Sidebar ADS

KAROMAH DAN DAKWAH KANJENG SUNAN GUNUNG JATI

KAROMAH DAN DAKWAH KANJENG SUNAN GUNUNG JATI

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah atau Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari Walisongo, ia dilahirkan pada Tahun 1448 Masehi dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Mudaim).

Beliau adalah seorang pendakwah yang dikenal gigih, dan disebut dengan julukan wali kesembilan dari Wali Songo adalah Sunan Gunung Jati.

Tokoh Wali Songo satu ini cukup terkenal di perjalanan kisah sejarah perjuangannya saat melawan penjajah. Serta dalam kisah perkembangan agama Islam di tanah Jawa, khusunya daerah Jawa Barat.

Syarif Hidayatullah sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana (Raja Cirebon pertama sekaligus uwak Syarif Hidayatullah dari pihak ibu), Syarif Hidayatullah dinobatkan menjadi Raja Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar "Ingkang Sinuhun Kanjeng Susunan Jati Purba Wisesa, Panetep Panata Gama Aulia Allahu Khalifatur Rosulillahi Salallahualaihiwasalam".

Syarif Hidayatullah adalah putra dari Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam yang menikah dengan Nyi Mas Rara Santang putri dari Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja yang setelah menikah dengan Syarif Abdullah bergelar Syarifah Mudaim. Ayah Syarif Hidayatullah adalah seorang penguasa Mesir, putra dari Ali Nurul Alim bin Jamaluddin Akbar al-Husaini, seorang keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan (India) dan Alwi Ammul Faqih (Hadhramaut).

Pada masa lalu terdapat puluhan naskah yang menjelaskan tentang silsilah Syarif Hidayatullah yang diklaim oleh beberapa pihak dan menimbulkan kesimpangsiuran sehingga pada masa pertemuan agung para cendekiawan, sejarawan, bangsawan dan alim ulama senusantara dan: Gotra sawala) pertama yang dimulai pada tahun 1677 di Cirebon maka Pangeran Raja (PR) Nasiruddin (bergelar Wangsakerta) mengadakan penelitian dan penelusuran serta pengkajian naskah-naskah tersebut bersama para ahli-ahli di bidangnya. Hasilnya pada tahun 1680 disusunlah kitab Negara Kertabumi yang di dalamnya memuat bab tentang silsilah Syarif Hidayatullah (Tritiya Sarga) yang sudah diluruskan dari kesimpangsiuran klaim oleh banyak pihak.

Sunan Gunung Jati sebenarnya telah melakukan perjalanan dakwah ke berbagai wilayah di Nusantara. Namun lebih dikenal ketika beliau sedang memperjuangkan Islam di Kasultanan Cirebon.

Selain sebagai pendakwah atau penyebar agama Islam, Sunan Gunung Jati sangat dikenal sebagai pahlawan yang melawan penjajah dari Portugis.

Saat hendak menginjak di usia dewasa, Sunan Gunung Jati diberikan sebuah mandat untuk memimpin kerajaan untuk menggantikan ayahandanya, namun beliau menolaknya. Alasan utamanya adalah karena beliau ingin menyebarkan agama Islam ke seluruh Nusantara.

Tempat tinggalnya semula berada di wilayah Timur Tengah, namun Sunan Gunung Jati pulang ke tanah kelahiran ibundanya yaitu Nyi Mas Rara Santang yaitu tanah Jawa dengan niat menyebarkan agama Islam.

Popularitas Syarif Hidayatullah waktu itu disebabkan kepemimpinannya yang dianggap adil dan bijaksana. Bahwa ia memiliki pengaruh yang begitu besar saat menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

Ada beberapa langkah atau nilai-nilai yang pernah dijalankan oleh Sunan Gunung Jati ketika beliau memerintah sebagai seorang raja maupun seorang ulama atau pendakwah penyebar agama islam.

Pertama, yaitu menjalin silaturahim. Kala itu, model silaturahim yang dilakukan Sunan Gunung Jati adalah dengan mempererat perkawinan antar suku.

Kedua, yaitu memberdayakan rakyat dengan memberikan keterampilan pembuatan kerajinan untuk meningkat kan ekonomi rakyat. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga melakukan pemberdayaan dalam bidang kepemimpinan. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap pemimpin di masyarakat bisa mengurus rakyatnya dengan penuh kasih sayang, dan harus bisa mengendalikan serta mengerti ke inginan rakyatnya.

Ketiga, Sunan Gunung Jati selalu berdakwah langsung ke masyarakat bawah yang istilah sekarang blusukan. Dengan cara itu, dia bisa memahami karakter masyarakat yang dikunjunginya serkaligus menjadi solver problem.

Keempat, Sunan Gunung Jati mengubah aturan bulu bekti (pajak) menjadi atur bekti (zakat/infak/sodaqoh). Kebijakan Sang Wali untuk menghentikan pengiriman garam dan terasi sebagai upeti (pajak) ke Pajajaran juga diterap kan di Cirebon.

Di masa pemerintahannya, di Cirebon tidak dikenakan wajib pajak. Para kuwu dan gegeden yang berada di bawah perlindungan kerajaan Cirebon, dengan sukarela memberikan hasil panen atau hasil tangkapan ikannya kepada negara setahun sekali tanpa ditentukan jumblahnya.

Kelima, penegakan hukum. Sunan Gunung Jati menerapkan penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan dan membuat efek jera bagi pelakunya tanpa pandang bulu dan tebang pilih.

Keenam, menjaga stabilitas keamanan nasional dan regional. Pada masa ke pe mimpinan Sunan Gunung Jati, Cirebon memiliki sistem keamanan yang ber lapis-lapis untuk menjaga serangan dari luar.

Dan juga Sunan Gunung Jati memiliki kemampuan yang cukup jarang dimiliki oleh ulama pada umumnya, antara lain yakni ahli bahasa, ahli menyusun strategi politik dan peperangan, ilmu kedokteran, dan agama.

Pada saat itu beliau sangat terkenal karena kemahirannya untuk mendeteksi berbagai gejala penyakit sekaligus menyembuhkannya. Warga percaya bahwa Sunan Gunung Jati memiliki kesaktian untuk menyembuhkan berbagai penyakit atas izin Allah SWT.

Kisah cinta Raden Syarif Hidayatullah saat itu yang cukup populer yakni pada saat Ia bertemu dengan seorang putri kaisar dari negri China, bernama Nyi Ong Tin Nio.

Pernikahan tersebut bermula ketika Sunan Gunung Jati berhasil menyelesaikan sebuah tantangan yang berkaitan dengan kesaktian Sunan. Kaisar mengajukan beberapa pertanyaan yang semuanya berhasil dijawab dan dibuktikan kebenarnya.

Keberhasilan Sunan Gunung Jati dalam melewati tantangan tersebut akhirnya berujung pada pernikahan, dan menuntun Putri Nyi Ong Tin Nio untuk memeluk agama Islam.

Beliau juga telah berhasil mengislamkan ribuan prajurit perang yang berada di bawah pimpinan Kaisar.

Perjalanan Dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati dengan melalui berbagai cara, seperti lewat pernikahan, akulturasi budaya, kesenian, dan sebagainya.

Syarif Hidayatullah juga menyebarkan Islam melalui peperangan pada saat memperjuangkan Kasultanan Cirebon. Ketangguhan yang dimilikinya membuat banyak orang kagum dan mengenalnya hingga saat ini.

Metode penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Raden Syarif dikenal cukup unik. Hampir sama dengan wali-wali lainnya, beliau menggunakan metode kesenian yang mudah diterima oleh warga Cirebon.

Media penyebaran Islam yang digunakannya berupa gamelan, bagi siapa saja yang ingin melihat pertunjukan seni gamelan dari Raden Syarif, dianjurkan untuk mengucapkan syahadat terlebih dahulu.

Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam tidak menggunakan budaya Arab, tapi menggunakan adat dan budaya lokal melalui kesenian daerah. Hasilnya, Sunan Gunung Jati mampu meng- Islamkan Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta secara damai, tanpa ada peperangan.

Salah satu contohnya adalah beliau mengggunakannya sebuah gamelan "Sekaten" sebagai media penyebaran Islam pada masa itu kepada masyarakat. Sunan Gunung Jati biasa menabuh gamelan sekaten itu pada waktu ada ke ramaian, yakni pada saat Idul Fitri dan Idul Adha.

Masyarakat yang menyaksikan penabuhan gamelan tersebut diharus kan membayarnya. Namun, pembayaran tersebut tidak dengan uang, melainkan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

Karena itulah, gamelan itu disebut gamelan sekaten, yang berasal dari kata syahadatain (dua kalimat syahadat).

Untuk menyokong syiar Islam beliau, pada sekitar 1480 M, atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati, Sunan Gunung Jati dan Wali Sanga lainnya juga membangun Masjid Agung "Sang Cipta Rasa". Hingga saat ini, bangunan tersebut masih berdiri sesuai dengan aslinya.

Perjuangan Syarif yang paling terkenal yaitu saat pendirian Kesultanan Banten beserta jatuhnya Sunda Kelapa. Syarif Hidayatullah mengalami perjuangan yang cukup sulit karena pada saat itu terdapat ekspansi Portugis ke wilayah Nusantara.

Beliau memiliki peran besar untuk membimbing Pati Unus yang akhirnya mengalami kemenangan saat mengusir Portugis di wilayah Cirebon. Kecerdasan dan kemampuannya menyusun strategi perang membuat pihak musuh mundur dalam peperangan.

Metode dakwah Syarif Hidayatullah menjadi semakin halus dan ramah setelah Ia pulang dari Makkah bersama putranya, yakni Maulana Hasanuddin.

Mereka berdua membantu setiap orang di wilayah Banten untuk memeluk Islam dengan sukarela. Perjuangan Syarif Hidayatullah bersama anaknya tetap berlanjut hingga Portugis benar-benar mundur.

Kemudian mereka juga berjasa atas peristiwa penyatuan Banten sehingga banyak orang yang menganggap bahwa yang mengusai Banten pada saat itu adalah Sunan Gunung Jati.

Sunan Gunung Jati berada di masa peralihan yang cukup menegangkan ketika itu, khususnya pulau Jawa akan menerima nilai baru, yakni ajaran Kristen yang disebarkan oleh para penjajah.

Nilai tersebut dibawa oleh kedatangan Portugis yang pada saat itu berhasil menguasai wilayah Maluku untuk pertama kalinya.

Portugis gagal mengambil alih Jawa karena usaha dan perjuangan Sunan Gunung Jati beserta para murid-muridnya yang berada di bawah bimbingannya.

Beliau menghadapi masyarakat dengan latar belakang yang berbeda dari para wali sebelumnya. Ia menghadapi masyarakat yang pada saat itu memeluk ajaran Tiong Hoa dan berasal dari etnis China.

Dalam perkembangannya, Sunan Gunung Jati melakukan akulturasi budaya dengan nilai-nilai Islam yang bisa diterima oleh warga etnis China.

Namun, beliau juga masih menggunakan metode yang erat kaitannya dengan kepercayaan warga lokal tentang ajaran Hindu Budha.

Hal itu terbukti ketika Ia mengislamkan para warga melalui pertunjukan gamelan. Raden Syarif Hidayatullah mengajarkan nilai yang cukup penting, yakni bersikap toleransi sehingga Islam bisa diterima dengan mudah oleh banyak orang.

Ajaran tersebut sangat terkenal hingga kini, ada juga berupa "Ma Lima" atau "Moh Lima" seperti yang diajarkan oleh sunan Ampel.

Kata “Moh” berasal dari bahasa Jawa yang artinya “tidak”, dan “Limo” artinya “Lima”. Jadi arti dari Moh Limo adalah “Tidak melakukan lima hal atau perbuatan yang dilarang oleh Allah”.

Isi dari ajaran Moh Limo adalah:

1. Moh Mabuk (Tidak mabuk atau minum-minuman).
2. Moh Main (Tidak main atau tidak berjudi).
3. Moh Madon (Tidak main perempuan).
4. Moh Madat (Tidak nyandu).
5. Moh Maling ( Tidak mencuri).

Keberhasilan Beliau dalam Menyebarkan Islam melalui beberapa penjelasan yang tertulis di atas telah memberikan informasi tentang banyaknya keberhasilan dan pencapaian yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati.

Di samping itu, kewalian beliau banyak di bicarakan tentang Karomah yang di milikinya.

Salah satu karomah beliau adalah merubah pohon menjadi emas. Peristiwa ini terjadi ketika Syarif Hidayatullah hendak pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah.

Beliau dibekali uang oleh ibunya sejumlah 100 dirham. Ditengah perjalanan, beliau dihadang oleh kawanan perampok. Namun beliau dengan tersenyum menyerahkan semua uangnya yang berjumlah 100 dirham tadi yang merupakan bekal yang di berikan oleh ibundanya.

Sang perampok masih tidak percaya kalau beliau hanya memiliki uang itu. Mereka, masih memaksa untuk mendapatkan uang lagi dari Syarif Hidayatullah.

Melihat kejadian ini, sang sunan malah tersenyum dan menunjuk pohon di dekatnya seraya berkata, “Silahkan, ini ada satu lagi sebuah pohon yang terbuat dari emas, silahkan bagi-bagikan ke semua kawan-kawanmu.”

Ternyata pohon yang ditunjuk oleh sang sunan berubah menjadi emas. Melihat hal ini para perampok tersebut menjadi tersadar bahwa, yang dihadapinya adalah bukan orang biasa.

Dan akhirnya malah para perampok tersebut sadar dan ingin menjadi murid sang sunan sampai akhirnya mereka memeluk agama islam atas keinginannya sendiri.

Karomah yang dimiliki oleh sunan Gunung Jati lainnya adalah dengan memindahkan istana Hindu Pakuan ke alam ghaib.

Hal tersebut dilakukan karena para pendeta hindu menolak untuk memeluk islam dan pindah dari istana Pakuan. Mereka bersikeras untuk tetap berada di istana Pakuan.

Dengan adanya hal ini, maka sang sunan memindahkan istana Hindu tersebut ke alam ghaib beserta para pendetanya. Bagi yang mau memeluk islam tetap tinggal di istana Pakuan di dunia nyata.

Dan bagi yang tidak ingin memeluk islam namun mau ditempatkan di luar ibukota Pakuan. Orang-orang inilah yang konon, menjadi cikal bakal suku Baduy yang tinggal di pegunungn daerah Banten.

Mereka dikenal sebagai 40 keluarga yang tinggal di Baduy dalam sebagai penerus 40 pengawal istana Pakuan. Bagi yang tidak terpilih menjadi anggota 40 keluarga, maka tinggal di Baduy luar.

Sunan Gunung Jati memiliki karomah lainnya yaitu salah satunya dapat mengeluarkan bala tentara tikus. Kejadian ini terjadi ketika beliau membantu peperangan antara kerajaan Demak dalam melawan kerajaan Majapahit.

Dalam peristiwa peperangan tersebut, beliau mengibaskan surban yang dipakainya. Dan muncullah bala tentara tikus yang sangat banyak jumlahnya dan membantu prajurit Demak perang melawan pasukan Majapahit.

Hal ini membuat pasukan Majapahit kocar-kacir dan lari tunggang langgang, karena serangan dari bala tentara tikus ini yang sangat membabi buta.

Kemudian karomah Sunan Gunung Jati yang sangat luar biasa lainnya adalah merubah bokor yang ditaruh di perut seorang putri untuk pura-pura hamil menjadi benar-benar hamil.

Kejadian ini dimulai dari kemashuran nama Sunan Gunung Jati yang membuat beliau diundang oleh raja di China untuk menguji kesaktiannya.

Beliau diuji dengan menebak beberapa gadis yang sedang hamil dan gadis yang didandani seperti orang hamil. Dan salah satunya adalah putri raja dari negri China itu sendiri yaitu putri Ong Tin Nio.

Putri tersebut diberi bokor diperutnya agar terlihat gendut dan ketika ditutup dengan bajunya akan terlihat hamil.

Dan akhirnya waktu pengujian sang Sunan tiba, sang Sunan menunjuk kalau sang putri Ong Tin Nio-lah yang sedang hamil. Melihat kejadian ini sang raja dan seluruh penghuni istana tertawa keras dan mengejek sang Sunan.

Namun sang Sunan tetap meyakinkan kalau putri Ong Tin Nio benar-benar hamil. Karena semua tidak percaya, maka akhirnya sang sunan meminta ijin untuk pulang ke Cirebon.

Setelah Sunan pergi dan putri Ong Tin Nio masuk ke kamarnya bersama dayang-dayangnya. Dan ketika mau membuka bokor diperutnya sang putri dan para dayang terkejut, bokor di perut sang putri menghilang dan perut sang putri benar-benar gendut alias hamil beneran.

Hal ini membuat dia menangis dan sangat sedih serta merasa bersalah ia dan ayahanda kaisar pada sang Sunan, maka sang putri meminta ijin pada ayahanda kaisar untuk menyusul sang sunan ke Tanah Jawa. Sang kaisar mengijinkan dengan diiringi pasukan lautnya dan beberapa pasukannya.

Akhirnya sang putri bertemu dengan Sunan Gunung Jati dan memohon maaf atas perbuatannya dan perbuatan ayahnya yang menguji beliau.

Dan akhirnya putri Ong Tin Nio menikah dengan sunan Gunung Jati dan terkenal dengan panggilan Nyi Ong Tin Nio atau Nyi Ratu Rara Semanding.

Sunan Gunung Jati diperkirakan berumur sampai 120 tahun. Beliau diperkirakan wafat dipertengahan abad 15, sekitar tahun 1568 Masehi.

Beliau dimakamkan di sebuah bukit di daerah Cirebon. Bukit itu bernama bukit Sembung yang khusus didirikan di pinggir kota Cirebon. Makam Sunan Gunung Jati berada kompleks pemakaman seluas 5 hektare.

Di Gunung Sembung terdapat kurang lebih 500 makam. Di lokasi ini, terdapat juga makam istri Sunan Gunung Jati, yaitu Putri Ong Tien Nio (Nyi Ratu Rara Semanding).

Makam Sunan Gunung Jati selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah. Mereka berdatangan dari berbagai wilayah di Cirebon, Jawa Barat atau daerah Jawa lainnya bahkan sampai dari luar pulau Jawa.

Khususnya pada malam Jum'at Kliwon, suasana makam akan sangat ramai dengan para peziarah. Pada bulan Maulid, pusaka-pusaka keraton akan diarak dari Keraton melalui alun-alun pada perayaan “Panjang Jimat“.

Komplek makam sunan Gunung Jati terdapat dua area bukit yaitu bukit Sembung dan bukit Gunung Jati yang hanya berjarak ratusan meter.

Wallahu'aklambhishowab...

WA ILAA HADROTI JAMII-IL AULIA ALLAH FIL JAWI KHUSUSON "SUNAN GUNUNG JATI SYARIF HIDAYATULLAH", WA AHLI BAITIHI WA ASH-HAABIHI WA DZURRIYATTIHI AJ-MA'IIN SYAI-UN LILLAAHI LAHUMUL AL- FATIHAH..

Sesungguhnya segala kebaikan itu datangnya dari Allah dan bila ada salah dan khilaf dari saya mohon di ma'afkan..🙏🙏🙏
Semoga "Raden Ampo Pecinta Sejarah Cirebon" bermanfaat dan dapat menambah wawasan sejarah Panjenengan..🙏

Dari berbagai sumber :
- Pesantren Ekonomi Darul Uchwah
- DUNIA ISLAM
- SANTRI EKONOMI · PUBLISHED 4 APRIL 20
- REPUBLIKA.CO.ID 2 Oct 15.

Gambar ilustrasi : Raden Ampo

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS