Sidebar ADS

MENGHINDARI MEGALOMANIA DALAM PENGAJARAN AGAMA

MENGHINDARI MEGALOMANIA DALAM PENGAJARAN AGAMA 


Sering mendengar ceramah atau pernyataan dari beberapa penceramah kita, yang konten ceramahnya menjelaskan tentang ajaran Islam,  bersamaan dengan disampaikan pula dalil atau hujjahnya. Hal yang lumrah disampaikan oleh penceramah kita, dan itu biasa sering kita dengar. 

Tetapi kita dengar ada yang aneh dan tidak logis dari penyampaian tersebut, seperti satu orang habib meski bodoh lebih utama dari 70 orang alim yang bukan habib, ada lagi penyampaian bahwa Habib Faqih Muqoddam menemui Allah S.w.t, Tuhannya tiap hari 70 kali, atau pernyataan bahwa kalau tidak cinta habaib alias tidak cinta ahli bait meski bagus amalnya akan jadi sia-sia dan masih banyak pernyataan-pernyataan dalam ceramahnya yang membuat kita miris dan perihatin. 

Begitu teganya ajaran Islam yang rasional, agama yang logis, bahkan Islam adalah risalah Tuhan yang sempurna justru diacak-acak hingga tidak rasional lagi hingga mengarah pada irasional, dicampur-campur oleh dongeng-dongeng halu yang begitu berlebihan, meski pada soal karomah wali masih kita yakini kebenarannya. 

Ada karomah ada pula istidroj, kalau memang itu karomah meski terkadang di luar adat dan nalar manusia biasa, masih bisa kita terima karena karomah termasuk anugerah Tuhan untuk hambanya yang soleh, karomah masih bisa logis karena ada 'alaqoh ( korelasi ). Bedakan dengan istidroj yang merupakan kemampuan di luar akal berdasarkan campur tangan iblis dalam upaya menipu, menyesatkan dan menggelincirkan iman. 

Dalam penyampaian ceramah yang terkesan kuat halusinasinya justru menggiring umat untuk memahami Islam sebagai agama legenda, agama purbakala. Padahal Islam itu agama yang didasarkan dari Wahyu Allah, dan sabda sang Nabi, keberlakuannya untuk akhir zaman, daya jelajahnya hingga dunia berakhir. Bahkan jelas pula himbauan dari beberapa ayat Qur'an agar kita berfikir, agar kita selalu ingat, agar kita memahaminya.  

Dari beberapa konten-konten ceramah yang disampaikan tersebut saya duga sebagai Megalomonia agama, artinya ada gangguan kejiwaan yang dialami oleh penceramah yang sudah diatur sedemikian rupa untuk mengacak-acak paham agama Islam yang Hanif, yang sudah lama dijalani oleh umat Islam Indonesia. 

Jika ceramah-ceramah halu terus menerus disampaikan oleh oknum oknum habib tanpa ada yang mengingatkan, orang awam bisa menerimanya sebagai kebenaran, ini parah sekali, telah mematikan nalar berpikir agama. Meskipun karomah itu tidak perlu disampaikan ke banyak orang awam, khawatir nalarnya tidak sanggup nerimanya. Justru oknum habib dengan gamblang menyampaikan ke umat tanpa disadari afeknya. 

Saya kira tidak perlu menceritakan leluhurnya sekalipun, kalau akhlak dan ilmunya kita bermanfaat untuk umat, pasti balasannya adalah penghormatan dan memuliakan. Lalu untuk apa disampaikan ketika apa yang disampaikan itu termasuk dihinggapi penyakit jiwa megalomonia. 

Umat itu butuh penjelasan yang rasional, diterima akal sehat, dan diarahkan untuk diamalkan apa-apa dari ajaran Islam tersebut, karena Islam agama yang sempurna jangan dikerdilkan oleh paham yang pendek, maka sebelum disampaikan bertanyalah pada yang lebih alim. Sudahlah tidak alim, tidak merujuk pada kitab-kitab ulama, seenaknya menyampaikan ajaran Islam, padahal hanya logikanya sendiri yang disampaikan. 

Lalu umat ini mau dibawa kemana ketika para penceramah ini tidak alim, hanya pintar retorika saja, lebih parah lagi mengatakan sebagai ajaran Islam padahal itu pikirannya sendiri. Yang dimaksud rasional itu penyampaian ajaran Islamnya dengan bahasa yang dimengerti, mudah ditangkap oleh pikiran orang awam. Bukan yang logis itu pikirannya sendiri mengatasnamakan agama. 

Serang 20 Januari 2024

oleh : kyai Hamdan Suhaemi

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS