kitab tasawuf klasik; ar-Risalah al Qusyairiyyah, Tabaqat as-Sufiyyah, Kasyf al Mahjub, Tazkirah al-Auliya, dan al Luma.
Abu Yazid, sufi dengan keilmuan, ketabahan, dan ketekunan yg luar biasa dalam mengagungkan perintah Tuhan, dan menjadi teladan bagi umat Islam di seluruh dunia.

Ajaran² Sufistik Bayazid adalah akumulasi dari proses "akulturasi" antara Islam dan tradisi Persia. Bayazid sedang melakukan upaya "pribumisasi Islam di negeri Persia". 
Pribumisasi Islam ataupun akulturasi Islam seperti dikembangkan oleh tradisi intelektual sufistik bukan problem teologis yg berbahaya. Sebab, budaya dan tradisi lokal hanyalah bungkus lahiriah, sementara substansinya adalah nilai² Islami. 

Sebelum wafat, Abu Yazid ketika ajal akan diambil, Abdurrahman Jami dalam Nafahat al-Uns mengutip pernyataan Abu Yazid begini:
 “Tuhanku aku tidak mengingat-Mu kecuali kelalaian, dan aku tidak berkhidmat melayanimu kecuali sejenak.”
 Jami juga menambahkan: “Guru Abu Yazid Bisthami itu beretnis Kurdi, dan Abu Yazid berpesan: “Kebumikan aku di kaki guruku, demi kehormatan sang guru.” Akan tetapi Jami tidak menyebutkan nama guru yg dimaksudkan itu.

Setelah beliau wafat tarekat Imam Abu Yazid dinisbahkan kepada murid-muridnya dalam dua cabang penting:
Pertama, cabang yg menurunkan tarekat Naqsyabandiyah melalui muridnya yg terkenal bernama Syekh Abul Hasan Kharaqani (425 H), dan mengambil silsilah guru sanad tarekat Abu Yazid sampai kepada Sayyidina Abu Bakar, yg juga dipercayai secara "barzakhi".

Kedua, cabang murid yang nantinya menurunkan tarekat Syathariyah, melalui murid Abu Yazid yang bernama Muhammad al-Maghrabi, dan mengambil silsilah sanad guru tarekat Abu Yazid sampai kepada sayyidina  Ali.

Setelah Abu Yazid wafat, Abdurrahman Jami mengutip kisah tentang munculnya Abu Yazid dalam mimpi seseorang, dan dia ditanya: “Apa yg Allah lakukan terhadap Anda?.
 Abu Yazid berkisah menjawab: “Aku ditanya, hai Yazid apa yg engkau bawa itu?”.
Aku pun berkata: “Jika datang seorang fakir di pintu Sang Raja, Dia tidak akan mengatakan kepadanya: “Apa yg kamu bawa?” tetapi Dia berkata: “Apa yg engkau inginkan?”

Di kalangan sufi, beberapa pernyataan yg dinisbahkan kepada Abu Yazid setelah wafat, ada yang dzahir menimbulkan kerumitan, dan banyak orang berdusta menisbahkan hikayat sufi kepada Abu Yazid. Di antaranya (yg berdusta itu) adalah: 
“Aku pergi, lalu kuberdirikan kemah di kedekatan Arsy”;

Dikemukakan Syekh Abdul Wahab asy-Sya’roni dalam ath-Thobaqat al Kubra dengan mengutip Abu Ali al-Juzajani, ketika ditanya tentang beberapa kalimat yg diriwayatkan dari Abu Yazid (yg menimbulkan kerumitan), Abu Ali Juzajani mengatakan:
 “Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Yazid. Kita menyerahkan sepenuhnya apa yg dikatakannya itu kepada Abu Yazid sendiri, Mungkin saja dia mengatakan semacam itu ketika dalam keadaan suka cinta kepada Allah, atau dalam kondisi tertekan. 

Siapa saja yg ingin meningkat ke maqam seperti maqam yg dicapai oleh Abu Yazid, hendaknya ia melakukan mujahadah diri seperti yg dilakukan Abu Yazid. Saat itulah akan bisa dipahami apa yg dikatakan Abu Yazid.”
Abu Yazid meninggal  pada tahun 260 H/874 M. Makamnya terletak di Bustam dan menjadi tempat ziarah terkenal bagi muslim seluruh dunia.

(Nafahat al-Uns)


Wallohu aklamu bimurodih.....

Setajam2nya pisau lebih tajam perkataan
dan umpatan yang sangat menyayat hati      *اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد*             ━━❖✨www.qsantri.com✨❖━━
*┏━━❖•ஜ°🕌﷽🕌°ஜ•❖━━┓*
    *💚NAHDLATUL 'ULAMA💚*   
 *┗━━❖•ஜ°🇮🇩NU🇮🇩°ஜ•❖━━┛*

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS