PAK LUTFI BIN YAHYA & KRT SUMODININGRAT
~Sebuah Ulasan Ilmiah~
Gegernya kasus pencatutan nama KRT. Sumodiningrat yang dialiaskan sebagai Hasan bin Yahya di dunia maya Indonesia akhir-akhir ini, menyeret nama tokoh besar bernama Muhammad Lutfi bin Yahya, alias Habib Lutfi, alias Abah Lutfi. Ia dikenal sebagai seorang penceramah yang bertema kebangsaan. Ia juga memimpin sebuah majlis taklim bernama Kanzussalawat di Pekalongan. Ketokohannya semakin cemerlang ketika ia memimpin Jamaah Ahli tarikat Mu’tabarah an Nahdliyah (JATMAN) untuk empat periode mulai dari tahun 2000 sampai 2023. Pada periode kedua Presiden Joko Widodo ia diangkat menjadi salah seorang Dewan Pertimbangan Presiden (WANTIMPRES).
Muhammad Lutfi disebut Bin Yahya, karena menisbahkan diri kepada keluarga Bin Yahya dari Marga Ba Alawi. Namun tujuh nama leluhurnya tidak tercatat dalam kitab induk keluarga Ba Alawi, Syamsudzahirah (SZ) dan dalam Footnotnya (FSZ) tahun 1984. Selain Muhammad Lutfi, keluaga Bin Yahya yang tingga di Indonesia diantaranya Utsman bin Yahya, Mufti Belanda. Berbeda dengan Muhammad Lutfi, Utsman bin Yahya nama leluhurnya tercatat rapih sampai Alawi bin Ubaidillah, leluhur Ba Alawi.
Kasus KRT. Sumodiningrat dan tidak tercatatnya tujuh nama leluhur Muhammad Lutfi tahun 1984 layak untuk diungkapkan, karena keduanya nanti, menurut hemat penulis, memiliki hubungan kausalitas. Di mana hal itu terkait dengan sarat pencatatan silsilah keluarga Ba Alawi di Rabitah Alawiyah (RA). Atau paling tidak sebagai penguat keafsahan dan penunjang kesahihan. Selain, mungkin, adanya motif glorifikasi peran kesejarahan tokoh yang dimaksud.
Keluarga Bin Yahya lainnya di Indonesia yang tercatat dalam kitab Syamsudzahirah, diantaranya adalah: Abu Bakar bin Umar bin Yahya yang wafat tahun 1909 di Surabaya, Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Yahya Solo, Utsman bin Yahya dan putranya, Aqil bin Utsman (FSZ: 312).
Ibu Utsman bin Yahya adalah putri Abdurrahman bin Ahmad al-Mishri. Ia tinggal di Petamburan, seorang pedagang kepercayaan pejabat Belanda, Brooks. Kemungkinan besar, Abdurrahman lah yang menjadi perantara Utsman bin Yahya mengenal para pejabat Belanda (FSZ: 315, 316).
Silsilah Utsman bin Yahya yang dicatat dalam FSZ tahun 1984 adalah sebagai berikut: Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Abu Bakar bin Toha (FSZ: 311-312) . Dari Toha inilah silsilah Muhammad Lutfi bersambung. Jika Utsman bin Yahya dari anak Toha yang bernama Abu Bakar, Muhammad Lutfi dari anak Toha yang bernama Muhammad al-Qodi. Tetapi, FSZ tidak mencatat Muhammad al-Qodi sebagai anak Toha, sebagaimana ia juga tidak mencatat Abu Bakar mempunyai saudara bernama Muhammad al-Qodi.
Silsilah lengkap Muhammad Lutfi sampai Toha adalah sebagai berikut: Muhammad Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Umar bin Toha bin Hasan bin Toha bin Muhammad Qodi bin Toha. Jika Utsman bin Yahya sampai nama Toha ini berurut enam nama, maka Muhammad Lutfi berurut delapan nama.
Beberapa nama dari delapan nama-nama yang tidak tercatat dalam SZ dan FSZ itu, hari ini kita bisa searching di internet kisah-kisah luar biasa yang sangat menakjubkan, yang sulit kita mencari referensi dari sumber sezaman. Diantaranya sebagai berikut:
HASYIM BIN UMAR YAHYA
Adalah kakek Muhammad Lutfi. Biografinya tersebar di media online seperti di website Ansor Bandung Barat yang diposkan Oktober 2020. Disebutkan dalam website itu bahwa Hasyim bin Umar adalah Musniduddunya fi Zamanihi (seorang perawi hadits yang mengijajahkan haditsnya kepada para ulama-ulama dunia). Tentu ini dapat diverifikasi adakah ulama sezaman beliau yang mendapatakan ijajah hadits darinya?
Disebutkan pula, Ibu Hasyim Bin Umar adalah Syarifah Marinah binti K.H. Hasan Qudsi keturunan Sunan Gunung Jati. Namun tidak disebutkan susunannya secara rinci sampai ke Sunan Gunung Jati. Tentu ini pula dapat di verifikasi. Karena keturunan Sunan Gunung Jati telah tercatat relative rapih. Di website Ansor bandung Barat itupun ditulis “bahwa di usia 6 tahun, kakek Abah Luthfi tersebut pernah diambil oleh Nabi Khidzir dari abahnya, Habib Umar bin Yahya, selama 9 tahun, untuk dididik dan dibersihkan hatinya. Beliau kembali saat usia 15 tahun dan melanjutkan studi di Yaman”. Sangat mengagumkan dan sulit diverifikasi.
“Habib Hasyim menjadi rujukan para ulama di jaman itu, diantaranya Mbah Hasyim Asy’ari dan Kiai Muhammad Amir (Ki Amir) Simbang dan tokoh-tokoh lainnya yang terkenal ke-‘alllamah-annya (sangat alim). Bahkan Kiai Amir mengatakan bahwa Habib Hasyim itu ‘allamatuddunya fi zamaanih (sealim-alimnya orang di dunia pada zamannya).” Masya Allah, bagaikan membaca kitab al-Burqoh al-Musyiqoh. Sayangnya, penulis belum pernah membaca referensi bahwa Mbah Hasyim Asy’ari pernah sowan atau berkirim surat dengan tokoh luar biasa ini.
UMAR BIN TOHA
Ia adalah buyut Muhammad Lutfi bin Yahya. Dalam website Bangkit Media yang diposkan September 2019 disebutkan: Umar bin Toha adalah seorang imam, pemimpin para ulama dan aulia. Seorang wali kutub yang bergelar Qutbul-Aqthob. Ia belajar ke Makkah dan Hadramaut dan 88 negara lainnya. Ia menguasai sampai 47 bahasa. Wow. Ia berdakwah di Sanghai selama enam tahun. Banyak penduduk Sanghai yang masuk Islam karenanya. Luar biasa. Ketika dakwah di India ia mendirikan masjid Nur Selangit. Di Kalimantan ia mendirikan pondok pesantren.
Disebutkan pula, bahwa Umar bin Toha memiliki murid para ulama dari pesantren besar seperti Kiai Qoyyim dan Kiai Absor dari Bendakerep. sayang, ketika penulis menghubungi kerabat penulis di Bendakerep, ternyata tidak ada leluhur kiai-kiai Bendakerep yang bernama Kiai Qoyyim dan Kiai Absor.
Isteri kedua Umar bin Toha adalah Hababah Maryamah keturunan Sunan Gunung Jati dari Sayid al-Qudsi. Perhatikan kemiripan nama isteri Umar bin Toha, Maryamah dengan isteri Hasyim bin Umar Marinah. Dan keduanya berhubungan dengan nama Qudsi dan Sunan Gunung Jati. Jika Marinah putri dari K.H. Hasan Qudsi, maka Maryamah adalah keturunan Sayyid al-Qudsi. menarik.
Ketika dakwah di Afrika, Umar bin toha dicegat seekor singa. Ia lalu mengikuti singa itu. Ternyata singa itu mempunyai anak tiga, lalu singa itu meninggal. Umar bin Toha membawa ketiga anak singa itu ke Indonesia melalui Hadramaut. Ia juga mendapat hadiah kuda dari Ki Ageng Sela. Kemana saja ia naik kuda, tiga singa itu mengikuti Umar bin Toha. Tentu peristiwa itu, jika benar terjadi, akan menarik perhatian orang dan akan banyak yang mencatatnya, dan hari ini kita akan dapat membacanya dari sumber sezaman itu, bukan hanya dari tulisan sebuah website yang diterima dari sebuah ceramah ketika haul Umar bin Toha. Jika kita searching di internet Nampak ada sebuah skripsi yang berjudul “Peranan Habib Umar bin Toha bin Hasan bin Yahya dalam Penyebaran Agama Islam di Karang Malang-Indramayu 1870-1883”. Tetapi isinya ternyata tidak membahas Umar bin Toha, tetapi malah membahas perkembangan Islam di Andalusia 912-961 M. Nampaknya ia sengaja disematkan dengan mengubah jilidnya saja, agar nampak telah dibahas secara ilmiyah. Kini makam Umar bin Toha di bangun megah di Karang malang Indramayu. Pertanyaannya, sejak kapankah makam itu ditemukan?
TOHA BIN HASAN
Ia canggah Muhammad Lutfi bin Yahya. Katanya, ia di makamkan di Ciledug Cirebon. Dalam situs NU online jabar yang diposkan Mei 2022 disebutkan: ia seorang waliyullah yang digembleng langsung oleh ayahnya yang seorang senapati Kesultanan Yogyakarta (ini nanti akan dibahas bahwa ini keliru). Ia menuntut ilmu di Hadramaut, Makkah dan Madinah lalu ia tinggal di Semarang.
Dalam situs itu diungkapkan bahwa Muhammad Lutfi bin Yahya menceritakan kepada admin di rumah Muhammad Lutfi tentang kisah mimpi seorang yang salih bahwa ia bertemu Rasulullah, lalu Rasulullah mengatakan tentang bahwa derajat kewalian Toha bin Hasan sama dengan Sunan Gunung Jati. Dijelaskan pula, bahwa Toha bin Hasan terbang di atas kepala para wali kutub lalu ia naik ke langit. Sayangnya, Muhammad Lutfi bin Yahya tidak menceritakan siapa orang soleh yang bermimpi itu. Kisah-kisah non verifikatif semacam ini tidak asing bagi mereka yang sudah membaca kitab-kitab karya Ba Alawi seperti al-Jauhar al-Syafaf, al-burqoh, al-Masyra’ al-Rawi, al-Gurar dsb.
HASAN BIN TOHA
Dalam situs Laduni.ID disebutkan: “Habib Hasan bin Thoha bin Yahya yang lebih terkenal dengan nama Syekh Kramat Jati, Raden Tumenggung Sumodiningrat, Wedono Lebet Kerajaan dan menantu Sultan HB II, Habib Luthfi bin Yahya menyebutkan bahwa beliau mendapat gelar Singo Barong karena sebagai Pimpinan Perang Hamengku Buwono II. lahir di kota Betawi/cirebon, dari pasangan Habib Thoha bin Muhammad al-Qadhi bin Yahya dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus.”
Klaim Hasan bin Toha sebagai KRT Sumodiningrat ini bermasalah, Karena KRT Sumodiningrat namanya tercatat dalam serat salasilah kesultanan Yogyakarta sebagai asli putra Jogjakarta. Ayahnya adalah KRT jayaningrat I keturunan Ki Ageng Ngerang. Ia adalah pahlawan Perang Sapehi 1812 ketika melawan Inggris. Hal tersebut sebagaimana ditulis oleh pemerhati sejarah Jogja DR. yasir Arafat dalam tulisannya yang berjudul “KRT. SUMODININGRAT BUKANLAH HABIB HASAN BIN TOHA SEMARANG. Sejarawan inggris, Prof. Peter Carey, menyebutkan berdasar laporan Pemerintah Inggris bahwa KRT. Sumodiningrat di kepung di sebuah Masjid hingga tewas pada hari Sabtu, 20 Juni 1812 jam 6.00 pagi dan dimakamkan di komplek pemakaman keluarga di Jejeran, Plered, Jogjakarta. Jadi berdasarkan historiografi yang terdapat dalam berbagai catatan di Kesultanan Jogjakarta dan Inggris jelas bahwa KRT. Sumodiningrat bukanlah Habib Hasan bin Toha. Ia tidak pula dimakamkan di Semarang.
Waallahu Aklamu bissowab.......
Oleh: KH Imaduddin Utsman al-Bantani