Sidebar ADS

NASAB BA'ALAWI TIDAK SYUHRO DAN TIDAK ISTIFADLOH

NASAB BA'ALAWI TIDAK SYUHRO DAN TIDAK ISTIFADLOH 

Ketika kita mengetahui bahwa fulanah adalah ibu kita, darimana kita tahu bahwa ia adalah ibu kita, padahal kita tidak melihat dengan mata kepala sendiri ketika kita dilahirkan oleh fulanah itu? Kita mengetahuinya dari orang lain, dari keluarga kita, dari tetangga kita dan dari yang lainnya, itulah makna syuhroh wal istifadloh secara sederhana. 

Syuhro wal istifadloh (at-tasamu‘, mendengar dari mulut ke mulut) adalah cara yang diakui Islam untuk menentukan beberapa masalah fikih, termasuk nasab. 

Madzhab empat sepakat teori syuhroh wal istifadloh dapat diterapkan sebagai hujjah dalam menentukan nasab dan menafikannya, Nabi Muhammad Saw. menggunakan syuhroh walistifadloh ketika ia meyakini bahwa Hamzah bin Abdul Muttolib adalah saudara satu susuan dari Tsuwaibah, padahal Nabi waktu itu tidak melihat sendiri ketika Hamzah menyusu kepada Tsuwaibah karena Hamzah menyusu dua tahun sebelum Nabi Muhammad menyusu,
 40Syuhroh belum tentu istifadloh. 

Contoh: Abu bakar itu berasal dari Suku Quraisy.Yang demikian mashur diketahui oleh semua orang baik di Makkah maupun suku lainnya di Arab, bahkan seluruh dunia Islam. Itu Syuhroh (masyhur) dan Istifadloh (menyeluruh)
Ibnu Jauzi (w. 597) berasal dari Quraisyi. Yang demikian itu diketahui oleh ahli ilmu tapi tidak diketahui semua orang. Itu Syuhroh tapi tidak istifadloh (menyeluruh).

Ketika dikampung kita ada seorang sayyid atau syarif yang dikenal secara masyhur bahwa ia adalah syarif karena lahir dari seorang syarif dan kakeknya juga dikenal sebagai syarif maka ia bisa diyakini oleh kita sebagai syarif. Dalam arti jika kita bersaksi bahwa ia adalah seorang syarif maka kita tidak dianggap berdusta dalam kesaksian. Tapi apakah yang demikian itu cukup menjadi dalil bahwa ia syarif asli ? Belum. Masih membutuhkan syarat lainnya yaitu syuhroh wal istifadloh itu harus dalam semua generasi sampai generasi yang diakui. 

Jika seseorang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad s.a.w. maka dalam setiap generasi itu harus masyhur bahwa ia adalah keturunan Nabi, bukan hanya di masanya tapi terus dimasa ayahnya, kakeknya, buyutnya dst. Bagaimana cara mengetahuinya? 

Cara mengetahuinya adalah dengan syuhro 
wal istifadloh dimasanya. Yaitu dengan masyhurnya ia sebagai keturunan Nabi lalu untuk masa selanjutnya dengan kesaksian bahwa ia adalah cucu dari kakeknya yang dikenal sebagai turunan Nabi, dan jika sudah tidak ada saksi yang masih hidup untuk generasi selanjutnya ke atas, maka dibutuhkan kesaksian kitab-kitab nasab

Jika tidak ada kesakisan kitab-kitab dari nama-nama itu semua, maka disitulah 
syuhroh walistifadloh berlaku. Tapi jika misal
 di abad 5 ada kitab nasab yang menyebut Ahmad dengan nama anak-anaknya, tapi tidak menyebut ubaidillah sebagai anaknya, maka tidak bisa menggunakan teori syuhro walistifadloh untuk ubaidillah.ia tertolak,karena ada bayyinah yaitu kesaksian kitab semasa yng menyatakan Ubaidillah bukan anak Ahmad.

Imam Ar-Ruyani (w.502) menyebutkan di dalam kitab Bahrul Madzhab pendapat Imam Sayfi‘I tentang syarat-syarat syuhroh wal istifadloh, sebagai berikut: 

فهذا شرائط أربع طول الزمان وانتسابه إىل ذلك النسب ونسب غًنا إايا وعدم الدافع وعدم 
احأدلة الِت هي سبب البينة حىت جتوز الشهادة على النسب

"maka inilah empat syarat (penetapan nasab): sepanjang zaman; bernisbat kepada nasab yang orang lain (juga) bernasab kepadanya; tidak ada penolak; dan tidak adanya dalil-dalil yang merupakan sebab (ia bisa menjadi) bayyinah (bukti), sehingga bisa bersaksi terhadap nasab itu. (Bahrul Madzhab: 14/134 al maktabah asyamilah)Ibnu Hajar Al-asqolani berkata: 

الستفاضة اال ان يثبت ما خيالفهان النسب مما يثبت اب ٕٗ

“Sesunggunya nasab adalah sebagian dari yang bisa ditetapkan dengan metode istifadloh kecuali telah sohih sesuatu yang menentangnya” (al Jawab al Jalil: 47)

Nasab para habib Ba Alawi, tidakbisa di katakan sudah syuhroh wal istifadloh, karena syuhrohnya (masyhurnya) hanya sekarang sampai abad ke 9, sedangkan sebelumnya, abad 8,7,6,5 dan 4 keluarga ini tidak syuhroh dan tidak istifadloh. tidak ada yang menyebut Ubadilah sebagai anak Ahmad dari mulai masanya hidup, yaitu abad ke empat samapai abad 9 H. 

KESIMPULAN 

Berdasarkan data-data ilmiyah yang penulis sebutkan di atas, penulis menyimpulkan: 

1. Bahwa penisbatan keluarga habib Ba Alawi kepada Nabi Muhammad Saw. dimulai baru pada abad 9 Hijriah, yaitu ketika habib Ali al-Sakran mengiinterpretasi nama Abdullah yang terdapat dalam kitab al-Jundi (732 H.) sebagai orang yang sama dengan Ubaid leluhur Ba Alawi. 

Jadi penisbatan tersebut setelah 550 tahun sejak wafatnya Ahmad bin Isa. Selama 550 tahun sebelumnya, tidak ada kitab nasab yang menyebut Ubadillah sebagai anak Ahmad bin Isa. 

2. Abdullah yang disebut kitab al-Jundi (w. 732 H.) dalam kitab al-Suluk sebagai anak Ahmad bin Isa, terputus riwayat selama 387 tahun sejak wafatnya Ahmad bin Isa. Dan keberadaan Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa tertolak, karena kitab yang lebih tua, yaitu kitab al-Syajarah alMubarokah karya Imam al-Fakhrurozi menyebutkan dengan tegas bahwa anak Ahmad bin Isa berjumlah tiga orang yaitu: Muhammad, Ali dan Husain. 

3.Nasab para habib Ba Alawi terputus 550 tahun. Sangat sukar sekali menurut takaran ilmiyah untuk menyebut bahwa para habib Ba alawi adalah sahih sebagai keturunan Nabi Besar Muhammad Saw. Dari sisi riwayat nasab para habib ini adlah munqati‟ (terputus); dari sisi nasab, nasab ini termasuk dalam kategori mardud al-nasab (nasab yang tertolak). 

Sebagai manusia yang lemah dengan segala kekurangan tentunya penulis bersedia mendapatkan masukan dari berbagai fihak akan kekurangan buku penulis ini. Wallahu a‟lamu bi haqiqatil hal.
---------------------------------------------------------------
47جل ٌل عن حكم بلد الخل ٌل: الجواب ال 
. المذ هب: بحر 134/14المك

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS