Sidebar ADS

UBAIDILLAH DAN ABDULLAH BUKAN SATU ORANG BERDASAR KITAB AL-SULUK

UBAIDILLAH DAN ABDULLAH BUKAN SATU ORANG BERDASAR KITAB AL-SULUK 

Kitab al-Suluk, adalah salah satu andalan mereka para Habaib untuk menisbahkah ketersambunan nasab mereka kepada Rasulullah. Walaupun kitab ini masih jauh dari masa wafatnya Ahmad bin Isa tahun 345 H. minimal, menurut usaha para Habaib, kitab ini, menjadi matarantai ketersambungan, sehingga tidak putus terlalu panjang sampai 651 tahun, terhitung dari wafatnya Ahmad sampai ditulisnya nama merek a di kitab Tuhfat al Tholib tahun 996 H. 

Para pembela nasab para habib Ba Alawi di Indonesia mengatakan bahwa Ubaidillah sudah dicatat pada abad delapan. Yang demikian itu, katanya, terdapat di kitab al-Suluk karya al-Jundi (w.730 H.), yaitu ketika ia menyebut nama Abdullah sebagai anak Ahmad. 

Apakah benar Abdullah yang disebut al-Jundi itu sosok yang sama dengan Ubaidillah leluhur para habaib ?? 

Menurut penulis, jika seandainya-pun benar, bahwa Ubaidillah adalah sosok yang sama dengan Abdullah, tetap masih terputus riwayat selama 385 tahun dihitung berdasar wafatnya Ahmad bin Isa tahun 345 H sampai wafatnya al-Jundi pengarang kitab al-Suluk yang wafat tahun 730. Apalagi, yang penulis temukan justeru menunjukan bahwa Abdullah ini sama sekali bukan Ubaidillah. Ia orang yang berbeda

Sebelum penulis lanjutkan, mari kita lihat ibaroh yang ada pada kitab al-Suluk karya al-jundi yang menyebut nama Abdullah bin Ahmad bin Isa. Ada beberapa ibaroh di halaman berbeda yang menyebut tentang Abdullah dan Banu Alawi: Ibaroh pertama: 

Yaitu Sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, Ali, bin Muhammad bin Jadid 
(Hadid, dua riwayat manuskrip) bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja‟far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abdidin ( seharusnya tidak ada bin, karena Zainal Abdin adalah laqob Ali) bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abul Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf”. (al-Suluk, al-Maktabah al-syamilah: 2/136-137)

Perhatikan!! Ketika al-jundimenyebutkan nama-nama ulama yang datang ke Taiz, ia menyebut nama Abul Hasan Ali. lalu Siapa Abul Hasan Ali ? Disebut oleh al-Jundi, bahwa ia dikenal dengan al-Syarif Abil Jadid bagi penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut berasal dari para syarif di sana. Mereka dikenal dengan keluarga Abu Alwi, keluarga kesalihan dan ibadah yang berjalan dalam tarikat tasawwuf. 

Al-Jundi, dalam kitabnya tersebut, menyebut silsilah Abul Hasan Ali sebagai berikut: 
          👇
1. Ali bin Abi Talib k.w. 
2. Husain 
3. Ali Zainal Abidin 
4. Muhammad al-Baqir 
5. Ja‘far al-Shadiq 
6. Ali al-Uraidi 
7. Muhammad al-Naqib 
8. Isa al-Rumi 
9. Ahmad 
 10. Abdullah 
11. Jadid 
12. Muhammad 
13. Ali 
14. Hadid 
15. Ahmad 
16. Muhammad 
17. Abul Hasan Ali ( 617. H ) 
--------------------------------------------------------
Abu Hasan Ali ini dikenal dengan nama Syarif Jadid yg berasal dari Hadramaut. Lalu perhatikan nasab para habib BaAlawi sampai generasi ke 17 di bawah ini !!
        👇
1. Ali bin Abi Talib k.w. 
2. Husain 
3. Ali Zainal Abidin 
4. Muhammad al-Baqir 
5. Ja‘far al-Shadiq 
6. Ali al-Uraidi 
7. Muhammad al-Naqib 
8. Isa al-Rumi 
9. Ahmad 
10. Ubaidillah 
11. Alwi 
12. Muhammad 
13. Ali 
14. Alwi 
15. Ali khali qosam 
16. Muhammad Sohib mirbat (w.550 H) 
17. Ali Waldul Faqih (w.590 H.) 
18. Muhammad Faqih al-Muqoddam (653 w. H) 
 
Perhatikan ! Abul Hasan Ali, hidup segenerasi dengan Muhammad sohib mirbat, Ali Walidul faqih, dan Faqih al-Muqoddam. Kenapa ketika menyebut bahwa Abul Hasan berasal dari syarif-syarif di Hadramaut, al-Jundi tidak menyebut nama Muhammad Sohib Mirbat atau Faqih al-Muqoddam ? 

Padahal, al-Jundi wafat tahun 730 H., seharusnya al-Jundi mengenal Muhammad Sohib Mirbat atau Faqih alMuqoddam, karena disebut dalam literasi para habib, semisal Syamsu Dzahirah (h.72), bahwa Muhammad Sohib Mirbat adalah ulama besar dan -syaikhul masyayikh al ajilla‘ al- a‘lam‖, gurunya para guru yang agung dan menjadi tokoh, juga disebut dalam kitab yang sama ia sebagai-Imam al-a‘immah‖ imamnya para imam. 

Faqih al-Muqodam, menurut Solih bin Ali al-hamid Ba Alawi dalam kitabnya,Tarikh Hadramaut (h.709), adalah ulama besar yang sampai tingkatan mujtahid mutlak Seharusnya, dengan sebesar penyebutan itu, al-Jundi mengenal keduanya, karena al-Jundi tinggal Aden, Yaman. 

Yang demikian itu misalnya ,al-Jundi  menyebutkan -Syarif Abul Hasan ini berasal dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi satu keluarga dengan Sohib Mirbat dan Muhammad al-Faqih al-Muqodam‖. Tetapi al-Jundi tidak menyebutkan demikian. Ia hanya menyebut Abul Hasan Ali. 

 Hanif menyatakan bahwa al-Jundi menyebut Faqih al-Muqoddam, Ali Khali Qosam, putra solih Muhammad bin ali bin alwi, dan sayyid Abdullah bin Alwi. Benarkah klaim itu ? Mari kita uji !! Sebelumnya, mari kit baca ibaroh kitab al-jundi berikut ini ! 
        👇
Sebagian dari mereka (tokoh Hadramaut) adalah Abu Marwan, sebagai laqob, adapun namanya adalah Ali bin Ahmad bin Salim bin Muhammad bin Ali. Ia seorang ahli fikih yang terbaik yang besar, darinya meyebar luas ilmu di Hadramaut., Karena kesalihannya dan keberkahan pengajarannya.Ia mempunyai karangan yang banyak. Ia adalah awal orang yang bertasawuf dari keluarga Aba Alwi. 

Mereka (sebelumnya) dikenal dengan fikih. Dan ketika sampai kepadanya tentang itu dan sesungguhnya ini telah bertasawuf lalu ia menjauhinya. Dan sebagian yang telah belajar fikih kepada Abu Marwan adalah Abu Zakaria, ia keluar ke Maqdisyu lalu menyebarkan ilmu di sana dan di peloksoknya dengan penyebaran yang luas dan aku tidak mengetahui seorang pun sejarah mreka.”

Dari ibaroh ini, kita menemukan secara dzahir, bahwa Abu Marwan seabagai keluarga Ba Alawi, dan ia merupakan orang pertama yang menjalani tarikat tasawuf. Dan nama Abu Marwan ini tidak lazim dipakai keluarga Habib Ba Alawi. 

Tapi menurut Hanif, disini, ada kalimat yang hilang, yaitu setelah kalimat“musonnafat adidat” terdapat kalimat “Wabihi tafaqqaha Muhammad bin Ali Ba Alwi” lalu baru dilanjutkan kalimat “wahua awwalu…” jadi yang benar menurut Hanif, -belajar kepadanya (Abu Marwan), (orang yang bernama) Muhammad bin Ali Ba Alwi (Faqih Muqoddam)…‖. Hal itu, menurut Hanif, disyahidi oleh kitab Husen bin Abdurrahman al-Ahdal yang bernama Tuhfatuzzaman fi Tarikhi Sadat alYaman

Setelah penulis mencari kitab ini, memang ada seperti yang disebut Hanif, ada tambahan Muhammad bin Ali. Kekurangannya, kitab ini di tahqia oleh Abdullah Muhammad al-Habsyi dari keluarga Ba Alawi sendiri. Bukan penulis meragukan pentahqiq tanpa alasan, tetapi beberapa pengalaman pentahqiqan yang dilakukan kalangan internal Ba Alawi, mulai dari kitab Abna‟ al-Imam dan al-Raud al-jaliy, selalu ada masalah. Taruhlah itu betul, bahwa ada nama Muhammad bin Ali Ba Alwi, tetapi apakah betul itu al-Faqih al-Muqoddam? Kita lanjutkan ibaroh al-Jundi berikut !
            👇
"dan sebagian dari keluarga Abi Alwi, telah terlebih dahulu disebutkan sebagian mereka, ketika menyebutkan Abi Jadid beserta orang-orang yang datang ke Taiz, mereka adalah keluarga kesalihan, tarekatnya dan nasabnya, diantara mereka adalah Hasanbin Muhammad bin Ali Ba Alawi, ia seorang ahli fikih, ia menghafal kitab al-Wajiz karya Imam gazali, ia punya paman namanya Abdurrahman bin Ali BaAlawi" 

Dari ibaroh ini ada nama yang disebut al-jundi merupakan keluarga Ba Alawi, yaitu Hasan bin Muhammad bin Ali Ba Alawi. 

Nama Muhammad bin Ali Ba Alwi yang disebut kembali, ia mempunyai anak bernama Hasan. Pertanyaannya, kalau Muhammad bin Ali Ba Alwi itu al-Faqih al-Muqoddam, seperti interpretasi Hanif, apakah al-Faqih al-muqoddam mempunyai anak bernama Hasan ? 

Mari kita lihat kitab nasab Ba Alawi di versi kitab Syamsu al-Dzahirah, apakah al-faqih almuqoddam mempunyai anak bernama Hasan? Perhatikan ibaroh di bawah ini! 

وله واي الفقيه ادلقدم( من الولد مخسة بنٌن: علوي وأمحد وعلي وعبد هللا ادلتويف برتْي سنة 
وعبد الرمحن ادلتويف بٌن احلرمٌن... ٖٙٙ

“ia (al-Faqih al Muqoddam) mempunyai anak laki-laki lima: Alawi, Ahmad, Ali, Abdullah yang wafat di Tarim tahun 663 H, dan Abdurrahman yang wafat antara Makkah- Madinah.” (Syamsu al-Dzahirah: 78)

Jelas di sini disebutkan bahwa al-Faqih al-Muqoddam tidak punya anak bernama Hasan. Jadi jelas pula bahwa Muhammad bin Ali yang disebut al-Jundi itu bukan alFaqih al-Muqoddam. 

Penguat kedua bahwa Muhammad bin Ali 
yang disebut al-Jundi itu bukan al-Faqih al-Muqoddam adalah kalimat -Ia (Hasan bin Muhammad)mempunyai paman bernama Abdurrahman bin Ali …‖ pertanyaanya, apakah Ali ayah al Faqih alMuqoddam mempunyai anak bernama Abdurrahman? Mari kita lihat kitab Syamsu al-dzahirah dengan ibaroh di bawah ini !!

له ابن واحد هو الشيخ االمام دمحم الشهًن ابلفقيه ادلقدم هنع هللا يضر.......

"ia (Syekh Ali bin Muhammad sohib Mirbath) mempunyai anak satu, yaitu syekh Imam Muhammad yang masyhur dengan (nama) al-Faqih al-Muqoddam..” (Syamsu al-dzahirah: 77)

Dikatakan dalam kitab Syamsu al-Dzahirah, bahwa Ali (ayah al-Faqih alMuqoddam) hanya mempunyai anak satu, berarti Hasan yang disebut al-Jundi mempunyai paman bernama Abdurrahman jelas bukan anak al-Faqih al-Muqoddam dan bukan keluarga Habib Ba Alwi. 
       👇
"dan sebagian dari mereka adalah Ali bin Ba Alwi, ia banyak ibadahnya, agung pangkatnya, ia selalu solat, dan ketika membaca tasyahhud, ketika ia mmbaca 👇
„assalamualaika ayyuhannabiyyu‟, ia mengulang-ulangnya, maka ditanyakan 
kepadanya (kenapa ia mengulang-ulang kalimat tersebut?), (ia menjawab): „aku 
melakukannya sampai Nabi s.a.w. menjawabnya‟, maka banyak sekali ia 
mengulang-ulang itu. Dan Ali mempunyai anak namanya Muhammad Ibnu Solah, ia punya paman namanya Ali bin Ba Alwi, sebagian rincian keluarga Aba Alwi adalah Ahmad bin Muhammad, ia seorang ahli fikih yang utama, ia wafat kira-kira tahun 724 H; dan Abdullah bin Ba Alwi, ia masih hidup sampai sekarang, ia bagus ibadahnya dan menjalani tasawuf”. 

Benarkah nama-nama ini seperti yang di sebutkan Hanif, merupakan keluarga habib
 Ba Alwi. Mari kita lihat satu persatu. 

Pertama, Alwi bin Ba Alwi, sangat banyak keluarga Habib Ba Alwi yang bernama Alwi, sementara bin Ba Alwi tidak menunjukan ayah, tetapi menunjukan kabilah. 

Jadi sulit untuk menelusuri siapa dia. Tetapi Hanif, menyatakan bahwa maksudnya itu adalah Ali Khali Qosam, dan penyebutan bin Ba Alwi itu maksudnya adalah bin Alwi tanpa Ba. Lagi-lagi, Hanif bersyahid kitab Tarikh al-Ahdal yang di tahqiq Ba Alawi sendiri. 

Tapi mari kita coba telusuri dengan kalimat-kalimat berikutnya. Disitu dikatakan bahwa, Ali bin Ba Alwi ini punya anak paman bernama Ali juga. 

Berarti jika dia adalah Ali Khali qosam, maka kita telusuri apakah ayah Ali Khali qosam ini punya adik yang mempunyai anak bernama Ali, sehingga Ali inilah yang disebut anak paman Ali Kali Qosam. 

Mari kita lihat kitab Syamsu al-Dzahirah 
ولعلوي هذا ابنان: سامل ال عقب له وعلي ادلعروف خبالع قسم
“Alawi ini mempunyai dua putra: salim tidak punya keturunan dan Ali yang dikenal dengan Khali‟ Qosam”. (Syamsu al-Dzahirah: 70)

Jelas, nama Ali bin Ba Alwi itu bukan Ali Khali Qosam, karena Ali Khali qosam pamannya tidak punya anak, bagaimana ia punya anak paman (sepupu) jika pamannya tidak punya anak. Jadi klaim hanif bahwa keluarga Habin Ba Alwi disebut ditarikh al-Jundi itu terbantahkan. 

Begitu pula klaim Habib Ali al-Sakran dalam kitabnya al-Burqoh al-Musyiqoh, yang menyatakan bahwa leluhurnya Ubaid bin Ahmad itu adalah sama dengan Abdullah bin Ahmad dengan berhujjah dari apa yang disebut oleh al-Jundi itu menjadi terbantahkan pula. 

Maka dari sini, nasab Habib Ba Alawi sangat sulit untuk bisa disambungkan dengan nasab Nabi Muhammad s.a.w. karena dalil mereka adalah hanya asumsi kemiripan nama antara 
Ubaid bin ahmad dan Abdullah bin Ahmad. 

Lalu siapa Abu Alwi yang dimaksud itu ? 
Abu Alwi yang dimaksud itu hanyalah keturunan Jadid bin Abdullah.

Kedua,Hanif mengatakan: 
         👇
“Sebetulnya, yang menjadi salah satu focus utama saya dalam risalah adalah 
mengungkap adanya kesalahan mendasar dalam metode penelitian Imaduddin dalam hal ini yaitu syarat „harus adanya kitab yang ditulis diZaman Ahmad bin Isa atau mendekatinya..‟” 

Sebenarnya sarat itu sarat standar dalam metode penelitian tokoh sejarah. Harus ada kitab sezaman (primer) atau yang mendekatinya (sekunder). Artinya kitab yang ditemukan terdekat yang tidak dibantah oleh kitab terdekat lainnya yang lebih tua. Ketika kitab tahun 606 H. menyatakan bahwa Ahmad hanya mempunyai anak tiga, lalu ada kitab abad 8 menyatakan tambah satu, maka kitab abad ke delapan ini tertolak. 

Kecuali jika tidak ada bantahan kitab lainnya di antara rentang masaAhmad bin Isa dengan kitab abad delapan itu. Inilah sanad. Jika sebuah periwayatan tanpa sanad maka intisari ajaran Islam ini akan semrawut.

 Nasab keturunan Nabi Muhammad s.a.w. memiliki konsekwensi keagamaan, semisal bab zakat, khumus dsb. 

Hanif mengkritik, kenapa penulis ketika mencari dalil dari Ali al-Uraidi sampai Ali Zainal Abidin hanya menggunakan sebuah sanad hadits riwayat Turmudzi ?? 

Seperti para ahli ilmu mengetahui, bahwa para muhaddits seperti Turmudzi dll, memiliki keketatan tersendiri dalam meriwayatkan hadits, lebih dari keketatan para ahli nasab. Dan, masa itu, nasab Ali Zainal Abdin sampai Ali al-Uraidi masih sangat masyhur, dan telah menjadi ―syuhrah wal istifadah‖ baik dikalangan ahli ilmu maupun awam. akan kecil kemungkinan urutan sanad riwayat yang menyebut nama-nama masyhur seperti mereka salah. 

Ketiga, Hanif menyatakan bahwa nasab Abdullah sebagai anak Ahmad telah disebutkan oleh al-Ubaidili (w. 435 H), demikian itu terdapat dalam kitab al-Raudl al-Jaliy karya Az-Zabidi (w. 1205). Penulis telah menulis tentang ini dan jelas ada dua kitab cetakan yang berbeda isi. Penulis tidak akan membahas panjang lagi tentang kitab ini, karena telah tercederai oleh riwayat yang saling bertentangan. 

Dalam bab air, jika ada dua wadah, yang satu berisi air dan yang satu berisi air kencing, kemudian keduanya iltibas (tertukar) maka keduanya tidak boleh kita gunakan untuk wudu. Keduanya harus dibuang lalu kita tayammum. Ditambah, yang diriwayatkan al-Zabidi itu nama Abdullah, bukan Ubaidillah. Jelas tidak mempengaruhi apapun, seperti yang telah penulis jelaskan Abdullah tidak sama dengan Ubaidillah. 

Keempat, Hanif menyatakan tentang kitab al-Suluk. Telah penulis jelaskan bantahannya di atas. 

Kelima, Hanif mengutip pendapat penulis tentang yang tidak boleh menerima zakat dalam kitab penulis al-Fikrah al-Nahdliyyah. Di dalam kitab tersebut memang penulis menyebutkan bahwa sebagian dari Bani hasyim adalah Ba Alawi dengan silsilah yang sama dengan nasab habib itu, karena memang pengetahuan penulis waktu menulis kitab (tahun 2017) itu demikian. Seakan-akan Hanif ingin mengatakan bahwa penulis tidak konsisten dalam pendapat. 

Perlu diketahui, perebedaan pendapat seorang ulamadalam kitab-kitabnya yang berbeda-beda itu sudah biasa. Tinggal dilihat titimangsanya. Kitab yang terakhir itulah yang menjadi pegangan jika ada pendapat yang bertentangan. Dan pendapat penulis tentang nasab Ba Alawi itu telah pnulis anulir dalam kitab penulis yang lain, yaitu kitab al-Bayan al-Dzahabi, dan kitab al muktafi, syarah Nihayatuzzain juz 1. 
-------------------------------------------------------------
شمس الظه ٌرة: 70
47شمس الظه ٌرة: 77
/2السلوك
46شمس الظه ٌرة: 7
/2لوك، المكتبة الشاملة: الس 1
---------------------------------------------------------------
Wallohu aklamu bissowaab....... ...
keterangan dari kitab karya kyai Imaduddin Utsman al-Bantani.

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS