Sidebar ADS

NASAB BA'ALAWI CARUT MARUT GAK JELAS

NASAB BA'ALAWI CARUT MARUT GAK JELAS

Dalam Literatur Ulama Ba”alawi, Ubaidillah ditulis wafat tahun 383 Hijriah dan Ia seorang Imam yang dermawan; seorang ulama yang “rasikh” (mendalam ilmunya); guru para” Syaikul Islam”; pembuka kunci-kunci ilmu yang dirahasiakan; Tiada ditemukan yang menyamainya (dizamannya). Demikian, sebagian yang ditulis ulama Ba’alawi tentang Ubaidillah hari ini. (Keterangan Al-Burqoh halaman 136 dan Al-Masyra’ al-Rawi juz 1/75)

📽️𝙚𝙙𝙪𝙠𝙖𝙨𝙞 𝙝𝙞𝙠𝙢𝙖𝙝 𝙣𝙖𝙨𝙚𝙝𝙖𝙩 𝗾𝙪𝙧'𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝐒𝙚𝙟𝙖𝙧𝙖𝙝:https://www.facebook.com/pg/qsantri.eu.org/posts/qsantri.com

Anehnya, seorang “Imam Besar”, yang hidup di abad empat hijriah, sejarahnya gelap gulita pada masanya. Tidak ada satu kitab-pun membicarakannya. Jika ia Imam, tidak ada seorang pengikutnya-pun mencatatnya. Jika ia guru para “Syaikhul Islam”, tidak ada seorang ” Syaikhul Islam”-pun menyebut namanya, mengutip pendapat gurunya, bahkan walau hanya menulis namanya dalam silsilah sanad keguruannya. Ia benar-benar “orang besar” yang mastur dan misterius. Mungkinkah, karena ketawadlu’annya, atau ia berwasiat agar namanya tidak dituliskan; agar namanya dilupakan?
𝘽𝙖𝗰𝙖 𝙟𝙪𝙜𝙖 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙣𝙞:http://www.qsantri.com/2023/12/kasultanan-demak-bintoro-kerajaan-islam.html

“Imam besar” ini, hidup di Abad empat hijriah, katanya, ia lahir dan tumbuh besar di Bashrah, lalu umur duapuluh tahun hijrah bersama ayahnya ke Yaman. Di Abad itu, di Bashrah dan di Yaman, puluhan kitab ditulis, ratusan ulama hidup bergaul satu dengan lainnya, namun, di antara mereka, seorangpun tidak mencatat interaksinya dengan Ubaidillah. Kemanakah Ubaidillah sang “Imam Besar” ini bersembunyi? Apakah ia memang sosok historis? Atau ia hanya tokoh fiktif? Kemudian, “fiksi sejarah” nya ditulis tanpa proses heuristic, lalu diletakan begitu saja dengan ditenagai oleh kalimat denotative dan diksi glorifikatif, ekspresif dan plastis, sebagai pelengkap dari runtutan “teks sejarah” yang terputus?

𝘽𝙖𝗰𝙖 𝙟𝙪𝙜𝙖 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙣𝙞:http://www.qsantri.com/2023/12/bantahlah-hujjah-dengan-dasar-ilmu.html

Nama Ubaidillah dan “biografi” hidupnya, baru muncul 512 tahun setelah wafatnya. Sosoknya, pertama kali di munculkan oleh Habib Ali Al-Sakran (w. 895 H). bukan hanya menyebut nama dalam rangkaian silsilah, Al-Sakran, bahkan, telah berhasil mengungkap ketokohan Ubaidillah. Sesuatu yang tidak diketahui oleh ulama yang hidup sezaman atau berdekatan dengan Ubaidillah. Ia dapat diketahui oleh Al-Sakran tanpa sumber-sumber pendukung apapun. Al-Sakran adalah pioneer dalam meruntut “sejarah” Ubaidillah, dan sukses menjadikannya sebagai sosok “menyejarah”.

𝘽𝙖𝗰𝙖 𝙟𝙪𝙜𝙖 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙣𝙞:https://www.qsantri.com/2023/11/memahami-keutamaan-bab-ilmu-nasab.html

Ulama-ulama Ba Alawi masa kemudian, seperti Abu Bakar Al-Idrus Ba Alawi (w 914 H ), Muhammad Khirid Ba Alawi (w. 960 ), Muhammad bin Abu Bakar Asyili Ba Alawi (w.1093 H ), Muhammad Dhiya Syihab Ba Alawi , ketika mengungkap sejarah Ubaidillah, akan mengutip tulisan Al-Sakran dalam kitabnya Al-Burqoh Al-Musyiqoh. Masalahnya, lalu darimana Al-Sakran mengutip biografi Ubaidillah itu, setelah sebelumnya tidak satupun orang menyebut sejarahnya selama 512 tahun? Mungkin tradisi lisan!

𝘽𝙖𝗰𝙖 𝙟𝙪𝙜𝙖 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙣𝙞:https://www.qsantri.com/2023/12/agar-selamat-dari-fitnah-perbanyak.html

Tradisi lisan, berbeda dengan sejarah lisan. Sejarah lisan merupakan salah satu sumber sejarah: sejarah yang dilisankan oleh pelaku sejarah. Sedangkan tradisi lisan adalah cerita yang diungkapkan secara beruntun melalui lisan. Penutur tidak mengetahui apakah cerita ini fakta atau rekayasa. Tradisi lisan tidak dapat disebut sebagai fakta sejarah: tidak dapat dibedakan darinya antara mitos dan kenyataan; banyak bermuatan mistik yang tidak masuk akal, dan sifat subjektifitasnya masih sangat mendominasi. Ubaidillah bagi Ali Al-Sakran, apakah ia objek tradisi lisan yang dituliskan, atau justru ia sebuah karya baru yang diciptakan sebagai sumber masa selanjutnya.

𝘽𝙖𝗰𝙖 𝙟𝙪𝙜𝙖 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙣𝙞:http://www.qsantri.com/2023/12/fakta-strategi-tidak-terpuji-yang.html

Sebagai perbandingan, kita mengenal biografi para Wali Songo, Sunan Bonan misalnya, ia sebagai tokoh historis didukung oleh sumber-sumber sejarah primer dan atau sekunder, misalnya buku “primbon Sunan Bonang” yang berangka tahun 1597 M, buku itu dijadikan tesis oleh ilmuwan Belanda, yaitu B.J.O Schrieke dengan judul “Het Boek Van Bonang” (wejangan Sunan Bonang) tahun 1916. Buku itu hanya berjarak 72 tahun dari wafatnya Sunan Bonang pada tahun 1525 M, tentu angka tahun itu sangat dapat merekam kejadian sebelumnya dan masih sangat dapat dipertanggung-jawabkan.

 ❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS