KAFA'AH ITU URUF BUKAN RUKUN NIKAH
Bahwa pendapat dan fatwa Utsman bin Yahya Mufti Batavia Belanda pertama dan terahir dalam kitab al-Qawanin asy-Syarʹiyyah tentang perkawinan antara wanita syarifah dengan lelaki non-sayyid yang dihukumi tidak sah.
Sebagai argumentasi yang menguatkan pendapat Utsman bin Yahya adalah pendapat yang di ambil dari dua kitab yang berjudul Bugiyyah al-Musytarsyidin karya Abdurrahman Ba'alawi dan Tarsyikhul Mustafdin Bitausihi Fath al-Mu'in karya Alawi bin Ahmad al-Saqdf. Ternyata, dua pendapat ini lebih banyak dilatar belakangi oleh tradisi masyarakat Hadramaut ketika itu, dan Utsman bin Yahya sendiri hanya menerima hukum jadi yang diambilnya dari ulama terdahulu yang telah mengeluarkan fatwa lebih dulu, dalam hal ini tidak ada ijtihad baru yang dilakukan Utsman bin Yahya.
Namun fatwa dan pendapat Utsman bin Yahya ini berseberangan dengan pendapat mazhab Syafiʹi, dimana al-Imam Syafiʹi sendiri mengatakan bahwa tidaklah haram perkawinan yang tidak sekufu’ dan perkawinan tersebut dianggap sah.
Di sini terlihat inkonsistensi Utsman dalam berpendapat atau berfatwa, di mana beliau lebih memilih pendapat yang lain dibanding mazhab Syafiʹi sebagai mazhab yang dianutnya.
Selain itu, Utsman bin Yahya juga mengemukakan beberapa hadis yang dijadikan sebagai dalil nash yang menguatkan pendapatnya, namun hadi-shadis ini sama sekali tidak berkaitan dengan konteks kafa'ah.
Perkembangan selanjutnya, ternyata pemikiran Utsman bin Yahya ini sudah tidak relevan lagi dengan situasi sekarang, disamping karena pemikiran Utsman bin Yahya lebih bersifat eksklusif. Hal ini juga disebabkan karena keberadaan kafa’ah dalam suatu perkawinan tidak lain hanya untuk mencapai suatu keharmonisan dalam rumah tangga, sehingga ketentuan kafa'ah itu dapat berlaku sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya masing-masmg yang membutuhkan, tanpa harus memberatkan salah satu pihak dan jelas harus terlepas dari kepentingan pribadi.
Manyoritas ulama sependapat dengan pandangan bahwa sekufu’ hanya ada dalam hal agama, bukan dalam hal lain, tidak terkecuali kafa’ah nasab antara syarifah dengan non-sayyid, karena permasalahan kafa’ah pada dasarnya adalah permasalahan adat (uruf).
Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab, menyatakan rukun nikah ialah:
فَصْلٌ: فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا. " أَرْكَانُهُ " خَمْسَةٌ " زَوْجٌ وَزَوْجَةٌ وَوَلِيٌّ وَشَاهِدَانِ وَصِيغَةٌ
Artinya: "Pasal tentang rukun-rukun nikah dan lainnya. Rukun-rukun nikah ada lima, yakni mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua saksi, dan shighat."
Dari pemaparan di atas bisa kita pahami bahwa rukun nikah ada lima, yakni:
1. Mempelai pria.
Mempelai pria yang dimaksud di sini adalah calon suami yang memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan pula oleh Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab, juz II, hal. 42:
و شرط في الزوج حل واختيار وتعيين وعلم بحل المرأة له
Artinya: "Syarat calon suami ialah halal menikahi calon istri (yakni Islam dan bukan mahram), tidak terpaksa, ditertentukan, dan tahu akan halalnya calon istri baginya."
2. Mempelai wanita.
Mempelai wanita yang dimaksud ialah calon istri yang halal dinikahi oleh mempelai pria. Seorang laki-laki dilarang memperistri perempuan yang masuk kategori haram dinikahi. Keharaman itu bisa jadi karena pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.
3. Wali.
Wali di sini ialah orang tua mempelai wanita baik ayah, kakek maupun pamannya dari pihak ayah (‘amm), dan pihak-pihak lainnya. Secara berurutan, yang berhak menjadi wali adalah ayah, lalu kakek dari pihak ayah, saudara lelaki kandung (kakak ataupun adik), saudara lelaki seayah, paman (saudara lelaki ayah), anak lelaki paman dari jalur ayah.
4. Dua saksi.
Dua saksi ini harus memenuhi syarat adil dan terpercaya. Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghayah wa Taqrib, halaman 31 mengatakan, wali dan dua saksi membutuhkan enam persyaratan, yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil.
5. Shighat.
Shighat di sini meliputi ijab dan qabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan mempelai pria.
Itulah lima rukun nikah yang perlu diketahui terutama bagi yang hendak melangsungkan pernikahan. Semoga dimudahkan dalam mencapai keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁