Sidebar ADS

MASYARAKAT SALAH PRESEPSI TENTANG KEDATANGAN ORANG ARAB KE NUSANTARA

MASYARAKAT SALAH PRESEPSI TENTANG KEDATANGAN ORANG ARAB KE NUSANTARA 

Pemerintah kolonial Belanda menyebutkan para imigran dari Hadramaut (Yaman Selatan) datang ke Indonesia pada abad ke-19. Lalu para orientalis, seperti Snock Hurgronye, menyatakan Islam masuk ke Indonesia bukan dari Arab, tapi Gujarat (India). Tujuannya adalah untuk menghilangkan pengaruh Arab di Indonesia dan menggantinya ke Yaman, yang di mata Belanda sangat berbahaya bagi kelangsungan hidupnya di tanah jajahan.

Pendapat tersebut telah dibantah dalam seminar "Sejarah Masuknya Islam di Indonesia" yang berlangsung di Medan (1973). Seminar yang dihadiri para sejarawan dan pemuka agama ini menegaskan Islam telah berangsur datang ke Indonesia sejak abad pertama hijriah (abad ketujuh Masehi) dibawa oleh para saudagar Islam yang berasal dari Arab, lalu diikuti oleh orang Persia dan Gujarat belakangan dari Yaman.

Pada masa tersebut perjalanan dari Arab ke Indonesia dengan kapal layar memerlukan waktu berbulan-bulan, bahkan lebih setahun. Karena itu, mereka harus singgah di Gujarat yang kala itu merupakan bandar yang ramai.

Berarti, sejak lama orang Arab telah datang ke Indonesia, Malaysia dan daerah lain di Nusantara. Penduduk menerima orang-orang Arab yang mereka anggap datang dari tanah suci (Mekkah dan Madinah). Dapat dipahami bahwa pengaruh Arab di kedua negara tersebut relatif sangat besar.

Faktanya pada abad ke-18 dan 19, misalnya, masyarakat Nusantara lebih dapat membaca huruf Arab daripada latin. Maka, mata uang di masa Belanda ditulis dengan huruf Arab Melayu, Arab Pegon atau Arab Jawi. Bahkan, pada masa itu, cerita-cerita roman termasuk tulisan pengarang Tionghoa juga ditulis dalam huruf Arab Melayu. Mengingat sekitar 90 persen penduduk Indonesia adalah Muslim.

Sehubungan dengan hal di atas, wajarlah bila Indonesia-Arab merupakan golongan yang sedemikian unik, karena status atau kedudukan mereka akibat perpaduan antara Islam dan budaya Arab, serta sejarah mereka. Belanda menyebut pribumi sebagai inlander (bangsa kuli) yang membuat Bung Karno marah besar.

Strategi taktis infiltrasi penjajah Belanda untuk kepentingannya (mereduksi perlawanan Kiai pribumi) lewat imigran Arab Yaman yang sengaja didatangkannya memberikan sebutan ahwal (saudara dari pihak ibu) untuk pribumi. Seolah ini bentuk penghargaan serta keakraban bagi pribumi namun sejatinya ini merendahkan karena berbau rasis yang disamarkan.

Buktinya semulia apapun kelas sosialnya keturunan Arab yang bukan dari Yaman penganut akidah kastanisasi rasis penyembah berhala nasab menolak ketika Belanda ingin meningkatkan status mereka, sebagai usaha untuk menjauhkan mereka dengan pribumi. Mereka lebih memilih untuk berdekatan dengan saudara-saudaranya seiman dan seagama.

Mereka berakultutasi dengan pribumi maka banyak terjadi kawin campur serta menentang rasisme. Sedang Arab Yaman yang sengaja didatangkan oleh pihak penjajah Belanda sangatlah rasis dan bercirikan merasa derajatnya lebih mulia serta pribumi wajib hormat kepadanya dan dalam hal perkawinan pun ada pembatas yang didalili dengan alasan kafa'ah (kesetaraan).

 ❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS