Sidebar ADS

MANUSIA DASARNYA SAMA TAPI BERBEDA

MANUSIA DASARNYA SAMA TAPI BERBEDA

Dalam pencarian sebuah kebenaran entah itu agama atau filsafat, jika orang masih dalam tahapan yang oleh budaya Jawa disebut sebagai "nanding sarira" alias sibuk melongok keluar diri, membanding-bandingkan, dan over pede merasa diri/kelompoknya "lebih baik" dari orang/kelompok lain, orang seperti ini sejatinya baru sebatas berputar-putar dalam "labirin teoritis" yang ada di kepalanya saja. Ia belum menyelami samudera eksistensial, belum juga memasuki jalan raya kehidupan sebagai seorang salik/seeker/pejalan batin.

Budaya Jawa memiliki istilah "mulat sarira" untuk menggambarkan tahapan yang lebih tinggi daripada nanding sarira, jika pengertian dari nanding sarira adalah sibuk melongok ke luar/pihak lain maka pengertian dari mulat sarira justru sibuk melongok ke dalam batin/diri, tidak merasa paling baik/benar daripada pihak/kelompok lain tidak juga sibuk membanding-bandingkan (dengan tendensi menjatuhkan) pihak/kelompok lain.

Maka biasanya, para pencari kebenaran yang sudah di tahap mulat ing sarira ini, ia tidak akan lagi bergumul pada hal-hal rendah seperti fanatisme dan sentimen radikal ke pihak lain seperti manusia tahapan nanding sarira. Jika ia pejalan spiritual Islam maka tidak akan merasa lebih baik daripada pejalan di luar Islam karena dia akan sibuk mulat ing sarira menggladi batin.

Begitu banyak sebenarnya manusia di dunia ini yang dalam proses pencarian kebenaran/kegelisahan eksistensialnya telah mencapai tahapan mulat sarira yang dewasa dan tidak lagi bergelanyut dalam tahapan nanding sarira yang kekanak-kanakan. Orang yang sudah ada di tahapan ini tidak bisa lagi tenggelam dalam kefanatikan sektarian, ia hanya tenggelam dalam proses perjalanan batinnya sendiri. Mungkin karena inilah contohnya orang Islam yang perjalanan batinnya telah "matang" seperti Gus Dur bisa memiliki toleransi dan rasa kesepahaman yang sedemikian tinggi terhadap keyakinan-keyakinan lain di luar Islam, 

Gus Dur tentu saja adalah para pejalan batin yang sungguh-sungguh alias manusia mulat ing sarira, mereka bukanlah manusia pandir di tahapan nanding sarira yang hanya berputar-putar dalam labirin teoritis/perdebatan ilmu batin, namun sama sekali belum menyelami dan tidak memiliki pencapaian yang nyata dalam ilmu batin. Manusia yang dalam proses pencarian kebenaran sudah mencapai tahapan mulat sarira, ia akan lebih meditatif mawas diri dan menekuri perjalanan batin. Mereka tidak akan lagi menggebyah uyah (menggeneralisir) dengan picik sambil merendahkan metode atau komunitas spiritual lain, karena baginya sang jalan (metode) itu bisa sangat beragam akan tetapi tujuan akhir tetap sama. Jadi tidak ada metode paling benar atau jalan tunggal yang mutlak, karena yang paling terpenting adalah melakukan perjalanan batin (sampai sejauh dan sedalam mana perjalanannya) bukan tentang menanding-nandingkan antara metode-metode ilmu batin yang berbeda.

Orang Penghayat Islam yang memiliki pencapaian batin yang tinggi banyak, akan tetapi orang Islam yang hanya teoritis alias pencapaian batinnya masih nol tentu juga jauh lebih banyak. Maka menilik setiap tradisi spiritual ada manusia-manusia yang awam dan manusia-manusia yang memiliki pencapaian batin yang tinggi, oleh karena itu sikap gebyah uyah, menggeneralisir, dan nanding sarira akan manusia-manusia dalam keyakinan lain tentu saja adalah apa yang dalam istilah jawa disebut sebagai "cubluk" (kebodohan) belaka  Semoga kita, sekalipun masih kategori manusia awam dalam tataran ilmu batin bisa terhindar dari sikap nanding sarira yang sangat pandir dan cubluk itu.

❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁
     web.facebook.com/qsantri.eu.org

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS