Sidebar ADS

SOSOK MUBTADI SANG INOVATOR AL-BANI


     MUBTADI SANG INOVATOR AL-BANI

"Seorang inovator Al-Bani adalah orang yang menganut keyakinan lain yang bertentangan dengan apa yang ada pada keyakinan Ahlus Sunnah Waljamaah." Imam Ibrahim al-Halabi [Ghunyat al-Mustamli, halaman 514]

Almarhum Syekh Qardawi mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa : 

Setelah Bukunya 'Fiqh uz-Zakāt' diringkas tanpa izinnya oleh penerbit Salafi Zuhair ash-Shawish (seperti biasa), dia pergi ke Beirut untuk menemuinya.

Dikatakannya, di rumah penerbit, ia mendapati Syekh Sunni Asy'ari Muḥaddith 'Abdul Fattah Abu Ghuddah dan Syekh Salafi Nasir al-Din al-Albānī sedang berdebat tentang Syahadat Asha'irah.

Dikatakannya, Syekh 'Abdul Fattah adalah orang yang kalem dan beradab akhlaknya sedangkan Nasir al-Din al-Albāni adalah orang yang angkuh dan sombong. Zuhair ash-Shāwish juga mendukung Syekh Nasir al-Din al-Albānī melawan Syekh 'Abdul Fattāḥ.

Qardawi mengatakan bahwa ia turun tangan untuk melunakkan perdebatan namun ternyata terjadi perdebatan panas antara dirinya dengan Syekh 'Abdul Fattah di satu sisi dan Nasir al-Din al-Albānī dan muridnya di sisi lain!

(*Perlu dicatat bahwa, Nasir al-Din al-Albānī dan muridnya Zuhair ash-Shawish juga kemudian berpisah dan bertengkar satu sama lain, sebagaimana disebutkan oleh Nasir al-Din al-Albānī sendiri dalam pendahuluan edisi selanjutnya.dari Kitabnya: 'Sifat-sifat Sholat Nabi')

Ketika Syekh Ramadhan al-Būti mengalahkan Albānī dalam sebuah perdebatan di Damaskus, pada saat itu mantan istri Nasir Albānī mendekati Syekh Būti untuk menceritakan kesalahan mantan suaminya. Syekh Buti menolaknya dengan mengatakan bahwa perselisihan kami bersifat objektif dan akademis, bukan bersifat pribadi.

Lihatlah karakter dan perilaku Syuyukh 
kita yang mulia dan karakter Albānī yang merupakan mentor spiritual negara-negara seperti Arab Saudi dan Qatar saat ini. 

Jika Imam Bukhārī masih hidup saat ini, dia akan langsung menganggapnya tidak layak untuk meriwayatkan dan tidak dapat diandalkan! Ketika mentor dari negara-negara ini seperti ini, apa yang Anda harapkan dari murid-muridnya menjadi berbeda dengan muslim yang diharapkan? Penjelasan yang masuk akal mengenai kondisi materialistik saat ini di negara-negara tersebut adalah ideologi (Wahhabisme) yang dianut oleh negara-negara tersebut yang telah mereduksi agama menjadi aturan-aturan nihilistik tanpa makna dan spiritualitas yang lebih dalam dan oleh karena itu kita menyaksikan sekularisasi dan liberalisasi yang paling cepat di negara-negara tersebut di Tanah Suci.

✍️
The late Shaykh Qardāwī said in an interview that:

After his Book ‘Fiqh uz-Zakāt’ was abridged without his permission by the Salafī publisher Zuhair ash-Shāwīsh (as usual), he went to Beirut to meet him. 

He said, that at the house of the publisher, he found the Sunnī Ash’arī Muḥaddith Shaykh ‘Abdul Fattāḥ Abū Ghuddah and the Salafī Shaykh Nāsir al-Dīn al-Albānī debating on the Creed of Ashā’irah.

He said, Shaykh ‘Abdul Fattāḥ was calm and civilized in his manners while Nāsir al-Dīn al-Albānī was haughty and arrogant. Zuhair ash-Shāwīsh was also supporting his Shaykh Nāsir al-Dīn al-Albānī against Shaykh ‘Abdul Fattāḥ. 

Qardāwī said that he intervened to soften the debate but it turned out to be a hot debate between him and Shaykh ‘Abdul Fattāḥ on one side and Nāsir al-Dīn al-Albānī and his student on the other side! 

(*It should be noted that, Nāsir al-Dīn al-Albānī and his student Zuhair ash-Shāwīsh also later on parted and quarrelled with each other, as mentioned by Nāsir al-Dīn al-Albānī himself in the introduction of the later edition of his Book: ‘Sifatu Salātun Nabiy’)

When Shaykh Ramadān al-Būtī defeated Albānī in a debate in Damascus, during that period the former wife of Nāsir Albānī approached Shaykh Būtī to tell him the faults of her former husband. Shaykh Būtī turned her away saying our dispute is objective and academic, not personal. 

Look at the character and manners of our noble Shuyūkh and the character of Albānī who is the spiritual mentor of countries like Saudi Arabia and Qatar today. If Imām Bukhārī was alive today, he would’ve instantly deemed him unfit to narrate and unreliable! When the mentor of these countries is like this, how would you expect his disciples to be any different? A plausible explanation for the current materialistic condition of these countries is the ideology (Wahhābism) which has been adopted by these countries that has reduced the religion to nihilistic rules without deeper significance and spirituality and hence we are observing the most rapidly secularisation and liberalisation of the Holy Lands.

,.

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS