HARI SANTRI 22 OKTOBER 2023 PEMBEDA JELAS ANTARA PEJUANG & PENGHIANAT
"Waspadalah terhadap orang yang menusukmu dan mengatakan kepada dunia bahwa merekalah yang berdarah.” (Jill Blakeway)
Semua akal sehat akan sadar bahwa NU (Nahdhatul Ulama) dan Rabithah Alawiyah (RA), jelas berbeda. NU didirikan untuk Islam, sedangkan RA untuk Ras. Tentu saja yang dimaksud adalah Ras Ba’alawi, atau lebih dikenal Habaib Imigran Yaman. Yang secara genetik (Y-DNA), adalah bukan orang Arab, namun Yahudi Kaukasus.
Yahudi Kaukasus, atau KHAZARIA ini adalah Yahudi yang bukan keturunan dari Nabi Ishaq bin Ibrahim AS. Sekali lagi harus dijelaskan, mereka adalah bangsa lain yang mencangkok ke agama Yahudi dan berikutnya ingin mengakuisisi Yahudi itu sendiri. Selain yang masih murni ber-YDNA G, sebagian berdiaspora pernikahan dengan ras lain. Sehingga banyak Haplogroup Y-DNA yang kini mendiami Israel, dengan gerakan Zionismenya. Di Israel mereka juga rasis kepada Yahudi asli keturunan Ibrahim.
(http://internasional.republika.co.id/berita/qvz7q0320/ungkapan-mengejutkan-pm-palestina-soal-yahudi-mereka-khazar).
Lucunya mereka di Nusantara mengaku sebagai bagian dari Bangsa Arab, malah Keturunan Nabi SAW. Dan lebih ironis, melakukan Kapitalisasi Nasab palsunya tersebut. Kenapa penulis berani mengatakan palsu, karena :
Kekosongan dalam kitab nasab selama 550 tahun.
Kerancuan akan bukti sejarah terhadap klaim moyang mereka.
Ketiadaan isbat dari Naqobah pencatat nasab Nabi SAW terutama dari negara asal leluhurnya, Yaman dan Iraq.
Kegagalan kronis test DNA dengan keluarga besar Alawiyyin yang asli, baik Al Hasani atau Al Husaini Internaional. Kesimpulannya mereka adalah Alawiyyin palsu atau abal-abal.
Narasi ini harus tegas & jelas sebelum mereka mampu membuktikan 4 hal diatas. Karena kejahatan klaim Nasab Nabi ini bukanlah kejahatan biasa. Namun kejahilan luar biasa. Terhadap kesucian agama Islam dan Nabinya yang sangat dimuliakan.
Apalagi Kapitalisasi nasab yang dilakukan, diiringi dengan kebiadaban diluar akal sehat lainnya. Seperti pembelokan sejarah dan pemalsuan makam-makam leluhur Nusantara.
(Http://youtu.be/-4CuCtnvcrw?si=Lil001QMqm2VFfGS)
Sebagai putra-putri Nusantara yang sejarahnya sedang dirampok, maka wajib bangkit melawannya. Kecuali tentu saja, bagi mereka yang bermental budak, inlander atau mati akal sehatnya. Ibaratnya, ada tamu mau jadi maling di rumah kita kok malah dimuliakan. Kata Mpok Firza, “Stresss dia Kak Ema…!”
NU dan RA, Antara Kaum Pejuang dan Pengkhianat
NU didirikan tahun 1926, oleh banyak ulama Nusantara yang bermental Pejuang dan Anti Penjajahan. Dan catat, apabila ada klaim oknum Ba’alawi bilang mereka terlibat. Maka sebutkan siapa Hahib yang ikut di dalam Deklarasi Pendirian NU. Tentu saja jawabannya, NIHIL.
(http://www.gramedia.com/literasi/pendiri-nahdlatul-ulama/).
Selain pendirian NU 1926, ada peristiwa bersejarah lainnya dalam perjuangan Kemerdekaan, yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Bila merasa sealiran, semadzhab atau seideologi dalam perjuangan, maka harusnya ikut mendukung perjuangan NU. Namun kenyataannya, malah mendirikan organisasi sendiri demi kepentingan ras-nya. Bukannya melebur, malah eksklusif dan cenderung rasis. Buktinya? Baca 2 fatwa dari Mufti Batavia boneka Belanda, Usman bin Yahya. Terkait hukum kafa’ah dalam pernikahan yang rasis, dan mengharamkan pemberontakan pada Penjajah Belanda. Fatwa rasis diatas akhirnya memicu konflik ras dengan sesama Imigran Timur-Tengah yang awalnya bersatu dalam Jamiatul Khair. Namun akhirnya pecah dan mendirikan Al Irsyad. Konflik Ba’alawi dan Al Irsyad ini mengakibatkan pertumbuhan darah di berbagai tempat.
Dan kisah imigran bersaing di bawah dominasi Kolonial Belanda ini terjadi di banyak era sebelumnya. Termasuk bisa dibaca pada tulisan berikut ini, dimana pribumi menjadi budaknya, terutama di Batavia.
(http://bataviadigital.perpusnas.go.id/kisah/?box=detail&id_record=7&npage=1&search_key=&search_val=&status_key=&dpage=1)
Namun, kini mereka seolah sebagai bagian dari pihak paling berjasa bagi negeri. Klaim sesat bahwa Ba’alawi ikut berjuang dalam kemerdekaan bangsa, sangat bisa dipertanyakan dan dipatahkan.
Misalnya, siapa tokoh mereka yang terlibat dalam Sumpah Pemuda 1928. Jangankan terlibat, malah mereka mendirikan organsisasi sendiri yang rasis 2 bulan kemudian. (Robithoh Alawiyah berdiri 27 Desember 1928). Catat, dalam peristiwa bersejarah itu etnis Arab absen. Justru etnis Tionghoa malah yang terlibat aktif di dalamnya. Buktinya diadakan di rumah SIE KONG LIAN, seorang patriotik peranakan Tionghoa.
(http://museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id/sejarah-gedung/).
Baru setelah merasa terkucill dari pergaulan kepemudaan, maka sebagian Imigran Yaman Non Ba’alawi mulai tergerak dan sadar mendukung Sumpah Pemuda. Dan ini terjadi TELAT 6 TAHUN, atau pada tahun 1934. Itupun konon di bawah intimidasi dan teror dari Ba’alawi yang masih ingin menjadi antek kesayangan kolonial.
Kejahatan atas klaim sesat Turunan Nabi, maupun klaim keterlibatan Sejarah Kemerdekaan Bangsa ala narasi gegabah Ba’alawi. Bisa di-inventarisir dengan sangat banyak dan sistematis.
Pertanyaan lengkap yang harus dijawab akal sehat :
Dalam posisi di pihak mana Mufti Batavia Usman bin Yahya berpihak dengan fatwa sesatnya terkait pernikahan rasis dibungkus kafa’ah, dan haram memberontak pada kolonial?
Pro Kemerdekaan atau Penjajah.
Adakah Deklarator NU dari Ba’alawi? Kok sekarang seolah NU harus menghormat pada Ba’alawi, dan kastanya seolah diatas ulama-ulama NU asli pribumi Nusantara.
Dimana posisi Ba’alawi dalam Sumpah Pemuda 1928?
Dimana posisi Ba’alawi dalam Resolusi Jihad NU dalam menghadapi invasi Sekutu 1945?
Adakah ulama-ulama mereka jadi tokoh pergerakan yang ikut berjuang, atau menjadi korban di garis depan?
Dimana posisi Ba’alawi ketika menghadapi Agresi Militer 1 dan 2 dari Belanda? Adakah mereka menjadi tokoh Pejuang di dalamnya?
Dan dimana posisi mereka ketika menghadapi Pengkhianatan PKI baik tahun 1948 dan 1965. Adakah oknum atau ulama mereka yang menjadi korban clash dengan PKI?
Tentu saja kita tidak boleh lupa siapa Ketua Umum PKI DN. Aidit yang Ba’alawi ataupun Fahrul & Shofyan Baraqbah. Terlebih yang sudah pernah kami ulas, bahwa tokoh-tokoh Komunis di Yaman justru dari keluarga Ba’alawi sendiri.
Lalu klaim bahwa Sultan Hamid Al Gadri adalah bagian dari Ba’alawi yang diklaim sebagai pencetus lambang Garuda adalah klaim sepihak dan terlalu gegabah. Mengapa?
Benarkah Marga Al Gadri adalah Ba’alawi?
Coba ditelusuri, adakah marga ini di Yaman.
Coba dirunut, amaliah tradisinya selama ratusan tahun, lebih dekat ke ulama Nusantara atau ulama Ba’alawi.
Yang terakhir, coba di test Y-DNA, apakah marga ini berhaplogroup sama dengan Ba’alawi dari marga lainnya. Seperti Assegaf atau Bin Yahya misalnya (yaitu 2 marga yang mencoba mencaplok nasab Mataram Islam).
Bila kesemua pertanyaan tadi jawabannya ambigu, maka yang terjadi adalah, mereka sesungguhnya keluarga trah Nusantara yang sedang di-ba’alawikan.
Tujuannya? Tentu saja dahulu ini bagian dari penyesatan sejarah kolonial Belanda ala Van den Berg. Dan semoga pertanyaan kritis tersebut bisa membuka kesadaran nurani banyak pihak.
Tertulis di banyak kisah dan manuskrip, bahwa Burung Garuda adalah burung suci atau mitologi di Nusantara dan telah dipakai sejak era Majapahit hingga Mataram Islam. Dan secara teknis sudah dibantah oleh banyak Sejarawan Indonesia, bisa dilihat pada Seminar Nasional PADASUKA di UIN Jakarta tanggal 26 Agustus 2023 kemaren.
(http://youtu.be/Y9mD5CibAqY?si=E8yAUomPmOafmDog)
Khusus untuk Sultan Hamid Al Gadri, terlepas dari segala kontroversi, beliau pernah mendapat anugerah Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden (“Ajudan dalam Pelayanan Luar Biasa kepada Paduka Ratu Belanda”). Yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda. Silahkan dinilai dan dinalar sendiri dengan akal sehat.
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/Syarif_Hamid_II_dari_Pontianak).
HARI SANTRI, TONGGAK PEMBEDA PEJUANG DAN PENGKHIANAT
Sekali lagi, bila RA didirikan untuk kepentingan RAS. Maka NU, pada akhirnya tidak saja untuk ISLAM.
Karena dalam ideologi NU mengenal 3 Ukhuwah :
Ukhuwah Islamiyah, persaudaraan kepada sesama muslim.
Ukhuwah Wathoniyah, persaudaraan kepada sesama warga bangsa.
Ukuwah Basyariyah, persaudaraan dengan seluruh ummat manusia. “Dia yang bukan saudaramu dalam Iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan” (Imam Ali).
Dan hari Santri adalah pengakuan atas negara kepada sumbangsih NU atas dasar 3 ukhuwah diatas.
Bila Penjajah datang atas motivasi Gold, Glory dan Gospel. Maka NU mempertegas pembelaanya, bahwa siapapun tidak bisa memaksakan agama & keyakinannya, termasuk kepada Ummat Muslim Nusantara. Dan kepentingan mayoritas muslim di Nusantara harus dibela dan dilindungi.
Ini Ukhuwah Islamiyah.
Dan sebagai sebuah bangsa yang beraneka ragam, suku dan agamanya, hidup diatas tanah-air yang mulia. Maka mempertahankan tanah-air sebagai wujud kecintaan kepada negerinya, ini adalah Ukhuwah Wathoniyah. Semboyannya “Hubbul Wathon Minal Iman”, cinta tanah-air adalah sebagian dari iman. Karena orang beriman pastilah orang yang bersyukur. Termasuk mensyukuri nikmat tanah air tempat kita lahir dan tinggal di dalamnya. Ini sebagaimana seruan mempertahankan Madinah oleh Rosulullah. Dalam sekian perang menghadapi invasi aliansi kafir Qurays. Disitu Kaum Anshor dan Muhajirin, Suku Aus, Khazraj, bahkan Kaum Yahudi Qainuka, Nadhir dan Quraidho berjibaku melawan agresor. Banyak pahlawan perang dari mereka yang dipuji Rosulullah dalam banyak riwayat.
Terlepas hingga nantinya ketiga suku Yahudi tersebut berkhianat di belakang hari.
Kita tidak akan menguraikan bagaimana Hari Santri bisa terjadi. Termasuk kronologis lahirnya Kepres no. 22 tahun 2015.
Yang jelas Hari Santri, adalah dari Santri untuk Negeri. Ditandai Resolusi Jihad Hadrotussyaikh Hasyim Asy’ari. Dengan diiringi Hizib Nashor Assyadzili, memberi fatwa jelas bahwa anak-anak negeri termasuk dari NU adalah pejuang suci. Tidak akan pernah takut menghadapi penindas siapapun, dimanapun dan kapanpun. Baik itu penindas bersenjata militer, ataupun sekarang penidas berjubah klaim cucu Nabi.
Siapapun yang akan mengganggu negeri, niscaya hancur di bawah kaki Ibu Pertiwi.
Kisah Indonesia mempertahankan kemerdekaannya, adalah bagian dari catatan peradaban dunia. Tidak saja melahirkan peristiwa Epik Hari Pahlawan 10 Nopember 1945. Juga menjadi inspirasi Kemerdekaan dari banyak bangsa terjajah lainnya. Bahwa untuk merdeka, kita harus siap berkorban apa saja. Tatanan Dunia Baru memang digelar pasca PD II.
Kembali kepada implikasi Hari Santri dengan Resolusi Jihadnya. Ini mampu membakar Kaum Ulama dan Pesantren, serta laskar-laskar lainnya untuk mengobarkan perang terpusat di Surabaya. Salah satu kota besar dan pelabuhan terpenting di Nusantara. Yang kebetulan menjadi basis terkuat NU sejak awal berdirinya. Dimana perlawanan dahsyat dengan senjata tidak berimbang tersebut mampu menampar muka Inggris. Pemenang Perang Dubia II, Sang Pembonceng Belanda. Inggris memenangkan PD II tanpa kehilangan seorang jenderal pun. Lawannya tidak main-main, pasukan monster NAZI Jerman dan Fasis Italia.
Namun di negeri antah-berantah, di timur jauh bernama Nusantara, mereka justru kehilangan 2 orang Jenderalnya. Mallaby & Symonds. Peristiwa ini sangat menampar militer Inggris sepanjang masa, dan mereka berusaha membalasnya dalam konfrontasi di Sabah-Serawak. 2 Jenderal ditukar 2 negara bagian Malaysia.
(http://historia.id/politik/articles/gugurnya-jenderal-kedua-D8eKA/page/1).
Penulis jadi ingin bertanya, di peristiwa tersebut. Ba’alawi posisinya dimana kira-kira? Baik posisi lokasi atau keberpihakan.
Apakah sedih ataukah justru senang mendengar mantan majikannya mau datang. Yakni Belanda, yang dahulu memfasilitasi kapal angkut, gaji, tempat tinggal, pekerjaan, jabatan bahkan warga elit diatas pribumi ketika mau datang menjajah lagi.
Penjajah Belanda memang yang mengangkat harkat mereka. Dari warga dari negara termiskin di jazirah Arab, yang masih melarat hingga kini. Menuju negeri makmur, subur dan dihormati walau dengan klaim palsunya sebagai turunan Nabi. Sungguh suatu anomali di tengah gelombang badai ironi. Namun itulah kisah Yahudi Khazari yang mengaku turunan Nabi. Antek Kolonial, penjajah negeri, kaum gali yang mengaku banyak datuknya jadi wali. Tiap malam bisa Mi’raj 70 kali. Atau memadamkan neraka api, sebab mereka kunci surga dan syafaat Nabi.
Selamat Hari Santri, semoga para Kyai dan Santri mampu membuat bangga negeri, bahwa menjadi Pejuang tidak boleh berhenti, apalagi terbius klaim sesat para Yahudi Khazari pengaku turunan Nabi.
Merdeka !!!
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم
Wassalam, Salam Sejahtera dan Rahayu Nusantaraku.
KRT. FAQIH WIRAHADININGRAT