LAWAN RASISME YANG DI DALILI KEPALSUAN
Bahwa ajaran rasis yang didalili sempat mati suri, bangkit lagi pada jaman SBY. Sebutan ahwal terhadap pribumi sebagai sudra menjadi marak.
Oknum-oknum keturunan imigran Yaman berkampanye rasis, mereka menempatkan diri sebagai manusia termulia yang harus diistimewakan, dengan dalil merekalah satu-satunya pembawa darah suci keturunan nabi, kalangan ahwal wajib untuk memuliakan.
Tapi sayang mereka ini mengemis minta penghormatan tapi dengan merendahkan manusia lainnya, tak ada rasa hormat mereka terhadap yang lainnya, tak perduli itu ulama atau umara, karena bagi mereka hanya merekalah yang paling mulia, mereka punya jargon awamnya sayyid derajat 70 kali lebih tinggi dibandingkan ulamanya non sayyid.
Ironisnya ajaran rasis tersebut banyak ditelan oleh kalangan ahwal yang notabene derajatnya direndahkan, lebih-lebih ironi lagi justru lebih fanatik dan lebih rasis.
Yang terpengaruh ajaran rasis tersebut memang kebanyakan nya dari kalangan yang dulunya di jaman penjajahan masuk di kasta inlander yang sudah biasa disudrakan dan direndahkan, apalagi mereka punya ketakutan mendapat karomah habib, takut kualat katanya, yang mana dalam biografi habib selalu diceritakan jika ada habib yang tersinggung kemudian habib tersebut marah lalu mengeluarkan karomahnya.
Dimana dengan karomah tersebut siapapun yang pernah menyinggung habib akan mendapat bala bencana, ada yang rumahnya kebakaran, ada yang jadi buta, ada yang anaknya mati, ada yang kecelakaan hingga cacat dll. Sangat jauh beda dengan karomah wali yang justru menyelamatkan serta rahmatanlilalamin.
Tetapi banyak juga yang tak termakan sekte habibisme tersebut, namun itu menjadi pemicu kemarahan penganut sekte habibisme, karenanya di panggung-panggung majelisnya beredarlah fitnah-fitnah terhadap kiai dan ulama, oknum habib berkata bahwa bahwa para kiai dan ulama menyembunyikan dalil-dalil tentang kewajiban ahwal memuliakan ahlulbait, dan yang dimaksud sebagai ahlbaibait tersebut adalah habib bukan yang lain.
Namun kalangan habib terjenghak karena ternyata saat melihat fakta sejarah bahwa dzuriyah nabi, yang selama ini jadi alasan untuk merendahkan manusia lain, di nusantara ini bukan hanya mereka. Karena sebelumnya mereka datang selaku pengungsi Hadramaut di jaman Belanda, ternyata di Nusantara ini telah banyak dzuriyah bertebaran yang karena diantaranya menikahi putri raja, hingga keturunannya menjadi bangsawan pribumi, dzuriyah yang lain menjadi tokoh-tokoh agama yang mendirikan perguruan dan pesantren Islam.
Alih-alih merasa gembira karena ternyata ada kerabat, kalangan habib yang panik kalah pamor dan bakul nasinya terancam bukannya berusaha menyambungkan kekerabatan dan persaudaraan tetapi malah mendiskreditkan bahwa nasab keraton palsu, nasab para kiai putus, dan Walisongo abtar.
Tentu saja sikap demikian menimbulkan ketersinggungan kerabat keraton, kiai dan kerabat Walisongo.
Banyak kalangan yang sengak dengan kelakuan oknum habib, makin sengak lagi saat berselindung dengan dalil bahwa mereka dzuriyah nabi yang seakan diberi keistimewaan untuk bertindak kurang ajar dan rasis.
Karena muak dengan kelakuan oknum habib tersebut hingga masyarakat bertanya-tanya apa benar habib keturunan nabi dan apa benar nabi mengajarkan rasisme?
Waallahu Aklamu bissowab ................