Sidebar ADS

METODOLOGI DAKWAH WALI SONGO TELAH DI RAMPAS KAUM BA'ALAWI YAMAN

METODOLOGI DAKWAH WALI SONGO TELAH DI RAMPAS KAUM BA'ALAWI YAMAN 


Sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang telah diperjuangkan oleh para Walisongo dengan pendekatan Budaya telah menghantarkan masyarakat Pribumi yang awalnya menganut ajaran paganisme, Hindu, Budha, patayan, wiwitan yang mempercayai Roh, batu dan Pohon kedalam ajaran Islam untuk bertauhid kepada Allah, padahal saat itu masyarakat telah memiliki kepercayaan meyakini kepada yang ghoib ada penyelamat dan pelindung dari segala marabahaya.

𝙚𝙙𝙪𝙠𝙖𝙨𝙞 𝙝𝙞𝙠𝙢𝙖𝙝 𝙣𝙖𝙨𝙚𝙝𝙖𝙩 𝗾𝙪𝙧'𝙖𝙣 𝐒𝙚𝙟𝙖𝙧𝙖𝙝:https://www.facebook.com/pg/qsantri.eu.org/posts/qsantri.com/paid_online_events

Keberadaan agama pribumi sebelum Islam datang yang dibawa oleh Walisongo sama halnya dengan agama-agama lain yang pernah ada di dunia untuk mengajarkan hidup bahagia, hidup rukun, dan mempercayai adanya Tuhan walaupun untuk menyembah Tuhan diimplementasikan melalui cara ritual yang berbeda dari apa yang dilakukan para walisongo.

Dalam kondisi ini, kehadiran dakwah Walisongo tidak prontal dan mendakwahkan Islam tanpa kekerasan dan caci maki, namun apa yang diajarkan para wali sangat elegan menyesuaikan nalar logika masyarakat primitif dengan pendekatan-pendekatan yang mudah difahami dan dicerna oleh masyarakat kala itu, pendekatan dakwah melalui seni dan budaya tanpa membenturkan budaya lokal masyakat yang menjadi objek dakwah dengan keislaman yang dibawa oleh Walisongo.

Terkadang, mereka para wali dalam berdakwah yang didasari kasih sayang mampu berbaur terjun langsung untuk memberikan pertolongan dan jika diperlukan harus menyampaikan dakwah melalui ilmu beladiri, saat itu Walisongo sudah memiliki bekal bawaan yang rata-rata adalah keturunan punggawa atau pejabat yang disegani, metodologi dakwah Walisongo yang elegan telah menghasilkan prestasi selama 50an tahun menjadikan Nusantara mayoritas beragama Islam.

Cara-cara dakwah yang ditempuh para Walisongo dengan pendekatan tradisi dan budaya bisa merambah karena metodologinya bisa diterima, selanjutnya dakwah diteruskan oleh generasi setelahnya sampai tercetus sebuah lembaga organisasi Nahdlatul Ulama, yang notabene jam’iyah Nahdlatul Ulama adalah rumah besar ahlussunah waljamaah untuk menghimpun para ulama yang mengajarkan ajaran Walisongo.

Beberapa dekade ke belakang kebanggaan masyarakat terhadap NU sangat antusias karena orang-orang yang menjadi pengurus senantiasa menggaungkan dakwah dengan jargon “Spririt dakwah ala Walisongo” dengan pendekatan dakwah yang santun, ramah, dan bijaksana.

Kini dakwah Walisongo yang katanya menjadi jargon Nahdlatul Ulama yang diakui oleh semua anak bangsa bahkan non muslim mengakuinya, NU sebagai organisasi perekat kebhinekaan mendapatkan tantangan besar disaat banyaknya elit-elit ditubuh NU bermesraan intim dengan kaum yang selama ini menjadi problem di negeri ini bahkan sampai-sampai membuat masyarakat terbelah karena ulah para oknum habaib yang selalu ingin dinomor satukan yang menganggap dirinya sosok orang yang memiliki darah keturunan Rosul yang wajib dihormati, jika tidak! Ibadahnya akan ditolak dan tidak dapat syafaat Nabi Muhammad, karena melawan cucu Nabi, kata mereka kaum habaib.

Tantangan NU ketika akan menginjak abad ke-2, disaat banyak petinggi-petinggi elitnya sangat menaruh hormat berlebihan kepada habaib sampai-sampai ada yang bilang 1000 persen kepercayaannya kepada kaum ba Alawi sebagai dzuriyaturrasul, hadir ulama muda yang mempertanyakan kebenaran pengakuan kaum habib tersebut sebagai keturunan Nabi, mereka dikenal sebagai keturunan ba Alawi yang dinisbatkan kepada Alwi padahal mukhtalafun fiih(diperselisihkan).

Belakangan dihebohkan dengan pernyataan pejabat central di NU yang melegitimasi trah habaib ini menjadi preseden kurang baik untuk menggaungkan NU sebagai organisasi penjaga ajaran walisongo. Pasalnya,mereka kaum habaib bertahun² merasakan hidup damai dan leluasa menancapkan pengaruhnya di Nusantara hingga doktrin-doktrin yang diajarkan selalu mengarahkan masyarakat Indonesia tidak boleh untuk melawan dan mengkritik mereka sebagai dzuriyah Rosulullah yang paling shoheh.

Ditengah-tengah keberadaan nasab mereka yang sedang dipertanyakan publik yang dikomandoi oleh tesis kyai Imadudin, apa yang dipertanyakan terkait nasab para habaib bukan tanpa sebab, karena mereka koar-koar dengan congkaknya selalu berjualan nasab agar umat Islam terhipnotis menjadi budak mereka.

Kadang kita bertanya-tanya, kenapa doktrin mereka sangat kuat menancap ditengah-tengah masyarakat bahkan orang alim yang ngaji syariat bertahun-tahun pun kalah pengaruhnya dengan mereka? Ironisnya, Marwah perjuangan Walisongo menjadi tidak berpengaruh sama sekali.

Jawabannya, para habib senang mengurai cerita saat diatas panggung dengan cerita-cerita tahayul dan khurofat untuk membawa masyarakat berpikir diluar alam kesadaran mereka, karena disuguhkan dengan cerita kehebatan para leluhur dan guru-guru mereka.

Saking bangganya mereka terhadap para leluhur dan guru-guru mereka, dengan congkaknya mereka jarang sekali belajar kepada ulama non habib bahkan orang-orang tua mereka memasukan pesantrenuntuk belajar di tempat ulama yang memiliki garis nasab yang sama artinya harus belajar kepada habib juga.

Cerita-cerita mistik yang disampaikan kaum habib di panggung dakwah melebihi mistik jaman wali songo, karena masyarakat Indonesia umumnya saat ini memang senang cerita, dengan senangnya kepada cerita maka karakteristik masyarakat Indonesia saat ini lebih menjadi pengamat dan komentator daripada menjadi ilmuwan sebagaimana para leluhur mereka sehingga banyak terlena dan dininabobokan oleh doktrin-doktrin yang tidak sesuai oleh nilai-nilai ajaran agama Islam yang universal agar berpikir logis.


❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁
          Oleh: Ahmad Suhadi, S.Pd.I, 
(Ketua Ikatan Mubaligh-mubalighoh Nusantara (IMMAN) DPD Kabupaten Bogor dan Katib JATMAN Kabupaten Bogor)

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS