Sidebar ADS

SOAL MENCIUM TANGAN DALAM HADIST NABI

            Assalamu'alaikum 

Saya hanya menjawab yang di katakan ustadz wahabi salafi mujassimah bahwa meencium tangan menurut Wahabi tidak di perbolehkan ,maka baca ini dngan jelas

Mencium Tangan dalam Hadis Nabi saw.

Mencium dalam bahasa Arab berarti تَقْبِيْل. Diksi ini terbentuk dari akar kata قَبلَ dengan huruf awal berharakat fathah, huruf tengah bisa fathah, dhommah, atau kasrah, dan yang terakhir berharakat fathah. Kata ini memiliki makna datang, menanggung, dan menerima. Dalam Al-Qur’an, bentukan kata ini dapat ditemui di banyak ayat, baik yang berbentuk nomina, verba, maupun adverbia. Namun, kata تَقْبِيْل yang terbentuk dari verba قَبَّلَ dan bentukannya sama sekali tidak terdapat dalam Al-Qur’an.

Sementara itu, padanan kata tangan dalam bahasa Arab adalah يَد yang dalam Al-Qur’an dapat ditemukan dalam bentuk tunggal, ganda, dan jamak. Dalam Al-Qur’an kata ini memiliki dua dimensi makna, yaitu makna denotatif yang berarti tangan anggota tubuh dan makna konotatif yang berarti anugerah, kekuatan, kekuasaan, dan kemampuan. Walhasil, Al-Qur’an tidak menyinggung sama sekali tentang mencium tangan, baik secara langsung maupun tidak.

Dalam khazanah hadis Nabi saw. yang merupakan rujukan kedua umat Islam, banyak ditemukan hadis yang membicarakan tentang mencium tangan, baik hadis dengan kualitas sahih, hasan, maupun daif. Karena banyaknya hadis yang menyinggung tradisi mencium tangan, dalam tulisan yang sederhana ini hanya beberapa hadis yang menjadi data pembahasan. Di antara hadis-hadis tersebut adalah sebagai berikut:

Hadis Pertama:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَشْبَهَ كَلامًا وَحَدِيثًا بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنْ فَاطِمَةَ، وَكَانَتْ إِذَا دَخَلَتْ عَلَيْهِ قَامَ إِلَيْهَا فَقَبَّلَهَا وَرَحَّبَ بِهَا وَأَخَذَ بِيَدِهَا فَأَجْلَسَهَا فِي مَجْلِسِهِ، وَكَانَتْ هِيَ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ قَامَتْ إِلَيْهِ مُسْتَقْبِلَةً وَقَبَّلَتْ يَدَهُ.

“Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata: “Saya tidak melihat seorang pun yang lebih mirip dengan Rasulullah saw. dalam berbicara selain Fatimah. Jika dia bertamu ke rumah Rasulullah saw., beliau berdiri menyambut Fatimah, menciumnya, memegang tangan dan mendudukkannya di tempat duduknya. Begitu juga sebaliknya ketika Rasulullah saw. bertamu ke rumah Fathimah, ia berdiri untuk menyambut Rasulullah saw. dan mencium tangannya.”

Hadis di atas diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. yang merupakan istri Nabi saw. dan putri Abdullah bin Abi Quhafah, yang dikenal dengan nama Abu Bakar Siddiq. ‘Aisyah ra. termasuk dalam generasi sahabat yang dalam ilmu al-jarh wa al-ta’dil tidak diragukan lagi dalam aspek tsiqah dan ‘adl. Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa perawi, yaitu:

Abi Dawud Sulaiman bin al-Asyats dalam Sunan Abi Dawud (No. 5217). Sanad hadis ini sahih.
Muhammad bin Isa Tirmidzi al-Jami al-Kabir (No. 3872). Menurut Tirmidzi hadis ini hasan sahih gharib dan diriwayatkan dengan sanad yang berbeda dari ‘Aisyah ra.
Abi Abdullah Muhammad bi Abdullah al-Hakim al-Naysaburi dalam al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain (No. 4732/330 dan 4753/351). Menurutnya hadis ini sahih ‘ala syarth al-sahihain, tetapi tidak menyertakannya.
Ahmad bin Syu’aib al-Nasai dalam al-Sunan al-Kubra (No. 8311, 9192, dan 9193).
Abu Bakar al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (No. 13578).
Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (No. 971).
Muhammad bin Hibban bin Ahmad dalam Sahih Ibnu Hibban (No. 6954). Sanadnya sahih.
Abu Bakar Muhammad Ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 26).
Redaksi hadis di atas merupakan redaksi pada al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain dengan nomor hadis 4753. Pada riwayat-riwayat yang lain terdapat perbedaan dalam segi redaksi matan, tetapi memiliki kesamaan dalam kandungan maknanya.

Pada redaksi hadis di atas sangat jelas disebutkan bahwa Fatimah ra. mencium tangan Nabi saw. Sementara redaksi yang menjelaskan Nabi saw. mencium Fatimah ra. memiliki tafsir yang beragam. Hal ini disebabkan kata “tangan” tersebutkan setelah kata “mencium” sehingga apakah kata ganti perempuan pada kata “menciumnya” merujuk pada tangan atau pada anggota tubuh Fatimah ra. yang lain seperti kening atau pipi.

Namun, hadis ini secara umum membuktikan bahwa praktik mencium tangan seorang ayah yang dilakukan oleh anak telah dicontohkan oleh Fatimah ra. Hal ini juga menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh Fatimah ra. tersebut mendapat pengakuan positif dan tidak ada penolakan dari Nabi saw. Praktik mencium tangan ini merupakan wujud sikap hormat dari anak kepada orang tua.

Hadis Kedua:

  عَنْ جَابِرٍ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَامَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَبَّلَ يَدَهُ

“Diriwayatkan dari Jabir bahwa Umar berdiri –sebagai penghormatan– kepada Nabi Muhammad saw. lalu mencium tangannya.”

Hadis di atas diriwayatkan dari Jabir ra. Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdullah bin ‘Amr bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab. Beliau termasuk kaum Anshor dari Bani Salamah, kabilah Khazraj. Jabir ra. lahir pada 16 S.H./603 M. dan meninggal pada umur 94 pada tahun 78 H./697 M. Jabir ra. termasuk dalam generasi sahabat yang dalam ilmu al-jarh wa al-ta’dil tidak diragukan lagi dalam aspek tsiqah dan ‘adl. Hadis ini merupakan hadis marfuk, yaitu hadis yang langsung disandarkan sahabat kepada Nabi saw.

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 11). Sanad hadis ini dinilai jayyid (baik) oleh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari. Namun, menurut Mahmud al-Haddad hadis tersebut lemah dalam sanad karena ada perawi yang dha’if, yaitu Ubaidillah bin Said al-Ja’fi dan al-A’masy yang dianggap mudallas (perawi yang menyandarkan hadis kepada seseorang yang sebenarnya ia sendiri tidak semasa atau tidak mendengarnya langsung).

Hadis Ketiga

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ قَالَ قُمْنَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ

“Diriwayatkan dari Usamah bin Syarik, ia berkata: “Kami berdiri –sebagai penghormatan– kepada Nabi Muhammad saw. lalu mencium tangannya.”

Hadis ini diriwayatkan dari Usamah bin Syarik ra. Nama lengkapnya adalah Usamah bin Syarik al-Tsa’labi, dari Bani Tsa’labah bin Sa’d. Usamah ra. termasuk dalam generasi sahabat yang dalam ilmu al-jarh wa al-ta’dil tidak diragukan lagi dalam aspek tsiqah dan ‘adl. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 2). Sanad hadis ini dinilai qawi (kuat) oleh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari.

Hadis Keempat

عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ أَنَّ يَهُودِيًّا قَالَ لِصَاحِبِهِ: اذْهَبْ بِنَا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: فَقَبَّلَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ وَقَالَا: نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيُّ اللَّهَ ﷺ

“Diriwayatkan dari Sofwan bin ‘Assal bahwa seorang Yahudi berkata kepada temannya: “Ajaklah saya kepada Nabi (Muhammad saw.) ini.” Sofwan berkata: “Kemudian mereka berdua mencium tangan dan kaki Nabi saw. seraya berkata: ‘Kami bersaksi bahwa engkau adalah Nabi.”

Hadis di atas diriwayatkan dari Sofwan bin ‘Assal ra. Nama lengkapnya adalah Sofwan bin ‘Assal bin ‘Amir al-Muradi, dari Bani Rabadh bin Zahir bin Amir yang tinggal di Kufah. Sofwan meninggal sekitar tahun 40 Hijriah. Sofwan ra. termasuk dalam generasi sahabat yang dalam ilmu al-jarh wa al-ta’dil tidak diragukan lagi dalam aspek tsiqah dan ‘adl. Hadis di atas merupakan redaksi dari riwayat Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 4). Beberapa kitab hadis meriwayatkannya dengan beberapa versi redaksi lengkap, di antaranya:

Muhammad bin Isa Tirmidzi al-Jami al-Kabir (No. 2733 & 3144). Menurut Tirmidzi hadis ini hadis hasan sahih.
Ahmad bin Syu’aib al-Nasai dalam al-Sunan al-Kubra (No. 3527 dan 8602). Menurut Abu Abdurrahman, hadis ini termasuk hadis munkar, yaitu hadis yang dalam sanadnya ada perawi yang banyak kesalahan atau tampak kefasikannya.
Muhammad bin Yazib Ibnu Majah dalam Sunan Ibn Majah (No. 3705).
Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal (No. 18092). Sanadnya dha’if karena ada Abdullah bin Salimah.
Abi Abdullah Muhammad bi Abdullah al-Hakim al-Naysaburi dalam al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain (No. 20). Menurutnya hadis ini sahih.
Abu Bakar al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (No. 16673).
Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 2).
Hadis ini merupakan cuplikan singkat dari kisah dua orang Yahudi yang ingin bertemu Nabi saw. dan menanyakan tentang Surah al-Isra ayat 101 yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata.” Lalu mereka pun datang kepada Nabi saw. dan menanyakan tentang ayat tersebut.

Nabi saw. menjawab: “Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, jangan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, kecuali dengan hak, jangan mencuri, jangan berzina, jangan lari dari medan pertempuran, jangan melakukan sihir, jangan memakan riba, dan janganlah kalian menyerahkan orang yang tidak bersalah kepada penguasa hingga ia membunuhnya. Dan khusus bagi kalian hai orang-orang Yahudi! Janganlah kalian melanggar larangan (mencari ikan) pada hari Sabtu.”

Lalu kedua orang Yahudi itu pun mencium tangan dan kaki Nabi saw. dan berkata, “Kami bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Kemudian Nabi saw. bertanya tentang apa yang menghalangi mereka masuk Islam. Mereka menjawab: “Nabi Dawud as. pernah berdoa agar dari keturunannya tidak ada yang menjadi Nabi. Kami khawatir dibunuh orang-orang Yahudi kalau kami masuk Islam.”

Hadis Kelima

عَنْ هُوْد بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعْد سَمِعْتُ مَزِيْدَة اَلْعَبْدِي يَقُوْلُ وَفَدْنَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ ﷺ قَالَ فَنَزَلْتُ إِلَيْهِ فَقَبَّلْتُ يَدَهُ

“Diriwayatkan dari Hud bin Abdillah bin Saad, ia berkata: “Saya mendengar Mazidah al-‘Abdi berkata: ‘Kami bertamu kepada Rasulullah saw., lalu saya tiba kepada beliau dan mencium tangannya.”

Hadis ini diriwayatkan dari sahabat Mazidah al-‘Abdi. Nama lengkapnya adalah Mazidah bin Malik bin Hamam al-Abdi al-Ashri. Mazidah adalah kakek dari Hud bin Abdillah bin Sa’d, yang menurut Ibnu Hibban termasuk tsiqah dan menurut Ibnu Qatthan termasuk perawi majhul yang tidak meriwayatkan darinya, kecuali Thalib bin Hujair.

Redaksi hadis di atas diriwayatkan oleh Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 6 dan 9). Ibnu Hajar menilai hadis ini jayyid. Menurut Mahmud al-Haddad, penahkik kitab tersebut, kualitas hadis ini dha’if. Hadis ini juga memiliki beberapa versi, tetapi tanpa menyertakan “cium tangan”. Selain itu, hadis yang serupa diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (No. 587).

Hadis Keenam

عَنِ الزَّارِعِ اَلْعَبْدِيِّ – وكَانَ في وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ – قَالَ: لَمّا قَدِمْنَا المَدِينَةَ فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ رَسُولِ ﷺ وَرِجْلَهُ

“Diriwayatkan dari Zari’ –yang saat itu termasuk rombongan Abd al-Qais, ia berkata: “Saat kami tiba di Madinah, kami langsung bergegas turun dari kendaraan kemudian mencium tangan dan kaki Nabi Muhammad saw.”

Hadis keenam ini diriwayatkan dari sahabat Zari’ al-Abdi, nama lengkapnya adalah Zari’ bin Amir al-Abdi. Kandungan isi hadis di atas sebenarnya memiliki kemiripan dengan hadis kelima. Keduanya memiliki redaksi yang panjang dan mencium tangan merupakan satu dari beberapa sisi yang terdapat pada hadis tersebut. Dalam beberapa redaksi yang panjang dan pendek, hadis di atas diriwiyatkan oleh:

Abi Dawud Sulaiman bin al-Asyats dalam Sunan Abi Dawud (No. 5225). Kualitas hadis ini hasan lighairihi.
Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (No. 975). Dengan redaksi yang lebih ringkas.
Abu Bakar al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (No. 13587).
Sulaiman bin Ahmad al-Tabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir (No. 5313). Menurut penahkik hadis ini dha’if.
Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 20).
Hadis ini bercerita tentang rombongan Bani Abdul Qais yang pergi ke Madinah dan ingin bertemu dengan Nabi saw. Zari’ merupakan anggota rombongan tersebut. Sesampainya di Madinah mereka langsung bertemu Nabi saw. dan mencium tangan dan kaki beliau. Namun, ada seorang yang bernama Mundzir al-Asyaj yang tidak langsung menemui Nabi saw., tetapi membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Setelah itu barulah ia menemui Nabi saw. dan terjadilah percakapan di antara keduanya. Nabi saw. memuji Mundzir karena memiliki dua sifat yang dianugerahkan Allah Swt. kepadanya, yaitu sikap tenang dan sabar.

Hadis Ketujuh

أَنَ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ حَدَّثَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ ابْنِ أَبِيْ لَيْلَى وَذَكَرَ قَصَّةً قَالَ فِيْهَا: فَدَنَوْنَا َقَبَّلْنَا يَدَهُ

“Bahwasannya Abdullah bin ‘Umar menceritakan kisah (tentang kembalinya dari perang) kepada Abdurrahman bin Abi Layla dan ia berkata: “Lalu kami mendekat dan mencium tangan Nabi saw.”

Hadis ini diriwayatkan dari Ibnu Umar. Nama lengkapnya adalah Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab. Beliau termasuk kalangan sahabat yang meriwayatkan hadis langsung dari Nabi saw. Beliau dilahirkan di Makkah, 20 tahun sebelum hijrah dan wafat tahun 74 H di kota yang sama.

Hadis ini merupakan kisah panjang yang menjelaskan tentang pengakuan Ibnu Umar dan para sahabat setelah kembali diutus (sariyah) Nabi saw. untuk sebuah peperangan dan merasa khawatir dianggap lari dari medan perang dan dimarahi oleh Nabi saw. Mereka pun menunggu Nabi saw. sebelum salat Fajar. Saat Nabi saw. keluar, mereka pun berdiri dan menganggap mereka sendiri sudah lari dari perang agar mendapat pengampunan. Namun, Nabi saw. tidak menganggap mereka lari, tetapi kembali dari peperangan. Lalu mereka pun mendekat kepada Nabi saw. dan mencium tangannya.

Hadis yang menceritakan kisah ini diriwayatkan oleh beberapa perawi, tetapi yang menyinggung cium tangan hanya diriwayatkan para perawi berikut:

Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (No. 972).
Abi Dawud Sulaiman bin al-Asyats dalam Sunan Abi Dawud (No. 2647). Sanad hadis ini dha’if.
Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal (No. 1813). Sanadnya dha’if karena ada Yazid bin Abi Ziyad.
Muhammad bin Yazib Ibnu Majah dalam Sunan Ibn Majah (No. 3704).
Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 3).
Mencium Tangan dalam Atsar Sahabat

Para sahabat dan tabiin juga melakukan cium tangan di antara sesamanya. Beberapa atsar menjelaskan tentang mencium tangan sahabat dan tabiin. Cium tangan di antara mereka merupakan simbol penghormatan dan adab karena termasuk ahli bait Nabi saw., derajat keilmuan atau keulamaan, dan berharap keberkahan. Di antaranya adalah sebagai berikut:

عَنْ عَمَّارِ بْنِ أَبِي عَمَّارٍ، أَنَّ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَكِبَ يَوْمًا، فَأَخَذَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِرِكَابِهِ، فَقَالَ: تَنَحَّ يَا ابْنَ عَمّ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ: “هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا وَكُبَرَائِنَا”، فَقَالَ زَيْدٌ: ” أَرِنِي يَدَكَ” فَأَخْرَجَ يَدَهُ فَقَبَّلَهَا فَقَالَ:   هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِأَهْلِ بَيْتِ نَبِيِّنَا ﷺ

“Diriwayatkan dari Ammar bin Abi ‘Ammar bahwa pada suatu hari Ziad bin Tsabit menaiki (tunggangannya) lalu Ibnu ‘Abbas memegani sanggurdinya, lalu Zaid berkata: “Tak perlu begitu wahai sepupu Rasulullah saw.” Ibnu ‘Abbas menjawab: “Seperti ini lah kami diperintah dalam memperlakukan ulama dan pembesar kami.” Lalu Zaid berkata: “Mana tangan engkau?” Ibnu ‘Abbas pun menjulurkan tangan lalu Zaid pun menciumnya seraya berkata: “Seperti ini kami diperintah dalam memperlakukan ahli bait Rasulullah saw.”

Atsar di atas diriwayatkan oleh:

Abu Bakar Ahmad bin Marwan al-Dainuri dalam al-Mujalasah wa Jawahir al-‘Ilm (No. 1314).
Abu Umar Yusuf bin Abdillah al-Qurthubi dalam Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi (No. 832).
Yahya bin Husein bin Ismail al-Syajari dalam Tartib al-Amali al-Khamisiyah (No. 359).
Alauddin Ali bin Hisamuddin bin Qadi al-Hinddi dalam Kanz al-‘Amal fi Sunan al-Aqwal w al-Af’al (No. 37061).
Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 30).
Redaksi atsar di atas menjelaskan sikap Zaid bin Tsabit ra. terhadap Abdullah bin Abbas bin Abdul Muttalib ra. Keduanya merupakan kalangan sahabat.  Ibnu Abbas adalah sepupu Nabi saw. dan dijuluki sebagai Turjuman al-Quran dan Zaid ra. merupakan penulis Al-Qur’an sekaligus sekretaris Nabi saw. Atsar di atas sangat jelas memberikan alasan kenapa Zaid mencium tangan Ibnu Abbas, yaitu sebagai penghormatan kepada kerabat Nabi saw. Selain itu, Zaid memegangi hewan yang ditunggangi Ibnu Abbas sebagai penghormatan atas keulamaan dan kealiman beliau.

عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ: رَأَيْتُ عَلِيًّا يُقَبِّلُ يَدَ الْعَبَّاسِ وَرِجْلَهُ وَيَقُوْلُ: أَيْ عَمُّ اِرْضَ عَنِّي

“Diriwayatkan dari Shuhaib, ia berkata: “Saya melihat Ali ra. mencium kedua tangan al-‘Abbas dan kakinya seraya berkata: ‘wahai paman, ridailah diriku.”

Atsar di atas diriwayatkan Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (No. 976). Juga oleh Abu Bakar Ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 13 dan 15). Abbas ra. termasuk kalangan sahabat. Beliau adalah Abbas bin Abdul Muttalib bin Hasyim ra., paman Nabi saw. sekaligus paman Ali bin Abi Thalib ra. Penciuman tangan Abbas ra. oleh Ali bin Abi Thalib merupakan bentuk penghormatan kepada orang yang usianya lebih tua dalam kekerabatan.

عَنِ ابْنِ جَدْعَانَ قَالَ سَمِعْتُ ثَابِتًا –هُوَ اَلْبَنَّانِي– يَقُوْلُ لِأَنَسٍ: مَسَسْتَ رَسُوْلَ اللهِ بِيَدَيْكَ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَأَعْطِنِيْ يَدَكَ. فَأَعْطَاهُ فَقَبَّلَهَا

“Diriwayatkan dari Ibn Jad’an, ia berkata: “Saya mendengar Tsabit al-Bannani berkata kepada Anas: ‘Apakah engkau menyentuh Rasulullah dengan kedua tanganmu?’ Anas menjawab: ‘Iya.’ Tsabit berkata: ‘Tunjukkanlah tanganmu padaku.’ Lalu Anas menunjukkannya dan Tsabit menciumnya.”

Atsar di atas diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (No. 974). Nama lengkap Tsabit adalah Tsabit bin Aslam al-Bannani. Termasuk dari kalangan tingkat keempat dari para perawi hadis. Dalam pandangan ulama jarh wa ta’dil, Tsabit termasuk perawi tsiqah. Sementara Anas atau Anas bin Malik termasuk dari kalangan sahabat. Sikap Tsabit mencium tangan Anas merupakan penghormatan sekaligus berharap keberkahan dari tangan yang telah merasakan sentuhan dengan Nabi saw.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ رَزِينٍ قَالَ: “مَرَرْنَا بِالرَّبَذَةِ، فَقِيلَ لَنَا: هَا هُنَا سَلَمَةُ بْنُ الأَكْوَعِ، فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ، فَأَخْرَجَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: بَايَعْتُ بِهَاتَيْنِ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَخْرَجَ كَفًّا لَهُ ضَخْمَةً كَأَنَّهَا كَفُّ بَعِيرٍ، فَقُمْنَا إِلَيْهَا فَقَبَّلْنَاهَا

“Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Razin, ia berkata: “Kami melewati daerah Rabdzah yang ditinggali oleh Salamah bin Akwa’. Kemudian saya mendatangi dan menyalaminya. Salamah berkata: ‘Saya berbaiat kepada Nabi saw. dengan kedua telapak tangan ini?’ Ia pun menunjukkan telapak tangannya yang besar seperti telapak unta. Kemudian saya pun berdiri dan mencium tangannya.”

Atsar di atas diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (No. 973). Juga oleh Abu Bakar Muhammad ibn al-Muqri dalam al-Rukhshah fi Taqbil al-Yad (No. 12).

Nama lengkap Salamah adalah Salamah bin Amr bin Akwa’. Beliau adalah dari kalangan sahabat yang mengikuti baiat Ridwan. Salamah dijuluki nabi sebagai sahabat yang pemberani dalam peperangan. Salamah meninggal pada tahun 74 H. Abdurrahman bin Razin mencium tangan Salamah sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua usianya sekaligus berharap keberkahan dari tangan yang telah merasakan sentuhan dengan Nabi saw.

Inilah ajaran wahabi salafi mujassimah
Kalau ngga ngibul dan berdusta Tidak bakalan laku, Hanya orang awam dan tidak mau mnggunakan akal yng mau mngikuti 

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS