Sidebar ADS

PEMBELOKAN TERHADAP NU AKAN HANCUR

      Yang Memusuhi NU, Hancur Dengan              Sendirinya

Sejarah membuktikan organisasi-organisasi terdahulu hancur karena selalu memusuhi NU. Mulai dari PKI, Masyumi, DI/TII, NII, bahkan Orde Baru yang mengintimidasi NU selama 32 tahun pun kini hanya tinggal nama.

Andaikan NU tidak didirikan para ulama-ulama utama NU, para Aulia, dan tidak mendapat ridho Allah tentu NU sudah hancur sejak dari dulu.

NU merupakan organisasi yang didirikan para ulama yang memiliki sanad keilmuan yang jelas melalui para guru yang terhubung langsung dengan Rosulullah tanpa putus.

NU sebuah organisasi islam terbesar di Indonesia. Sejak berdirinya pada 1926, NU selalu konsisten dengan visinya. Visi NU adalah menegakkan ajaran islam menurut paham Ahlussunnah wal jama’ah di dalam bermasyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Di bawah ini benturan-benturan NU dengan ormas dan orpol subversif :

1. NU dengan Masyumi, yang bubar Masyumi.
2. NU dengan PKI, yang bubar PKI.
3. NU dengan PRRI/Permesta, yang bubar PRRI Permesta.
4. NU dengan DI/TII yang bubar DI/TII.
5. NU dengan Jamaah Islamiah (JI) yang bubar JI.
6. NU dengan HTI yang bubar HTI.
7. NU dengan FPI, yang bubar FPI (FPI tidak bisa menduplikasi NU karena FPI sangat suka dengan membuat teror-teror di masyarakat).

Para pengasong khilafah bisa menghancurkan Irak, Libya, Suriah, Afganistan tapi tidak mampu menghancurkan Indonesia, meski telah menghabiskan Milyaran Dollar.

Karena di NKRI masih ada sebuah organisasi Nahdlatul Ulama. Kami bangga menjadi warga Nahdliyyin. NU tak butuh kita, tapi kita yang butuh NU.

Satu di antara sekian identitas ulama aswaja adalah peka terhadap kemaslahatan mahluk. Seperti NU dalam mengaktualisasi khittah 26 itu, berarti melakukan upaya kemaslhatan umat yang berakhir pada titik optimalnya. 

Telah di ketahui halayak secara gamblang, secara rasional, bahwa khittah 26 yang salah satu butirnya membebaskan warga NU menyalurkan aspirasi/memilih pemimpin (nashbu al imamah) melalui salah satu partai politik.

Ini menunjuk adanya starting poin (titik awal) bagi tumbuhnya kesadaran berdemokrasi pancasila secara lugas di kalangan NU itu sendiri. Meskipun di akui masih ada kebingungan kecil di kalangan awam yang terbiasa mengikuti panutanya.

Namun khitah memproses tumbuhnya kesadaran berpolitik secara struktural maupun kultural, kemudian akan menyusul pula kesadaran berbangsa dan bernegara secara dinamis dan plural.

Wis saiki ora usah dremimil ndina wingi NU kudu ngene, kudu ngunu, saiki diganti karoan diakehi pendremimilane sing ngene-ngunu kuwe kudu NU, aja diwalik.

NU tidak ke mana mana tapi NU ada di mana mana.....??

Seperti ada pembelokan dan pengaburan Amalia dan sejarah NU.
Setiap mereka berkhutbah dan dakwah, yang di sebut pasti dari bani golongan nya, dan tokoh ulama nya.
Sedangkan kyai NU dan dzuriyat Walisongo tidak di sebut atau bahkan jarang di sebut.
Bahkan saat bertawasul mengirimkan Fatihah, hanya tokoh ulama mereka yg di tawasuli.
Sedangkan kyai NU jarang disebut.
Padahal mereka dalam Majelis atau pengajian yang terdapat banyak warga Nahdliyyin nya...

Sangat terstruktur sistematis dan masif yang mereka lakukan.
Untuk merebut dan menguasai NU


Wallohu aklamu bissowab........

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS