Sidebar ADS

FIGUR PENDIRI DAN PENGGERAK NU ADALAH TRAH DZURIYYAH KANJENG SUNAN KUDUS

FIGUR PENDIRI DAN PENGGERAK NU ADALAH TRAH DZURIYYAH DARI SUNAN KUDUS 

Kyai Asnawi dikenal sebagai penggerak Nahdlatul Ulama (NU), nama asli Kiai Asnawi adalah Raden Syamsi. Nama Asnawi diperoleh setelah menunaikan ibadah haji. Asnawi, atau Raden Syamsi, lahir di Damaran, Kudus, pada 1281 H/1861 M.

Dia merupakan putra dari pasangan H. Abdullah Husnin dan R Sarbinah. Keduanya adalah pedagang konveksi yang cukup besar di Kudus. Jika dirunut silsilahnya, Kiai Asnawi masih keturunan ke-14 Sunan Kudus dan keturunan ke-5 Kyai Ahmad Mutamakkin, Kajen, Pati.

Sebagai sosok ahli ilmu, sejak kecil sudah terlihat kegemaran Kiai Asnawi dalam belajar dan melakukan rihlah ilmiyyah (perjalanan keilmuan). Orang tuanya merupakan guru pertama, dalam mengaji tajwid dan penguasaan bacaan Al-Qur’an.

Kemudian, Asnawi kecil melakukan perjalanan ke Tulungagung, ikut orang tuanya berbisnis. Di kota ini, ia mengaji di sebuah pesantren. Kemudian, Asnawi kecil pindah ke Jepara, mengaji kepada KH. Irsyad Naib, di Mayong. Dari jalur keilmuan, jelas bahwa Kiai Asnawi mempunyai sanad yang tersambung dengan ulama-ulama Nusantara, di antaranya KH Sholeh Darat (Semarang), Kyai Mahfudz at-Termasi (Termas, Pacitan), KH. Nawawi al-Bantani, dan Sayyid Umar Shatha.

Kyai Asnawi juga mengaji sekaligus menunaikan ibadah haji di Makkah. Kiai Asnawi bermukim di Makkah selama kisaran 20 tahun. Selama mengaji di Makkah, tinggal di rumah Syekh Hamid Manan yang berasal dari Kudus. Ketika belajar di Makkah, ayah Kiai Asnawi wafat. Meski demikian, kecintaan pada ilmu tidak menyurutkan niatnya untuk terus mengasah pengetahuan.

Ketika mengaji di Makkah, Kiai Asnawi menikah dengan Nyai Hj. Hamdanah, janda Syekh Nawawi al-Bantani. Pernikahan ini dikaruniai 9 putra, di antaranya H. Zuhri, Hj. Azizah (istri KH. Saleh, Tayu), dan Alawiyah (istri R. Maskub Kudus).

Kiai Asnawi merupakan sosok aktifis sekaligus pendidik. Sudah mulai mengajar santri ketika masih berada di Makkah. Ketika pulang ke tanah air pada 1916, Kiai Asnawi mendirikan madrasah di kawasan Menara Kudus, dengan nama Madrasah Qudsiyyah. 

Kiai Asnawi juga menjadi sosok kiai yang turut mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Pertemanan dan persahabatan dengan beberapa kiai Jawa, di antaranya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, dan beberapa kiai lain, menjadi ikatan kuat dengan perjuangan Nahdlatul Ulama, yang didirikan pada 1926. Kiai Asnawi wafat pada usia 98 tahun, tepatnya pada 25 Jumadil Akhir 1378 H/26 Desember 1959 M.

“Saya mendengar bahwa saya masih keturunan Mbah Asnawi Sepuh, tapi baru kali ini saya bisa tabarruk, melangkah kaki ke tempat ini,” kata KH Said Aqil Siroj didampingi KH Ahmad Baha’uddin atau Gus Baha’ yang juga masih keturunan KH Asnawi Sepuh, sewaktu kemarin berziarah.

Bahwa nasab KH Said Aqil Siroj sampai kepada KH Asnawi Sepuh melalui jalur ayahnya, KH Aqil Siroj: KH. Said Aqil Siraj, bin KH Aqil, bin Nyai Fathimah, bin Nyai Fadhilah, binti KH Ahmad Sholeh, bin KH Asnawi Sepuh.

Sementara KH Ahmad Baha’uddin diketahui melalui jalur ibunya, Nyai Zuhanidz: KH Ahmad Baha’uddin bin Nyai Zuhanidz, bin Nyai Fathimah, bin Nyai Shofiyah, bin Nyai Hafshoh, binti KH Ma’shum, bin KH Ahmad Sholeh, bin KH Asnawi Sepuh. Jadi KH Said Aqil Siroj dan KH Ahmad Baha’uddin juga mengalir darah Sunan Kudus.

Ketahuilah bahwa nasab atau jalur keturunan janganlah untuk gagah-gagahan. Nasab yang baik agar dapat dijadikan sarana mengontrol diri. Jika direnungkan, masak keturunan seorang yang mulia malah buruk akhlaqnya ataupun bodoh. Bukankah itu sangat memalukan serta tidak pantas..??

❄️بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب❄️  web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple
FIGUR PENDIRI DAN PENGGERAK NU ADALAH TRAH DZURIYYAH DARI SUNAN KUDUS 

Kyai Asnawi dikenal sebagai penggerak Nahdlatul Ulama (NU), nama asli Kiai Asnawi adalah Raden Syamsi. Nama Asnawi diperoleh setelah menunaikan ibadah haji. Asnawi, atau Raden Syamsi, lahir di Damaran, Kudus, pada 1281 H/1861 M.

Dia merupakan putra dari pasangan H. Abdullah Husnin dan R Sarbinah. Keduanya adalah pedagang konveksi yang cukup besar di Kudus. Jika dirunut silsilahnya, Kiai Asnawi masih keturunan ke-14 Sunan Kudus dan keturunan ke-5 Kyai Ahmad Mutamakkin, Kajen, Pati.

Sebagai sosok ahli ilmu, sejak kecil sudah terlihat kegemaran Kiai Asnawi dalam belajar dan melakukan rihlah ilmiyyah (perjalanan keilmuan). Orang tuanya merupakan guru pertama, dalam mengaji tajwid dan penguasaan bacaan Al-Qur’an.

Kemudian, Asnawi kecil melakukan perjalanan ke Tulungagung, ikut orang tuanya berbisnis. Di kota ini, ia mengaji di sebuah pesantren. Kemudian, Asnawi kecil pindah ke Jepara, mengaji kepada KH. Irsyad Naib, di Mayong. Dari jalur keilmuan, jelas bahwa Kiai Asnawi mempunyai sanad yang tersambung dengan ulama-ulama Nusantara, di antaranya KH Sholeh Darat (Semarang), Kyai Mahfudz at-Termasi (Termas, Pacitan), KH. Nawawi al-Bantani, dan Sayyid Umar Shatha.

Kyai Asnawi juga mengaji sekaligus menunaikan ibadah haji di Makkah. Kiai Asnawi bermukim di Makkah selama kisaran 20 tahun. Selama mengaji di Makkah, tinggal di rumah Syekh Hamid Manan yang berasal dari Kudus. Ketika belajar di Makkah, ayah Kiai Asnawi wafat. Meski demikian, kecintaan pada ilmu tidak menyurutkan niatnya untuk terus mengasah pengetahuan.

Ketika mengaji di Makkah, Kiai Asnawi menikah dengan Nyai Hj. Hamdanah, janda Syekh Nawawi al-Bantani. Pernikahan ini dikaruniai 9 putra, di antaranya H. Zuhri, Hj. Azizah (istri KH. Saleh, Tayu), dan Alawiyah (istri R. Maskub Kudus).

Kiai Asnawi merupakan sosok aktifis sekaligus pendidik. Sudah mulai mengajar santri ketika masih berada di Makkah. Ketika pulang ke tanah air pada 1916, Kiai Asnawi mendirikan madrasah di kawasan Menara Kudus, dengan nama Madrasah Qudsiyyah. 

Kiai Asnawi juga menjadi sosok kiai yang turut mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Pertemanan dan persahabatan dengan beberapa kiai Jawa, di antaranya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, dan beberapa kiai lain, menjadi ikatan kuat dengan perjuangan Nahdlatul Ulama, yang didirikan pada 1926. Kiai Asnawi wafat pada usia 98 tahun, tepatnya pada 25 Jumadil Akhir 1378 H/26 Desember 1959 M.

“Saya mendengar bahwa saya masih keturunan Mbah Asnawi Sepuh, tapi baru kali ini saya bisa tabarruk, melangkah kaki ke tempat ini,” kata KH Said Aqil Siroj didampingi KH Ahmad Baha’uddin atau Gus Baha’ yang juga masih keturunan KH Asnawi Sepuh, sewaktu kemarin berziarah.

Bahwa nasab KH Said Aqil Siroj sampai kepada KH Asnawi Sepuh melalui jalur ayahnya, KH Aqil Siroj: KH. Said Aqil Siraj, bin KH Aqil, bin Nyai Fathimah, bin Nyai Fadhilah, binti KH Ahmad Sholeh, bin KH Asnawi Sepuh.

Sementara KH Ahmad Baha’uddin diketahui melalui jalur ibunya, Nyai Zuhanidz: KH Ahmad Baha’uddin bin Nyai Zuhanidz, bin Nyai Fathimah, bin Nyai Shofiyah, bin Nyai Hafshoh, binti KH Ma’shum, bin KH Ahmad Sholeh, bin KH Asnawi Sepuh. Jadi KH Said Aqil Siroj dan KH Ahmad Baha’uddin juga mengalir darah Sunan Kudus.

Ketahuilah bahwa nasab atau jalur keturunan janganlah untuk gagah-gagahan. Nasab yang baik agar dapat dijadikan sarana mengontrol diri. Jika direnungkan, masak keturunan seorang yang mulia malah buruk akhlaqnya ataupun bodoh. Bukankah itu sangat memalukan serta tidak pantas..??

❄️بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب❄️  web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS