Sidebar ADS

DUNIA BATIN MANUSIA TRAH JAWA DIPA‼️

DUNIA BATIN MANUSIA TRAH JAWA DIPA

Lebih "wening" (hening) dan lebih "menep" (mengendap) adalah lelaku yang sedang kucercapi saat ini*. Baik itu mengenai beragam pengetahuan dan pengalaman hidup, semua akan lebih kuendapkan dan lebih kuheningkan kembali. Karena kini semakin kusadari, beragam sikap yang dulu telah kuanggap sudah begitu bijak di masa lalu, ternyata seiring pertumbuhan kesadaran tidak lagi terlihat bijak, bahkan juga tidak mencerminkan keterpelajaran dalam menempa "kecerdasan rasa". Jujur sesunggunhya dari situ diri ini merasa malu telah jauh dari jati diri mental kepribadian yang telah diajarkan oleh para leluhur Jawa.

Maka kini sudah saatnya aku berpulang ke rumah kearifan leluhurku, ke dunia batin manusia-manusia yang kental dalam pendidikan olah rasa, manusia-manusia yang karena olah laku spiritualitasnya memiliki kuda-kuda, mental setenang dan sekokoh gunung, manusia-manusia pertapa yang ahli dalam "meredam" segala gejolak gemuruh emosi. Langgam psikis mereka tidak nggumunan dan kagetan. Mereka manusia-manusia yang sudah mencapai tingkatan spiritual dan intelektual yang tidak lagi "menyalak" dan apalagi "menggertak" orang lain. 

Oleh karena itupun aku juga tidak ingin membebek, akan kuteruskan dengan pola langgamku sendiri perjalanan intelektualitas dan petualangan pemikiranku.

Sedang sekarang jika ada yang bertanya, seperti apakah itu intisari dari ajaran leluhur Jawa itu? Maka jawabanku: itu tidak lain adalah soal "cerdas rasa", itulah puncak dari kebudayaan, intelektualitas, dan spiritualitas manusia Jawa. Boleh saja orang memiliki darah suku Jawa, tetapi jika ia belum menggapai "kecerdasan rasa", sesunggunya secara de facto dia belumlah menjadi manusia Jawa.

Untuk melihat seseorang itu apakah seorang Jawa sejati atau bukan, bisa dicandra apakah seseorang itu punya 'rasa pangrasa' (kepekaan perasaan batin) atau tidak. Orang Jawa sejati itu bukan orang yang tumpul perasaan batinnya. Sejak dahulu manusia-manusia Jawa itu adalah manusia-manusia yang punya kecerdasan emosional 'linuwih' (berlebih) atau meminjam bahasa sekarang ya manusia Jawa itu memiliki tingkat EQ yang tinggi. Manajemen emosional, kendali batin itu adalah karakter yang melekat kuat dalam nuansa manusia Jawa.

Maka secerdas-cerdasnya tingkat intelektual atau IQ seorang manusia Jawa, jika ia memang menghayati 'Ngelmu Jawa' dari leluhurnya, sudah pasti ia tidak akan meninggalkan karakter 'rasa pangrasa' (ketajaman perasaan), 'isa rumangsa' (tahu diri), dan 'rasa mulat sarira' (instropeksi diri).

Manusia Jawa yang hanya tinggi IQ nya dan tumpul EQ nya* adalah bukti manusia Jawa yang telah gagal menjadi 'Jawa' (Dunung/Ngerti/Waskita). *Sekalipun banyak orang Jawa yang bangga memakai busana tradisional era Jawa Mataraman atau Jawa Majapahitan, semua itu bukan jaminan jika mereka semua sudah berkarakter Jawa. Bisa-bisa malah hanya tampilan wadagnya saja yang Jawa, tapi karakter batinnya adalah karakter batin manusia padang pasir yang kaku, gila sembah, dan tidak mau dikritik kalau sikap dan perilakunya itu memang tidak patut atau salah.

Yang disebut manusia Jawa itu adalah manusia yang tahu menghidupi dimensi rasanya, bukan hanya manusia kering kerontang yang hanya tahu menghidupi dimensi intelektualitasnya saja.

Semoga kita orang Jawa tetap bisa menjadi manusia Jawa yang sejati, yang bisa menghidup-hidupi kecerdasan rasa, dan yang tetap bisa kukuh dalam lelaku "meneb" dan "wening".

❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁
     web.facebook.com/qsantri.eu.org

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS