LARANGAN MENYUAP DEMI JABATAN DAN MENERIMA SUAP DEMI JABATAN
Sungguh memprihatinkan kondisi masyarakat sekarang, mereka tidak lagi memperhatikan halal haram, termasuk suap menyuap yang sangat marak ini, padahal hal ini dilarang keras di dalam agama.
Diantara kerusakan suap menyuap yaitu:
1. Orang yang menyuap dan menerima suap berdosa besar.
Orang yang melakukan suap dan yang menerima suap mendapatkan laknat dari Allah dan Rasul-Nya, mereka dijauhkan dari rahmat Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ.
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah [2]: 188).
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata :
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ.
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap.”(HR Tirmidzi 1337, Ahmad 6532, Abu Dawud 3580, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 5093).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي.
“Allah melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR. Ahmad 6984, Ibnu Majah 2313, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 5114).
2. Uang risywah ( suap, sogok) adalah haram.
Sebagaimana uang haram lainnya, mencuri, menipu, korupsi dan lain-lain.
Allah melarang kita memakan dari sesuatu yang haram, baik dzati ataupun maknawi, sebaliknya Allah perintahkan kita untuk memakan yang halal.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ.
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik dari rezeki yang Kami berikan kepada kalian..” (QS. Al-Baqarah [2]:172).
Andaikan hal itu tidak dimakan tapi disedekahkan, Allah juga tidak menerima sedekah dari hasil yang haram.
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ.
“Tidak akan diterima shalat yang dilakukan tanpa bersuci, dan tidak akan diterima sedekah yang berasal dari harta curian.” (HR. Muslim 224, Tirmidzi 1, dishahihkan Syaikh al-Abani, di dalam Shahih Ibnu Majah 272).
3. Tidak boleh tolong menolong di dalam keburukan.
Allah ta’ala melarang kita tolong menolong di dalam keburukan, termasuk membawakan uang suap (kader, caleg dll) atau menerima secara pribadi dan disalurkan kepada orang lain.
Seandainya satu masjid semua menerima suap kemudian diberikan kepada orang lain, tentu orang yang memberi suap akan menganggarkan lagi di kemudian hari dengan lebih besar, jadilah sebuah budaya yang buruk di dalam masyarakat.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS Al-Maidah [5]:2).
Terlebih lagi yang menyuap beda pandangan politik dengan orang satu masjid tersebut, apa kira-kira yang akan dikatakan, tentu orang yang menyuap akan berkata, “ Wong sak masjid munafiq semua, mau uangnya tidak mau bantu, katanya iya-iya, (blas ra netes) satupun taka da yang nyoblos.” Ini jelas akan menumbuhkan permusuhan, kebencian dan dendam.
4. Apabila uang suap ditolak keburukannya tidak mengenai yang disuap.
Apabila kita menolak uang suap tersebut keburukannya akan kembali kepada pemberi suap dan yang terlibat di dalamnya, sementara yang menolak tidak mendapatkan dosa.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى.
“Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” (QS. Al’An’am [6]:164).
Tiada seorang pun yang akan menanggung dosa orang lain. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir [6]:164).
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى.
“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS. Fatir [35]:18).
Dalam hal ini tidak usah dihiraukan apa dan bagaimana kelanjutan uang tersebut, jika yang terkait amanah tentu akan mengembalikan kepada pemiliknya.
5. Banyaknya suap bila tidak diingkari dapat mendatangkan adzab.
Hendaknya orang yang punya pengetahuan mengingkari hal ini, karena ini kemungkaran telah merata dapat mendatangkan Adzab Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً.
“Dan takutlah fitnah(bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim diantara kalian saja secara khusus.” (QS.Al-Anfal [8]:25).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ.
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk..” (QS Al-Amaidah[5]:105).
Dan sesungguhnya aku (Abu Bakar radiallahu ‘anhu) pernah mendengar Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia itu apabila melihat perkara munkar; lalu mereka tidak mencegahnya, maka dalam waktu yang dekat Allah ta’ala akan menurunkan siksa-Nya kepada mereka semua.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Maidah [5]:105).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (HR Muslim 49).
Zainab bnti Jahsyi bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.
“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab, “Benar, apabila kemaksiatan telah merajalela.” (HR Bukhari 3346 Muslim 2880).
Hendaknya kita sadar, orang-orang yang mendapatkan jabatan dari suap mereka akan mencari pulihan dari apa yang dikeluarkan, bahkan bisa jadi berlipat-lipat dari apa yang dikeluarkan, oleh karena itu hendaknya hal ini ditolak agar budaya buruk ini berhenti dan menjadikan negri kita negri yang aman tenram adil dan makmur.
Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ.
“(Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS. Saba’ [34]:15).
Adapun macam-macam suap yaitu:
1) Menyuap untuk mendapatkan jabatan.
2) Menyuap untuk memenangkan di pengadilan.
3) Menyuap untuk memenangkan perlombaan atau pertandingan.
4) Menyuap untuk menjadi saksi palsu.
5) Menyuap untuk mendapatkan suara.
6) Menyuap agar barang yang dibawa diterima.
7) Menyuap untuk meloloskan pendidikan.
8) Menyuap untuk mendapatkan tempat pendidikan.
9) Menyuap agar orang lain mengakui perbuatan yang tidak dilakukan.
10) Menyuap agar tutup mulut dari masalah yang dikuatirkan bocor.
Adapun menyuap untuk mengambil haknya karena terdzalimi, maka yang berdosa adalah orang yang mendzalimi tersebut. Allahu ‘alam.
Demikianlah jawaban ini semoga bermanfaat. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin.
Siapapun boleh mengambil manfaat (share) dari tulisan ini.
❄️بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب❄️ web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple