Sidebar ADS

TIDAK BISA DITEBAK DIUKUR DAN DI FAHAMI

TIDAK BISA DITEBAK DIUKUR DAN DI FAHAMI 

Manusia seringkali terjebak dalam labirin ilusinya sendiri, termasuk dalam menentukan keputusan atau pilihan-pilihan hidupnya. Ada yang merasa paling wise dan bangga ketika menyeleksi dan menyingkirkan orang-orang di sekitarnya, entah itu saudara atau teman. Singkatnya mereka bangga sekali ketika berhasil "pilih-pilih teman" sambil mencibir temannya itu level kebaikan atau kesadarannya masih di strata bawah dan sementara menepuk dada sendiri jika level kebaikan dan kesadarannya sudah berada di strata paling atas.

Inilah ilusi paling tengik yang paling tidak disadari oleh manusia, karena memberi kamuflase sebuah kecongkaan hati dengan "topeng kebijaksanaan". Saya juga pernah ada di fase ini, fase di mana menjauhi teman-teman dan saudara yang saya anggap tidak sefrekuensi seakan adalah sebuah tindakan spiritual yang luar biasa, tetapi di kemudian hari akhirnya saya tersadar bahwa yang seperti itu bukanlah sebuah laku spiritual sama sekali, ia hanyalah ilusi kepengecutan dan manifestasi kecongkaan hati yang menyusup sebagai topeng kebenaran.

Maka benar sekali ketika "orang lain" mengatakan jika kilesa (kotoran batin) itu sangatlah halus sekali, bahkan seringkali ia menyaru sebagai "bisikan-bisikan kebijaksanaan" sehingga kerapkali mengecoh pikiran dan perasaan kita. Eksistensi kotoran batin yang sangat halus inilah yang mungkin oleh penganut agama-agama yang masih bingung dimitoskan sebagai sosok setan.

Meditasi atau perenungan diri salah satu hal yang bisa kita gunakan sebagai alat universal untuk "mengonangi" kekotoran-ketoran batin kita yang sangat halus dan tersembunyi,* bahkan yang kerap bersembunyi dalam ilusi topeng-topeng kebijaksanaan dan keluhuran. Persis seperti saat kita hobi sekali menyeleksi dan pilih-pilih lingkungan pergaulan dan sekaligus di satu sisi ada perasaan: kita orang baik pilih lingkungan pertemanan yang baik. Persis di saat itulah kita sudah tercengkram oleh yang namanya kilesa yang sedang menyaru sebagai tindakan yang bijak.

Tentu pilih-pilih teman atau pilih-pilih lingkungan bersosial itu sah-sah saja dan jelas ada dampak baiknya, tetapi jika sudah dibarengi perasaan-perasaan ilusif merasa level kesadaran dirinya sendiri lebih baik sambil sinis pada yang lain sebagai manusia  berlevel kesadaran rendah padahal belum mengenal betul siapa-siapa saja manusia yang dipandangnya rendahnya itu, maka sudah pasti ia akan keblingger dengan perasaan ilusifnya sendiri, bagaimanapun manusia itu bukan angka-angka atau benda oleh karena itu tidak bisa dicandra dengan perangkat statistika ala lembaga survey, manusia itu unik dan tidak bisa disamaratakan. Di Jawa ada istilah 'jalma tan kena kinira' alias manusia itu tidak bisa ditebak, diukur, dan dipahami dengan kesempurnaan yang presisi. Dan saya pun dalam bahasa guyon sering mengatakan: satu-satunya yang bisa mengukur manusia itu ya tukang jahit.

Karena kita tidak bisa menyamaratakan setiap manusia berdasarkan pemahaman ilusif kita, dan oleh karenanya sungguh *tidak patut jika menakar sendiri level spiritual atau kesadaran kita lebih baik sementara menakar level kesadaran spiritual oranglain lebih rendah, mungkin karena berangkat dari kesadaran itulah dalam Spiritual Jawa muncul konsepsi ajaran tapa ngrame (bertapa dalam keramaian). Ajaran tapa ngrame itu meski batin selalu digladi untuk menjalankan laku-laku asketis, tetapi raga tetap diwajibkan membumi, tetap bermasyarakat, tidak pilih-pilih teman dan pergaulan, 'ngeli neng ora keli'  (memasuki arus tetapi tidak terhanyut oleh arus), tetap melakoni peran sosial dengan baik, tetap menjadi warga negara yang baik, teman yang baik, tetangga yang baik, dan suami/istri yang baik. Meskipun secara batin sudah menjadi pertapa (manusia yang merdeka), tidak dibelenggu lagi oleh kerumunan sosial maupun isme-isme yang dipuja masyarakat.

Esensi tapa ngrame itu singkatnya adalah  secara batin/jiwa kita mengambil pelajaran pada elang yang terbang bebas sendirian mengitari cakrawala, tetapi secara raga mengarahkan kita mengambil pelajaran pada semut yang memiliki kesadaran 'sosialisme alamiah', harmonisasi perkawanan yang baik, dan tata kelola organisasi yang sangat rapi demi kepentingan kolektif bersama bukan demi kepentingan pribadi
 Dari persatuan yang berlawanan antara naluri elang dan naluri semut inilah prinsip keseimbangan sebagai manusia lahir.

 ❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁
     web.facebook.com/qsantri.eu.org

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS