Sidebar ADS

DAUN GHAT SEBAGAI BUDAYA PESTA KAUM YAMAN LEBIH BERBAHAYA DARI NARKOBA

DAUN GHAT SEBAGAI BUDAYA PESTA
KAUM YAMAN LEBIH BERBAHAYA DARI NARKOBA

Polisi menunjukan tanaman yang memiliki ciri fisik mirip dengan tanaman khat di Desa Karangsalam, Baturraden, Banyumas, Jateng, Senin (4/2). ( FOTO ANTARA/Idhad Zakaria)

Purwokerto (Antara Kalbar) - Siapa pun tidak akan menyangka jika daun Khat atau Ghat yang biasa disebut sebagai teh Arab bakal masuk dalam narkoba golongan I.

 Tanaman Khat atau Ghat ini menjadi buah bibir sejak mencuatnya kasus narkoba yang melibatkan artis papan atas, Raffi Ahmad.

Uji laboratorium yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) diketahui bahwa bahan narkoba yang ditemukan di rumah Raffi Ahmad merupakan turunan dari Katinona yang berasal dari tanaman Khat.

Kabar mengenai tanaman Khat yang mengandung Katinona sontak membuat geger masyarakat lantaran tanaman yang biasa disebut teh Arab ini ternyata banyak ditanam di sejumlah daerah seperti Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Keberadaan tanaman Khat di Baturraden ini diketahui berkat laporan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, kepada Kepolisian Resor Banyumas pada Senin (4/2).

Ketua LMDH Karangsalam Sisworo mengatakan, pihaknya mencurigai adanya tanaman Khat di desa ini setelah melihat tayangan di televisi terkait pemberitaan tentang Raffi Ahmad.

"Saat lihat televisi, saya ingat kalau sempat melihat tanaman tersebut di sini. Saya kemudian mencari informasi di internet dan ternyata tanaman tersebut sangat mirip dengan tanaman Khat," kata dia yang juga Kepala Dusun Munggangsari, Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Banyumas.

Oleh karena khawatir akan disalahgunakan oleh masyarakat, dia pun segera melaporkan temuan tanaman mirip Khat tersebut kepada polisi.

"Saya khawatir ada pemuda atau masyarakat yang menyalahgunakannya setelah adanya pemberitaan di televisi. Apalagi kabarnya tanaman ini tumbuh di dataran tinggi seperti kemarin yang ditemukan di Puncak, Bogor, kalau di sini sekitar 700 meter di atas permukaan laut," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan, ladang seluas 2.100 meter persegi ini milik seorang warga bernama Waerah (52) yang disewa seorang keturunan Arab bernama Ali yang tinggal di Purwokerto selama 10 tahun dengan biaya sewa Rp15 juta.

Salah seorang warga Dusun Munggangsari RT 01 RW 03, Nina mengatakan, orang yang menyewa ladang itu menyebut tanaman yang ditanamnya dengan sebutan teh Arab.

"Orang Arab itu biasanya datang sekitar satu hingga dua bulan sekali untuk memetik daun tanaman tersebut, terakhir datang sekitar seminggu lalu. Orang Arab itu memetik sendiri, temannya tidak boleh naik ke ladang," kata dia yang rumahnya berseberangan jalan dengan ladang tersebut.

Polres Banyumas yang menerima laporan adanya tanaman mirip Khat di Baturraden segera datang ke lokasi guna mengecek dan mengambil sampel.

Saat melakukan pengecekan, Kepala Polres Banyumas Ajun Komisaris Besar Polisi Dwiyono mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakat tanaman tersebut merupakan tanaman Khat yang mengandung Katinona.

"Kami mengambil sampel tanaman yang mirip Khat ini dan selanjutnya akan diuji di Laboratorium Forensik Cabang Semarang," katanya.

Setelah dilakukan pengujian di Laboratorium Forensik Cabang Semarang, Polres Banyumas mendapat kepastian bahwa tanaman tersebut merupakan tanaman Khat.

Oleh karena itu, Polres Banyumas segera melakukan pemusnahan terhadap tanaman Khat di Baturraden setelah mendapat izin dari pemilik tanaman yang diketahui sebagai warga keturunan Arab bernama Ali.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para saksi, baik pemilik lahan, pengelola, maupun penanam pohon tersebut, mereka tidak mengetahui jika tanaman Khat ini mengandung Katinona," kata Kapolres saat pemusnahan tanaman Khat, Rabu (6/2).

Ia mengatakan, penanaman tersebut dilakukan secara turun-temurun untuk digunakan sebagai bahan teh yang konon bisa menyembuhkan penyakit gula dan menurunkan kolesterol.

"Atas dasar pemeriksaan yang dilakukan oleh Laboratorium Forensik dan dinyatakan positif, maka pada siang hari ini kita bersama-sama menyaksikan pemusnahan pohon Khat," katanya.

Sementara itu, Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Jawa Tengah Komisaris Besar John Turman Panjaitan mengatakan, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang telah melaporkan dengan kesungguhan hati kepada Polres Banyumas terkait ditemukannya pohon yang mirip dengan tanaman Khat.

Menurut dia, langkah-langkah yang dilakukan Kapolres Banyumas sangat tepat karena ladang yang ditanami Khat ini segera dipasang garis polisi.

"Hari ini kami melakukan non-yustisial atau pemusnahan dengan cara merampas atas persetujuan dari keluarga Pak Ali (warga keturunan Arab yang menanam Khat, red.). Jadi, bukan polisi yang melakukan perampasan, karena kita masih membutuhkan izin," katanya.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa daun Khat mengandung Katinona yang termasuk narkotika golongan I nomor urut 35, kata dia, setiap orang yang menanamnya diancam pidana penjara minimal 20 tahun.

"Oleh karena kita sama-sama baru tahu, dan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Polres Banyumas bahwa yang bersangkutan menggunakan itu (daun Khat, red.) hanya untuk minum, bukan untuk diracik atau diekstrak lalu dijual," katanya.

Dia mengimbau seluruh masyarakat Jawa Tengah untuk tidak menanam tanaman Khat.

"Jika suatu hari ada yang sengaja menanam, akan kita laksanakan penyidikan, tidak seperti sekarang," katanya.

Salah seorang warga keturunan Arab yang tinggal di Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Umar Faraz mengatakan, daun Khat yang biasa disebut teh Arab ini sering dimanfaatkan sebagai obat untuk menurunkan gula darah, menurunkan kolesterol dan obat pelangsing tubuh.

"Saat di Arab, saya sering mengonsumsinya. Bahkan di Kedutaan Besar Yaman, daun Khat atau Ghat ini biasa digunakan untuk obat. Demikian pula di Yaman banyak diperjualbelikan secara bebas untuk obat," kata dia yang menderita diabetes.

Menurut dia, tanaman Khat tumbuh subur di Yaman maupun daerah pegunungan seperti Cisarua (Bogor) dan Baturraden (Banyumas).

Oleh karena itu, kata dia, banyak orang Arab yang memesan tanaman Khat dari Bogor dan Yaman karena di Arab Saudi tanaman ini tidak bisa tumbuh.

Lebih lanjut, dia mengatakan, tanaman Khat ini dikonsumsi dengan cara mengunyah pucuk daun yang masih muda dan disimpan di bagian kanan atau kiri gigi sehingga dari luar kelihatan pipinya menonjol.

"Cara mengunyahnya seperti mengunyah daun sirih, dihisap pelan agar kandungan airnya keluar. Tanaman Khat ini tidak menimbulkan efek ketagihan," katanya.

Disinggung mengenai zat Katinona yang dikandung daun Khat, Umar mengatakan, hal itu sebenarnya tidak perlu diperdebatkan karena kandungan Katinona dapat keluar setelah daun Khat ini diolah sama seperti singkong yang melalui proses fermentasi bisa menghasilkan ciu, serta tanaman anggur dapat menghasilkan  "wine".

Bahkan, kata dia, ciu dari hasil fermentasi singkong tidak hanya menimbulkan efek memabukkan tetapi juga dapat mengakibatkan kematian.

"Sama halnya dengan Khat atau Ghat, apakah tanaman anggur dan singkong perlu dimusnahkan atau dilarang karena dapat menghasilkan zat yang memabukkan setelah diolah? Menurut saya, larangan menanam Khat sangat berlebihan," katanya.

       Sama bahayanya
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan efek dari penyalahgunaan zat derivat (turunan) "chatinone" sama buruknya dengan dampak penyalahgunaan jenis psikotropika lainnya.

"Sebenarnya, 'chatinone' bisa dipakai obat, seperti antidepresi, dan sebagainya. Namun, kalau disalahgunakan efeknya luar biasa jeleknya sebagaimana dengan psikotropika yang lainnya," katanya.

Nafsiah mengakui zat derivat "chatinone" memang belum dimasukkan sebagai obat yang sudah terdaftar sebagai narkotika atau psikotropika, tetapi bisa dimasukkan sebagai narkotika melihat dampak-dampaknya.

"Ini kewenangan BNN. Saya yakin BNN akan segera membuat peraturan baru berkoordinasi dengan mitranya, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kemenkes berkaitan temuan zat baru tersebut," katanya.

Hingga saat ini, pihaknya belum secara intensif membahas temuan zat baru tersebut, tetapi dalam waktu dekat pasti akan dibahas antara BNN, BPOM, dan Kemenkes mengingat dampak negatif yang ditimbulkan.

"Kami belum pernah menyatakan bahwa itu (zat derivat chatinone, red.) tidak masuk narkotika karena waktu itu belum ada. Zat itu memang derivat baru yang sebelumnya belum pernah ada di Indonesia," kata dia.

Meski demikian, Nafsiah optimistis bahwa zat baru tersebut akan segera diatur BNN, mengingat dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan zat derivat "chatinone" yang sama luar biasanya dengan jenis psikotropika lain.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nova Riyanti Yusuf mengatakan Kementerian Kesehatan tidak perlu ragu mengeluarkan peraturan menteri yang baru apabila ditemukan narkotika jenis anyar yang belum diatur dalam undang-undang.

Komisi IX DPR RI tetap meminta Kemenkes bersama dengan BPOM untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan adanya narkotika jenis baru dan turunannya. Apabila ditemukan narkotika jenis baru maka Kemenkes tidak perlu ragu mengaturnya di dalam Peraturan Menteri sesuai amanat Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika," kata Nova.

Dia mengatakan pihaknya telah melakukan rapat dengar pendapat dengan Kementerian Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, HIV Cooperation Program Indonesia dan akademisi perwakilan narkotika, pada Rabu, untuk menyikapi penemuan BNN atas produk narkotika turunan dari jenis Katinona di kediaman salah satu selebritis tanah air belum lama ini.

Dalam rapat tersebut menurut dia, Kemenkes telah menjelaskan bahwa tidak ada narkotika jenis baru yang ditemukan di Indonesia sejak tahun 2009, atau semenjak UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika disahkan, hingga hari ini. Namun memang banyak terdapat turunan produk dari narkotika yang ada di dalam lampiran UU Narkotika.

Nova mengatakan meskipun tidak ditemukan narkotika jenis baru, Kemenkes bersama BPOM perlu terus melakukan antisipasi untuk mencegah mafia-mafia narkotika terlalu kreatif memproduksi narkotika jenis baru dengan mencari celah hukum.

❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS