Sidebar ADS

ILUSI IDENTITAS DAN KEAKRABAN

ILUSI IDENTITAS DAN KEAKRABAN 

Identifikasi keturunan Arab belakangan terkesan “dipaksakan” untuk mengonstruksi sebuah etnisitas dan identitas kesukuan. Dalam hal ini, identifikasi kearaban diidentikan dengan sebuah wilayah, kafilah, sekumpulan suku bangsa dengan ciri fisik, tradisi, dan budaya tertentu.

Padahal konstruksi ini patut sekali kita curigai sebagai intrik elit politik tertentu untuk melegitimasi kekuasaan dan kedudukannya yang boleh jadi rapuh dan tidak memiliki pijakan yang kuat. Konstruksi identitas kearaban ini tak lain hanya ilusif belaka. Ia justru melepas unsur paling sentralnya dari satu tubuh utuh kearaban.

Konstruksi identitas Arab tersebut secara linguistik dari kata “Arab” yang notabene pengertian “Arab” di sini sebagai bahasa, suku bangsa, hingga demografis tertentu. Namun pengertian ini boleh jadi tidak merujuk pada satu hal. Ia bisa merujuk pada pengertian tertentu bergantung konteksnya.

Hingga hari ini, para peneliti Arab masih terus melakukan penelitian hingga berselisih paham soal penggunaan kata “Arab”. Apakah kata “Arab” sesungguhnya merujuk pada kelompok etnik, lokus geografis, karakteristik budaya, ataukah hanya mengacu pada bahasa tertentu.

Ketika condong pada definisi bahwa “Arab” adalah nama sebuah bahasa yang sebagian penuturnya hidup nomaden dan melakukan pengembaraan hingga menetap di Semenanjung Arab. Dasar inilah yang menjadikan penutur bahasa tersebut disebut “Arab”.

Identitas kearaban sesungguhnya terletak pada bahasa. Di luar unsur bahasa, termasuk di dalamnya wilayah geografis, genealogis, adat istiadat, tradisi, dan suku bangsa sepenuhnya hanya turunan belaka. Sebagaimana riset yang dilakukan Musa Kazhim Alhabsyi soal problematika dan kompleksitas bahasa Arab, membawanya pada kesimpulan umum, bahwa unsur dan elemen pembentuk identitas kearaban tidak lain hanya bahasa. Hal yang paling kecil dari unsur pembentuk kearaban adalah nasab dan kesukuan.

Adapun bagian paling besarnya adalah bahasa, tutur kata, perilaku dan lokus geografis. Jika dilakukan pemeringkatan, maka hal ini memuat;
1 ). Bahasa sebagai pembentuk utama
2 ). Lokus geografis yang membentang semenanjung Arab
3 ). Budaya dan gaya hidup
4 ). Nilai-nilai, pola hidup, dan adat istiadat tertentu
5 ). Ikatan agama/ kepercayaan
6 ). Nasab dan keturunan.

Hal ini perlu kita sadari bersama bahwa, jika satu unsur pembentuk identitas kearaban dalam hal ini adalah bahasanya sirna, maka boleh jadi unsur pembentuk lainnya kian ilusif.

Oleh karena itu, reifikasi dan pemberhalaan terhadap satu identitas tertentu sama sekali tidak berkait kelindan dengan kemuliaan lahiriah yang dangkal. Hal ini sama sekali tidak berkorelasi dengan satu suku tertentu, bahkan satu otoritas tertentu hingga satu nasab tertentu.

Jika hal ini dipahami demikian, maka siapapun itu yang bernasab Arab secara otomatis menjadi rasis dan akan merasa lebih unggul ketimbang yang lain. Tentu hal ini kontradiktif dengan pesan inti agama yang menghendaki semua manusia sama, setara, egaliter, kecuali tingkat ketakwaan di hadapan Tuhan-Nya.

Waallahu Aklamu bissowab...............

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS