Sidebar ADS

BAALAWI AHLI NYUBIT TAPI TAKUT KECUBIT‼️

BAALAWI AHLI NYUBIT TAPI TAKUT KECUBIT

Menyoal anti kritik, faktanya penyakit bernama anti kritik tersebut menyerang manusia tanpa pandang bulu, status sosial, umur, jenis kelamin, maupun jeans atau sandal yang digunakan, juga ukuran otak. Atau jangan memaksa jemari ini untuk mempersoalkan bagaimana bumbu-bumbu starata sosial dijadikan dalih untuk “diwajarkannya” seseorang yang berstatus sosial lebih tinggi untuk boleh bersenggama dengan anti kritik.

Apalagi dengan menumbuhkan premis tidak masuk akal seperti “Loh kamu mengapa nentang? Saya kan kabib..!!” atau “Saya keturunan Nabi...!!” bahkan ada juga “Kalau tidak tunduk dan patuh kepada saya, tidak akan diakui sebagai umatnya Nabi SAW.” Juga serupa jika kita mempersoalkan kasus respirokal tentang bagaimana manusia-manusia tengil (tak pantas untuk tengik) namun dogmatis dan anti kritik.

Termasuk siapapun mereka yang anti kritik terhadap masukan Ulama atau Kiai lainnya, anggota terhadap pimpinannya, serta perilaku vertikal yang tak pantas lainnya. Tapi tunggu dulu. Di sini siaya tidak mewajarkan segala bentuk anti kritik. Namun yang dipersoalkan bagaimana konstruksi berpikir masyarakat bahwa anti krtitik atau dogmatisnya seseorang yang lebih tinggi status sosialnya merupakan sebuah “kewajaran”. Kewajaran gundolmu...!!!

Jelas, sungguh jelas bahkan. Bahwa memakan prekedel, bersikap mentel, tidur-tidur gembel, maupun mengunjungi Sulsel jauh lebih terhormat daripada ngeyel dan memanfaatkan status sosial untuk membredel.

Seseorang memiliki jabatan tinggi, hal tersebut tentulah tak dapat menjadi acuan bahwa statement maupun proses berpikir orang tersebut merupakan sebuah kebenaran yang aksioma. Kalau mereka salah, monggo diingatkan dan beri masukkan. Namun, kalau mereka anti kritik? Itu lain cerita.

Tak dapat dipungkiri sistem berpikir sebagian masyarakat masih seputar “anda berada di atas maka anda wajar bersikap anti kritik, otoriter, dan setan-setannya yang lain”. Naif bukan? Tidak ada yang namanya “kewajaran” bagi siapapun yang anti kritik.

Nah, omong-omong soal siapa yang lebih tinggi, beberapa orang pasti berpikir dan mempertanyakan entitas prinsip keadilan. Namun, dengan mengatas namakan prinsip aksiologi, disaat seseorang yang lebih rendah menentang, mengkritisi, dan sebagainya, maka seseorang yang lebih tinggi membalas kritikan itu dengan membenturkan dengan norma kesopanan. Lah, jika prinsip “norma kesopanan” sebatas itu, maka siapa yang akan menghargai “seseorang yang lebih rendah”? sesamanya? Penyakit tak berkesudahan nih namanya.

Beberapa orang minta dihormati, tapi kok bikin kontroversi? Saiya tak berani menggugat bahwa hal tersebut merupakan dekadensi moral, krisis moral, serta setan-setannya yang lain. Namun dan namun, gatal rasanya untuk tak mempermasalahkan hal itu. Apalagi sampai orang yang bersangkutan melarang kita untuk bersuara (bersuara disini konteksnya bukan untuk menggurui).

Huh? Are you seriously, darl?? Duh, jadi ingat celotehan Voltaire nih “Aku tidak setuju apa yang kau bilang, tapi aku akan membela hakmu untuk menyampaikan pendapat.”

Apa jadinya jika salah satu pihak memberi kecaman terhadap kita yang bersuara dengan mengatasnamakan “prinsip kesopanan” karena status sosialnya lebih tinggi daripada kita? Tak pantaskah itu dipersoalkan? Nah jika mempersoalkan, pantaskah beberapa orang menyebut kita dengan labelisasi “polisi moral”? Duh, susah susah gampang tinggal di negeri penuh orang bebal dan ceriwis ini.

Mungkin menangkap ayam dan sapi di WhatsApp story teman akan jauh lebih menguntungkan. Bagaimana tidak? Foto kita di post dengan biodata hiperbolis. Lah daripada kesel sendiri dengan orang anti kritik? Rugi, gaes. Ya kalau celotehan dan masukkan kita di dengar, kalau tidak apa boleh buat? Biarlah masyarakat berkembang dengan sendirinya, ya. Kalau kata W.S Rendra “lebih baik kita lari ke dalam puisi ganja".


❄️بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب❄️  web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS