Sidebar ADS

GUS FUAD PLERET TRAH KETURUNAN KYAI PLERET MASIH KLUARGA KERATON JOGJAKARTA

KH Muhammad Fuad Riyadi (Gus Fuad Plered): Kiai Nyentrik dari Kampung Santri Wonokromo

KH Muhammad Fuad Riyadi, yang lebih dikenal sebagai Gus Fuad Plered, adalah seorang kiai kharismatik asal Wonokromo, Yogyakarta—sebuah kampung yang dikenal sebagai sarangnya para santri dan ulama.

*Latar Belakang Keluarga dan Nasab Keilmuan*
Gus Fuad lahir pada tahun 1970 di Wonokromo dari pasangan H. Ahmad Abdul Bakdi dan Ning Hj. Siti Muyassaroh, putri dari Kiai Sangidu Wonokromo. Dari jalur ayah, beliau adalah keturunan Wali Quthub Kiai Abdurrouf yang nasabnya bersambung hingga Sunan Ampel. Sementara dari jalur ibu, beliau adalah cucu dari Kiai Sangidu dan Nyai Warsinah, cicit dari Kiai Kholil Wonokromo. Menariknya, Kiai Sangidu sendiri berasal dari Mlangi, keturunan Kiai Nur Iman, saudara dari Pangeran Mangkubumi, yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono I.

*Masa Kecil: Ditempa oleh Ilmu dan Laku Prihatin* 
Sejak kecil, Gus Fuad telah dididik dengan keras oleh ayahnya untuk hidup prihatin dan tekun menuntut ilmu. Jadwal ngajinya padat: sejak Subuh, ba’da Ashar, Maghrib, hingga hampir tengah malam, beliau mengaji Al-Qur’an, ilmu Nahwu, Balaghoh, dan kitab kuning kepada para ulama di Wonokromo.

*Ramalan Abuya Dimyati Banten*
Salah satu kisah yang menarik terjadi bahkan sebelum Gus Fuad lahir. Orang tuanya, Haji Bakdi dan Ning Muyassaroh, menghadap Abuya Dimyati Banten tanpa mengetahui bahwa Ning Muyassaroh sedang hamil muda. Abuya saat itu menebak isi hati mereka—keinginan untuk memiliki anak laki-laki yang menjadi kiai. Beliau pun berkata:
“Beri nama anak laki-lakimu itu Fuad. Nanti biar Kiai Muhith (Jejeran) yang mengajarinya, dan saya sendiri yang akan memberi ‘stempel’ ke-kiaiannya.”
Sejak itulah, para kiai di kampungnya memanggil Gus Fuad kecil dengan sebutan “Kiai”.

*Menimba Ilmu dari Para Guru Terbaik*
Gus Fuad berguru Al-Qur’an kepada Kiai Abdul Basith (murid Kiai Abdul Qodir, putra Kiai Munawwir Krapyak). Ilmu Nahwu dan Balaghoh beliau pelajari dari Kiai Abdul Mu’thi, murid langsung dari kakeknya sendiri, Kiai Sangidu.
Tak puas hanya dengan ilmu agama, Gus Fuad juga mempelajari filsafat, sastra, dan seni. Beliau berguru kepada Ragil Suwarno Pragolapati, guru besar para sastrawan dan seniman, termasuk Emha Ainun Najib dan Ebiet G. Ade.

*Menjadi Wartawan, Guru, lalu Menemukan "Futuh"*
Setelah menikah, Gus Fuad sempat menjadi wartawan di beberapa surat kabar nasional. Beliau lalu menjadi guru PNS (sekarang ASN) dari tahun 1995 hingga 2009 atas permintaan sang ibunda. Pada 1996, beliau bertemu guru utamanya, Kiai Abdul Muhith Jejeran, sebagaimana diramalkan Abuya Dimyati. Beliau juga berguru kepada Kiai Muhammad Busyro untuk menyempurnakan ilmu kitab kuningnya.

*Awal Berdirinya Pesantren*
Pada tahun 2000, saat kembali menghadap Abuya Dimyati, tiba-tiba Gus Fuad diperintahkan untuk pulang dan mengurus pesantren, meski saat itu belum ada satu pun santri. Anehnya, 9 hari kemudian, datang 9 pemuda yang menyatakan diri sebagai santri mukim. Gus Fuad mengontrak rumah tetangga sebagai asrama sementara. Inilah cikal bakal Pesantren Roudlotul Fatihah, yang kini berdiri di Pleret, sekitar 3 kilometer dari Wonokromo.

*Kiai Seni dan Dakwah Kultural*
Gus Fuad dikenal sebagai kiai nyentrik, karena menjadikan seni sebagai jalan dakwahnya. Beliau aktif dalam dunia lukis, musik, dan sastra, bahkan menciptakan lebih dari 100 lagu untuk memotivasi para musisi. Kini, beliau banyak menggunakan gamelan Jawa sebagai media dakwah, meneladani para Walisongo.

*Membina BUMN Lewat Dakwah Spiritual*
Dari tahun 2009 hingga 2013, Gus Fuad bekerja sama dengan PT KAI, membina spiritual dan mental ribuan pegawai melalui program menginap di pesantrennya. Hasilnya terlihat nyata saat PT KAI dinobatkan sebagai BUMN terbaik oleh pemerintah saat itu.

*Merangkul yang Terpinggirkan*
Dalam kehidupan sosial, Gus Fuad dikenal dekat dengan kaum abangan, pembela kaum lemah, dan menjunjung tinggi toleransi lintas agama. Banyak pemuda Hindu, Kristen, dan Katolik yang menjadi “santri” beliau tanpa dipaksa berpindah keyakinan.

*Pancasila dan Cinta Tanah Air*
Gus Fuad adalah nasionalis sejati yang memandang Pancasila sebagai tafsir sosial terbaik dari Islam. Seorang jenderal sahabatnya bahkan menjuluki beliau sebagai “Sang Radikal Pancasila” sebagai bentuk penghormatan. Tak mengherankan, karena Kiai Sangidu, kakek beliau, adalah pejuang kemerdekaan RI yang pondoknya menjadi posko tentara pejuang, termasuk Letnan Qomarudin yang merupakan santrinya.

*Kiai Pemikir dan Guru Kehidupan*
Sebagai seorang pemikir tajam dan ahli dalam ta’wil, Gus Fuad mewarisi kecerdasan spiritual kakeknya. Murid-muridnya kini tersebar di berbagai daerah dan profesi. Namun satu pesan beliau selalu mereka pegang:
“Apa pun profesimu, sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi sesama makhluk Tuhan.”
________________________________________
Jika Anda merasa terinspirasi oleh sosok Gus Fuad, jangan lupa bagikan artikel ini sebagai bentuk apresiasi kepada para ulama yang tetap menjaga keseimbangan antara agama, budaya, dan kebangsaan.

Semoga bermanfaat bagi semua orang 
~~بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب~~ web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS