ODGJ & ORANG GILA YANG DIANGGAP MAJDZUB
Fenomena orang-orang yang dianggap wali karena banyak melakukan hal-hal gila memang banyak di Indonesia. Sehingga kita kesulitan membedakan mana yang benar-benar gila (majnun) dan mana yang beneran majdzub.
Apa lagi sekarang terbongkar dan terindikasi freaming nya Klan Ba'alwi yang berakidah kastanisasi rasis penyembah berhala nasab dengan sejuta wali majdzubnya untuk menaikan citra mereka.
Saiya kira, kalau semua orang gila dianggap majdzub, kacau juga jadinya dunia persilatan. Bisa-bisa nanti banyak orang yang berpura-pura gila.
Majnun (مجنون) adalah ism maf’ul dari kata Ajanna yujinnu (أجنّ يُجِنُّ) ‘ala ghairi qiyas, begitu menurut kamus Al Ma’ani. Sebab kalau secara qiyas, harusnya majnun adalah ism maf’ul dari Janna yajinnu (جنّ يَجِنُّ). Janna yajinnu sendiri berarti menutupi, menyelimuti atau menghalangi.
Jadi, walau secara istilah, majnun itu berarti faqidul ‘aqli = kehilangan akal, tapi sebenarnya akalnya tetap ada. Hanya saja akal tersebut sedang tertutup, terhalang oleh berbagai atau satu hal yang entah. Bisa mungkin berawal dari kegalauan, depresi atau setres. Keinginan yang tidak terpenuhi, ketakutan yang berlebihan hingga cinta yang tidak berbalas. Kehilangan harta, kehilangan orang-orang yang dikasihi dan lain sebagainya.
Majdzub (مجذوب) adalah ism maf’ul dari Jadzaba yajdzibu (جذب يَجذِب). Kalau ini sudah asli sesuai qiyasnya. Arti majdzub adalah tertarik atau ketarik.
Jadi, orang yang majdzub itu adalah orang yang akalnya ditarik ke hadirat Allah subhahu wa ta’ala. Tidak ada lagi yang diingatnya selain Allah, Allah dan Allah saja.
Antara ODGJ / orang gila / orang majnun dengan orang majdzub sering kali berpenampilan sama, berprilaku sama dan atau mungkin mengulang-ulang ucapan yang sama.
Orang majnun diabaikan, ditinggalkan dan tidak dikehendaki. Bahkan oleh kaum kerabatnya sendiri. Sehingga karenanya, kegilaannya dari hari ke hari semakin parah. Mereka terlunta-lunta di jalanan. Ada yang dipasung dan dikerangkeng. Sebagian lainnya ada yang dititipkan di rumah-rumah sakit jiwa.
Sebaliknya, orang (yang dianggap) majdzub, biasanya dipelihara, didatangi dan bahkan diburu banyak orang. Maka, karenanya mereka lebih berada pada keadaan yang stabil dari hari ke bulan. Atau bahkan keadaannya akan tetap sama walau tahun sudah berbilang.
Lantas, bagaimana syariat menyikapi orang gila, baik itu majnun atau pun majdzub. Terkait kewajiban syariat: shalat, puasa dan lainnya, orang-orang gila itu sudah tidak wajib lagi menunaikannya. Sebagaimana sabda Baginda Rasulullah SAW:
”رُفِع القَلمُ عَنْ ثَلَاثَةٍٍ: عن النَّائمِ حتَّى يستيقظَ، وعن الصَّبِي حتَّى يَبْلُغَ، وعن المجنونِ حتَّى يَعقِلَ
"Catatan tidak berlaku pada tiga jenis orang: Orang tidur sampai ia terjaga, anak kecil sampai ia baligh dan orang gila sampai dia waras.”
Tapi ingat, kita jangan sampai terperdaya oleh orang yang sebenarnya berpura-pura majdzub, kemudian lantas yang bersangkutan kita maklumi. Dan bahkan ia kita anggap wali dan kita muliakan.
Untuk menandai perbedaan dua orang ini cukup sederhana, yakni dengan cara melihat tingkah laku orang tersebut setelah kondisi terjaga. Jika saat kondisi normal bisa diajak berkomunikasi, ia senantiasa berzikir dan beribadah serta menjauhi hal-hal duniawi yang bersifat profan, maka bisa dipastikan keanehan yang ia lakukan adalah berangkat dari maqam majdzub.
Sebaliknya, jika seseorang setelah dalam kondisi normal justru lebih mendekatkan diri pada hal-hal yang bersifat duniawi dan senang mendekat dengan orang-orang yang memiliki ambisi duniawi, maka bisa dipastikan keanehan yang ia lakukan bukanlah bermula dari keadaan majdzub. Tapi hanya sebatas tipu daya yang dilakukannya untuk menarik perhatian orang lain.
Kalau orang itu masih suka dengan pujian atau bisa memilih antara gule dan tahu tempe, atau mengerti uang antara 100 ribu lebih tinggi nilainya dengan uang 10 ribu, atau ternyata masih berkeinginan untuk punya istri lagi, berarti dia bukan majdzub..!!
~~بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب~~ web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple