Sidebar ADS

KANJENG KYAI SULTAN HANYOKRO KUSUMO

KANJENG SULTAN HANYOKRO KUSUMO

Beliau lahir pada tanggal 14 Oktober 1593 di Kotagede, Di Keraton Mataram, dengan nama  Raden Mas Jatmika yang mempunyai makna sopan dan rendah hati, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang karena semangatnya yang besar. Merupakan putra dari pasangan Panembahan Adi Hanyakrawati ,Raja kedua Mataram dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati,  putri Pangeran Benawa Raja Kesultanan Pajang.
Raden Mas Jatmika naik tahta pada tahun 1613 pada usia 20 tahun.
Pada awal pemerintahannya, bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, Beliau  mengganti gelarnya menjadi "Susuhunan Agung Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Agung Hanyakrakusuma". Kemudian terkenal dengan sebutan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma
Pada tahun 1640 Sultan Agung merenovasi Masjid Agung Kotagede  yang dulu dibangun pada masa Panembahan Senopati. Setelah 1640-an Beliau  menggunakan gelar "Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah "Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah,

Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri Sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat yang kelak menjadi Pangeran Tumenggung Pajang. Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan adalah Cucu Ki Juru Martani dari Pangeran Upasanta Adipati Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Susuhunan Amangkurat I).

Para Putra :
1. Raden Mas Syahwawrat
2. Pangeran Demang Tanpa Nangkil
3. Pangeran Ronggo Kajiwan.
4. Gusti Ratu Ayu Winongan.
5. Kanjeng Susuhunan Prabu Hamangkurat I
8. Gusti Raden Ayu Wiromantri.
9. Pangeran Danupaya
10. Pangeran Alit
11. Pangeran Purbaya

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya (beda ibu), Adipati Martapura, yang hanya menjadi Raja Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden Mas Rangsang adalah Penguasa ke-empat Kerajaan Mataram, namun adiknya diangkat hanya sebagai pemenuhan janji ayahnya, Panembahan Hanyakrawati kepada istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatan Sultan Agung Hanyokrokusumo  menjadi Sultan, dua tahun kemudian, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu.
Ibu kota Mataram saat itu masih berada di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai dibangun istana baru yang indah dengan bahan baku didominasi ukiran kayu yang indah di desa Kerta Plered, sekitar 5 km di sebelah tenggara Kota Gede, yang kelak mulai ditempati pada tahun 1618 dan pusat pemerintahan Mataram bergeser ke Kerta, Plered

Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah figur raja atau pemimpin yang taat beragama,  tegas, keras tetapi bijaksana,karakter tersebut nampaknya diwarisi dari kakeknya yaitu Panembahan Senopati, beliau juga meneruskan memperluas wilayah Mataram. Sultan Agung adalah Penguasa ke-tiga Kerajaan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu. Pada masa pemerintahan Beliau, Mataram bisa menundukan kerajaan atau Kadipaten disekitarnya menjadi wilayah kekuasaan Mataram. Kerajaan tersebut antara lain Surabaya, Banten, Lumajang, Wirasaba, Lasem, Pasuruan,Blambangan, Palembang, Tuban, Madura, Sukadana Kalimantan. memadamkan pemberontakan Pati dan Pajang dan Giri Kedaton. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu. Sultan Agung juga pernah melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia.
Sultan Agung menaruh perhatian besar pada kebudayaan Mataram. Beliau memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah sastra spiritual sebagai tuntunan hidup trah Mataram yang berjudul Sastra Gendhing.
Di lingkungan keraton Mataram, disamping bahasa krama maupun krama inggil Sultan Agung juga menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini digunakan supaya tercipta rasa persatuan di antara penghuni istana.
Sementara itu Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya dikenal di lingkungan Mataram.

Pembangunan Komplek Pemakaman Keluarga
Untuk Beliau dan keluarganya kelak jika sudah tiada , sesudah lima tahun  bertahta Beliau membangun sebuah komplek pemakaman di Pegunungan Girilaya tetapi belum selesai pembangunan makam Paman sekaligus ayah tiri beliau wafat kemudian  Beliau berubah fikiran untuk mempersembahkan Komplek Makam Giriloyo untuk  makam Ibunda beliau Ratu Mas Adi  dan suaminya Panembahan Juminah. kemudian Beliau membangun komplek pemakaman lagi di Pegunungan Merak dan dinamakan Astana Pajimatan Imogiri. Dan tanah tempat makam Beliau sangat harum baunya hingga sekarang. Menurut Babad , dahulu sewaktu Sultan Agung berada di Mekkah , Beliau jika wafat berkeinginan dimakamkan di Mekah tetapi dilarang oleh Imam Mekah dengan alasan jika keluarga dan rakyat ingin berkunjung mendoakan Beliau akan kesulitan karena jaraknya jauh. Oleh Imam Mekah kemudian Beliau diberikan tanah pasir dari Arab tanah pasir  didekat makam Nabi Muhammad SAW ,yang harus disebarkan ditempat rencana Beliau dimakamkan, dan tanah pasir yang disebar jatuhnya di Puncak Gunung Merak yang kelak menjadi Puncak Pajimatan Imogiri tempat Beliau dimakamkan.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung pula , kerajaan Mataram Islam mengalami puncak kejayaan dan perekonomian rakyat Mataram berkembang pesat dengan didukung hasil bumi yang melimpah ruah. Kerajaan Mataram menjadi makmur, gemah ripah loh jinawi.
Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar yang tidak hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian

Kegagalan Sultan Agung menundukkan orang-orang Belanda dicoba diimbangi dengan tindakan di bidang spiritual. Pada tahun 1624 M Beliau mulai menggunakan gelar Susuhunan, dan pada tahun 1641 M Beliau mulai bergelar Sultan yang diterimanya dari Mekah dengan gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani. Pada sekitar tahun-tahun tersebut Sultan Agung memberlakukan sistem kalender baru yang merupakan perkawinan antara perhitungan tahun Hijriyah dan tahun Çaka yang waktu itu menunjukkan tahun 1555 Çaka. Tindakan ini merupakan langkah besar karena berarti Sultan Agung menjaga keseimbangan antara tradisi Hindu dan Islam. Kalender tersebut oleh masyarakat Jawa masih digunakan hingga sekarang ini.

Masa pemerintahan Sultan Agung selain diwarnai oleh masalah-masalah politik juga ditandai dengan pembangunan fisik keraton. Beberapa pembangunan yang telah dilaksanakan meliputi:

Penyiapan lahan di Kerta untuk calon Keraton dilaksanakan pada tahun 1539 Ç atau 1617 TU.
Raja berkraton di Kerta meskipun ibu suri masih tinggal  di Kota Gede, tahun 1540 Ç atau 1618 M
Mendirikan Prabayaksa di Kerta dilaksanakan pada tahun 1542 Ç atau 1620 M
Mendirikan Dalem / Kedaton Bale Kajenar atau Gedhong Kuning sebagai kediaman / tempat tinggal beliau.
Kraton Kerta diberi Siti-Inggil dilaksanakan pada tahun 1547 Ç atau 1625 M
Mulai membangun pemakaman di Girilaya dilaksanakan pada tahun 1551 Ç atau 1629 M
Mulai membuka hutan di Bukit Merak untuk pemakaman kerajaan dilaksanakan pada tahun 1554 Ç atau 1632 M
Mulai membuat bendungan di Sungai Opak dilaksanakan pada tahun 1559 Ç atau 1637 M
Mulai membuat segaran di Plered dilaksanakan pada tahun 1565 Ç atau 1643 M.
Pemakaman di Bukit Merak selesai dibuat dan diberi nama Pajimatan Imagiri dilaksanakan pada tahun 1567 Ç atau 1645 M

Tidak sampai satu tahun setelah peristiwa terakhir tersebut Sultan Agung sakit keras dan kemudian wafat di Dalem Bale Kajenar / Gedhong Kuning  di Kraton Kerta dan dimakamkan di Imogiri

Mangkatnya Raja Mataram Sultan Agung meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan seluruh masyarakat. Bahkan, alam pun ikut bersedih, yang ditandai dengan letusan Gunung Merapi dengan suara menggelegar.

Sultan Agung mangkat akibat sakit keras. Saat itu Sultan Agung ditunggu seluruh anggota keluarga dan kerabat, termasuk para putranya. Sebelum meninggal dunia, Sultan Agung berpesan untuk meneruskan takhta Mataram ke tangan putra tertuanya, Pangeran Adipati Arya Mataram. Tak berselang lama, Sultan Agung wafat. Suara tangisan menggema di dalam istana Mataram.Bahkan tanda-tanda alam juga turut menjadi bukti dunia ikut berduka cita, melepas kepergian Sultan Agung. Gunung Merapi yang merupakan tempat penting bagi Mataram kala itu, menggelegar suaranya, bercampur dengan suara dentuman di angkasa. Jenazah Sultan Agung disucikan dan disalatkan, lalu disemayamkan di Pajimatan Imogiri dengan sengkalan tahun 1578.

Atas jasa jasa beliau sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden No 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975

Al Fatihah kagem Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Foto :
" SEKARAN SEPEN "

Batu nisan tersebut dipercaya sebagai makam roh Sultan Agung. Posisi makam tersebut terletak di Astana Giriloyo, karena rencana dahulu andai beliau wafat berkeinginan dimakamkan di Astana Giriloyo tetapi terlanjur didahului oleh Paman sekaligus Bapak tirinya yang juga membantu pembuatan komplek makam tersebut kemudian Sultan Agung membangun kompleks pemakaman baru yang diberi nama Pajimatan Imogiri.

❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁
     web.facebook.com/qsantri.eu.org

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS